Chapter 12✍

144 22 0
                                    

Ngebut up

Happy Reading guys
*
*
*
_______

Larissa memakai kembali sepatunya saat mobil Levin melaju meninggalkan area sekolah. Menyampirkan tali tas besar berisi makanan dan jaket tebal, perbekalan dari Levin yang tak bisa ditolak. Melihat sekeliling yang tak seramai tadi, dan sebagian dari mereka termasuk Dira dan Fery berekspresi cengo. Ia tak tahu mereka kenapa, tapi pandangan mereka tertuju kearahnya.

"Kalian kenapa?" tanya Larissa mengembalikan kesadaran mereka yang tampak bodoh.

"Em... Ca, sejak kapan lo jadi bersikap kayak gitu?" tanya balik Fery yang diangguki oleh Dira, sedangkan Samuel mengalihkan pandangannya.

"Eh! Ekhem, kayak apa? Gue gak ngapa-ngapain kok, lo salah lihat kali," alibi Larissa tergagap, dan mengembalikan ekspresi datarnya.

Fery menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. "Masa sih? Kok bisa ya, kita semua salah lihatnya berjamaah kayak gini?"

Larissa mengabaikan ucapan Fery dan fokus untuk mengikat rambutnya asal.

"Whoaa, cewek es Alaska punya pacar ternyata." Aldo berjalan ke arah Larissa. "Akankah cowok yang dekat dengan lo saat ini, akan mati seperti waktu itu?" lirih Aldo berbisik di telinga Larissa dan melanjutkan langkahnya, meninggalkan Larissa yang diam mematung.

Si 'penggemarmu?' yang melihat gelagat Aldo dan Larissa yang dibuat mematung, menargetkan Aldo sebagai ancaman untuk Larissa. Dan ia harus mewaspadainya dalam bayangan, ayolah, ia tak ingin Risaanya kenapa-napa.

"Ca, yang Aldo bilang bener ya? Kalau cowok tadi tuh pacar lo?" tanya Dira menyadarkan Larissa.

"Eh, sorry gimana?" tanya Larissa yang kurang mendengar ucapan Dira.

"Yang Aldo bilang bener ya, kalau cowok tadi itu pacar lo?" Dira mengulang ucapannya.

"Bukan," jawab Larissa dingin.

"Tapi dia tadi manggil lo sayang," kekeuh Dira.

"Dia rada gi-"

"Mungkin cowok itu punya perasaan sama lo." Samuel memotong ucapan Larissa.

"Kita baru kenal kemaren," kilah Larissa menaikan kedua bahunya.

"Em, gue setuju sama Sam, kita sebagai cowok tau gerak-gerik cowok yang lagi jatuh cinta," ucap Fery membusungkan dadanya.

"Ck! Udahlah gak penting," jengah Larissa.

"Yaudah sekarang kita masuk bus, dari tadi Pak Dadan teriak-teriak nyuruh semua untuk masuk," ajak Dira menggandeng tangan Larissa.

"Tumben Ca, perbekalan yang lo bawa sebanyak itu?" tanya Dira saat Larissa meletakan tasnya di kabin penyimpanan barang yang ada di bawah langit-langit bus.

"Ini semua gara-gara cewok rese itu," geram Larissa duduk di samping Samuel.

"Sebelum kesini, gue belanja perbekalan dulu sama Levin." Yang memang benar, Larissa mendesak Levin untuk mengantarnya berangkat kemping. Meskipun Levin melarangnya karena kondisi Larissa yang harusnya istirahat. Tapi dengan paksaan, akhirnya Levin mengijinkannya pergi walaupun Larissa harus menerima ocehan dari Levin.

"Gue tebak, pasti semua yang yang lo bawa dipilihin sama Levin itu. Bener gak?" tanya Samuel tersenyum manis. Yang dibalas anggukan dan deheman dari Larissa.

Keramaian yang terjadi di dalam bus, seketika hening dan digantikan dengan suara petikan gitar. Mereka menoleh pada Larissa yang tengah memainkannya.

Untuk pertama kalinya, mereka mendengar suara serak basah Larissa yang merdu.

Arsalesa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang