Chapter 14✍

124 19 0
                                    

Ada saatnya kita harus bahagia dan bersyukur atas apa yang telah ada dalam genggaman kita.
Dan
Gue bersyukur, mempunyai sahabat seperti kalian.
Setidaknya, gue bisa sebentar melepas rasa lelah dan sesak yang takdir berikan.
Thanks, udah mau jadi sahabat gue dengan semua kekurangan yang gue punya.

18 Juni, Bukit Cemara

'Larissa Leavera'

_______

"Sam, ada apa?" tanya Larissa dengan bola mata yang mengikuti pergerakan Samuel.

Tanpa mengindahkan pertanyaan itu, Samuel duduk disisi kiri Larissa. Memasukan kedua tangannya kedalam saku Hoodie biru yang ia kenakan, dan mengarahkan pandangannya kearah sinar jingga yang sudah tercampur warna gelap. Mungkin, sebentar lagi malam akan menunjukan kuasanya.

Samuel mengalihkan tatapan pada Larissa yang sedari tadi memandangnya. "Lo dari tadi disini?"

Larissa mengangguk sebagai jawaban bahwa ia memang sudah lama ditempat itu.

"Kenapa kita nggak tahu?" Samuel menaikkan alis kanan keatas.

Larissa mengalihkan tatapannya pada sinar jingga kehitaman. "Gue pengen sendiri," jawabnya sembari memasukkan kedua tangan kedalam saku jaket hitam kebesaran milik Levin. Karena udara dipuncak bukit Cemara itu kian dingin saja, saat waktu malam tiba.

Samuel menekuk kedua alisnya. "Dengan buat kita khawatir sama lo?"

"Trus Dira sama Fery dimana?" tanya Larissa menoleh kepada Samuel.

Samuel menaikan kedua bahunya. Ia memang tidak tahu dimana keberadaan Dira dan Fery, karena tadi mereka memutuskan untuk berpencar dalam pencarian.

"Ck! Gimana sih lo! Telfon mereka hayoo!" titah Larissa pada Samuel, ia takut jika Dira dan Fery tersesat. Kan bahaya.

Mendengar perkataan Larissa, Samuel menghela nafas kasar. Mengangkat jari telunjuk dan menempelkan di dahi Larissa. "Disini gak ada sinyal, cantik!"

Larissa menepis tangan Samuel mengalihkan tatapannya pada cahaya jingga yang sudah didominasi oleh gelap malam. "Huh, pantesan aja dari tadi ponsel gue gak ada notifikasi," ucap Larissa menghembuskan nafas kasar.

Samuel menggelengkan kepalanya pelan dengan senyum tipis.

"Ca, gue mau tanya," ucap Samuel menatap Larissa. Larissa menoleh kepada Samuel dengan alis kiri terangkat.

"Lo, serius baru kenal kemaren sama Levin Levin itu?"

Dengan ekspresi bingungnya, Larissa mengangguk sebagai Jawaban untuk membenarkan pertanyaan dari Samuel.

''Tapi, tadi kalian kayaknya akrab banget. Kalau baru kenal, gak mungkin deh bisa sampai seakrab itu," ucap Samuel menggaruk pelipisnya.

"Karena dia orangnya hangat, menyenangkan saat sedang bersamanya," ucap Larissa tersenyum tipis.

"Karena dia hangat dan menyenangkan, sifat dingin lo jadi hilang sepenuhnya gitu?" tanya Samuel memicingkan kedua matanya.

"Entahlah, gue gak terlalu sadar akan hal itu. Yang gue rasain saat didekatnya itu cuma kenyamanan. Semuanya, mengalir begitu saja." Larissa melemparkan senyum tipis pada Samuel.

Samuel membalas senyum Larissa dengan senyum tulusnya. "Syukur lah kalau beneran itu yang lo rasain. Gue harap, setelah ini lo bakal bahagia terus Ca."

"Apa sih Sam, gak gitu juga kali! Gue baru kenal sama dia, gue baru ngerasa nyaman aja belum ada rasa cintanya," gerutu Larissa memalingkan wajahnya pada sinar jingga yang sudah didominasi gelap malam.

ARSALESA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang