Chapter 62

29 5 0
                                    

"Ayo Sam, kita ke ruangan Levin! Dr. Fuzi bilang tadi dia, dia... "

Dengan tergesa Larissa melepas pelukan Samuel padanya dan melepas selang infus ditangannya.

Sikapnya yang kalut nampak seperti orang depresi, dengan derai air mata yang tak kunjung berhenti.

Samuel dan Dira tak dapat menghentikan dan menenangkan Larissa, hingga dr. Riri dengan terpaksa menyuntikan obat tidur pada Larissa. Jika dibiarkan, maka ibu hamil muda itu akan membahayakan janinnya dengan kondisi Larissa yang tertekan dan bersikap ceroboh.

Setelah Larissa terbaring tenang dibelangkar, mereka menghela napas lega.

"Ditempat umum, disekolah, Ica selalu nampak baik-baik aja dengan ekspresi datarnya. Tapi sebenernya, kondisinya seburuk ini," desis Dira, menumpukan kedua tangannya di kasur belankar dengan kepala tertunduk.

Samuel dan dr. Fuzi mengangguk.

"Dia hebat," ujar dr. Fuzi.

Samuel beranjak, lalu menepuk pundak Dira. "Gue keluar sebentar, gue titip Ica sama lo."

"Mau kemana lo?" Dira berbalik menatap Samuel.

"Ada yang harus gue urus sebentar," balasnya tanpa menghentikan langkah keluar dari ruangan.

"Oke," gumam Dira setelah melihat Samuel keluar sepenuhnya.

*****

Keluar dari ruangan Larissa, Samuel menghubungi Faisal. Menyuruh sang asisten tersebut untuk menemuinya ditaman rumah sakit saat ini juga. Karena ia juga sekarang tengah menuju kesana.

Sesampainya ditaman, Samuel lihat ternyata Faisal sudah tiba disana. Memang tidak heran, asistennya itu selalu bergerak cepat jika ada perintah.

"Tuan," sapa Faisal menundukan kepalanya saat Samuel tiba didepannya.

Samuel hanya mengangguk diiringi deheman untuk menjawab sapaan Faisal.

"Faisal, lo udah tau kan gimana keadaan bang Levin sekarang?"

Faisal mengangguki ucapan Samuel. "Sudah Tuan," jawabnya.

Decakan kesal terdengar dari Samuel. Ia jengah dengan keformalan Faisal padanya, padahal disana hanya ada mereka berdua.

"Kalau gitu, gue mau lo nyari dokter spesialis neurologi yang ahli. Terserah lo mau nyari dimana, yang jelas dia harus dokter terbaik. Terus lo undang ke rumah sakit ini dan bayar hanya untuk mengobati bang Levin!"

"Baik," jawab Faisal.

Sejak awal Samuel menyuruhnya kesini, ia sudah tau kalau Samuel akan memerintahkan hal ini padanya. Ia sangat paham, bahwa Tuannya ini tak akan membiarkan sumber bahagia Larissa menghilang atau terluka.

Waktu itu, Faisal juga diperintahkan mencari dokter terbaik ahli jantung untuk menyelamatkan Arga. Karena Samuel tau bahwa Larissa bahagia bersama Arga maka Arga tak boleh hilang dari Larissa, atau Larissa akan terluka. Tapi Samuel merasa gagal, karena nyatanya Arga tetap hilang dan meninggal.

Hal yang sama sekarang akan Samuel lakukan pula untuk Levin.

Faisal menatap kepergian Samuel yang langsung pergi setelah memberi perintah padanya. Ia menghela napas sesal, karena Tuannya tak bisa bahagia untuk dirinya sendiri.

*****

Satu hari cerah yang banyak mengguncang emosi, memberi rasa bagi lelah hati dan jasmani atas kejadian mendung tak terprediksi.

Lalu lalang manusia di rumah sakit tak seramai saat siang. Sekarang lebih tenang dan lenggang.

Suara ketukan sepasang sepatu yang beradu dengan lantai marmer, diiringi suara berdecit dan suara roda yang berputar, mengisi keheningan lorong yang cukup sepi.

ARSALESA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang