Happy Reading guys♥
*
*
*______
Setelah sekian lama menangis pilu, akhirnya Larissa kembali tenang. Melepaskan pelukannya dari Levin dan menatap iris mata Levin dengan mata sembabnya.
"Merasa lebih baik?" tanya Levin mengusap pipi Larissa yang masih basah.
Larissa mengangguk kecil sebagai tanggapan. "Thanks," lirihnya tersenyum tipis.
"Luka kamu yang di punggung aku obati ya?" tanya Levin memancing kejujuran Larissa.
"Lo tau kalau punggung gue terluka?" tanya balik Larissa.
"Berarti bener ya? Kalau punggung kamu terluka." Levin menatap sendu Larissa.
"sialan! Gue kira lo tau," gerutu Larissa dengan mengalihkan tatapannya.
"Aku cuma nebak, dan ternyata emang bener." Levin meneteskan alkohol di kapas baru.
Larissa mendelik karena ia merasa tertipu oleh ucapan Levin.
"Sekarang, buka baju piyama kamu. Mau aku obati." Levin menatap Larissa dengan senyum meyakinkan.
"Lo! Pasti punya maksud tertentu kan? Lo mau macem-macem sama gue kan?" ucap Larissa menyipitkan matanya ke arah Levin dengan curiga.
"Apa, aku terlihat seperti maniak sex?" tanya Levin menaikan alis sebelah kanannya.
"Nggak sih, menurut gue, lo lebih ke yang ... seperti orang gila."
"Aku anggap, kata orang gila itu sebagai panggilan kesayangan kamu buat aku," ucap Levin tersenyum manis.
"Ya, ya, terserahlah." pasrah Larissa mengihkan pandangannya.
"Terimakasih sayang atas panggilan kesayangan nya, aku suka." Levin tersenyum manis.
"Sekarang, buka baju kamu ya, supaya bisa cepat istirahat. Ini udah larut soalnya," bujuk Levin menunjuk jam tangannya yang menunjukkan pukul 21.47.
"Ya udah, tapi jangan macem-macem!" ucap Larissa dengan nada galaknya.
"Kamu bisa bunuh aku, kalau aku ngelakuin hal yang seperti kamu bilang," ucap Levin yakin.
Larissa menatap mata indah Levin. Disana, ia melihat kesungguhan dan ketulusan. Larissa memunggungi Levin dan melepaskan piyama atasnya.
Levin melihat punggung Larissa yang hanya tertutup seutas tali bra. Namun bukan itu yang menjadi perhatiannya, melainkan guratan-guratan memanjang, yang berwarna merah luka baru, dan berwarna ungu luka lama, yang Levin duga, itu bekas cambukan.
Mengobati dengan hati-hati dan penuh kelembutan. Takut menyakiti dan menambah luka di punggung Larissa. Padahal Larissa sama sekali tak merasakan sakit atau perih, ia hanya diam dan menatap ke depan dengan pandangan kosongnya.
Jantung Levin berdetak cepat, hatinya berdenyut nyeri, nafas menyesak tercekat di tenggorokannya. Sakit, entah kenapa hatinya merasa sangat sakit melihat punggung kecil gadis yang mulai dicintainya itu terluka. Ia menengadahkan wajahnya, menghalau air mata yang siap meluncur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSALESA [END]
Teen FictionArsalesa. Cinta tiga pemuda yang tak bisa menggapai seorang wanita yang sama-sama mereka cinta. Panggil saja wanita itu dengan nama, Larissa. Takdir telah mempertemukan mereka untuk bertemu dan menaruh hati pada Larissa. Namun dengan teganya takdir...