Chapter 2

414 30 0
                                    

A Ri, Pelayan setia Eun Yeon mengekor di belakang gama (tandu tertutup) yang dikendarai nona mudanya untuk menyusuri kota yang ramai orang berlalu lalang dengan keperluan mereka masing-masing. Eun Yeon baru dalam perjalanan kembali kerumahnya setelah mengambil beberapa pesanan sutra disebuah toko textile terkemuka di Gyeongju untuk diberikan kepada tamu agung yang akan singgah ke kediaman Gubernur Jo hari ini.  Tamu agung itu adalah Amhaeng-eosa (petugas inspeksi rahasia kerajaan) yang baru saja menyelesaikan misinya di Gyongsang, menertibkan salah satu sato  (hakim) yang korup disalah satu kota di provinsi Gyeongsang. Menurut kabar yang beredar, Jusang Jeonha (yang mulia raja) berencana untuk mempromosikan jabatan tinggi kepada petugas itu.

Banyak orang mengatakan Amhaeng-eosa itu adalah seorang pemuda dari Hanyang (Ibukota Joseon). Pemuda yang baru saja lulus ujian Gwageo (ujian masuk sebagai pejabat) dengan predikat terbaik di bidang sastra dan militer, memiliki skor tertinggi dalam kredibilitas dan integritas. Eun Yeon sangat penasaran bagaimana rupa pemuda itu, dalam benaknya pun terus bertanya-tanya mungkinkah pemuda itu cukup sepadan dengan dirinya mengingat menurut kabar yang beredar pemuda itu belum beristri di usianya yang sudah pantas untuk menikah itu. Eun Yeon sedang menimbang-nimbang untuk melihat kecakapan sang Amhaeng-eosa jika pemuda itu juga berniat untuk melamarnya.

Selama ini orang-orang mungkin berpikir bahwa belum ada keluarga bangsawan yang berhasil mempersunting Eun Yeon karena orang tuanya yang menolak lamaran-lamaran itu untuknya. Kenyataannya bukan itu yang terjadi, Eun Yeon sendiri yang menolak lamaran itu, gadis itu merasa bahwa pemuda bangsawan yang mengajukan lamaran pernikahan tidak masuk dalam kriterianya. Dia selalu saja mampu memberi alasan yang tepat untuk bisa menolak semua lamaran yang ditujukan kepadanya. Gubernur Jo yang sangat menyayangi Eun Yeon juga masih memberikan keluasan kepada putrinya untuk menentukan siapa yang diharapkan untuk menjadi jodohnya. 

"A Ri, Apa kamu tahu dimana Amhaeng-eosa itu tinggal selama berada di Gyeongju?" Tanya Eun Yeon selagi mereka dalam perjalanan pulang dan belum mencapai rumahnya.

"Saya dengar, dia tinggal di sekitar Gamyeong (kantor gubernur)."

"Pergilah ke Gamyeong cari tahu tentang Amhaeng-eosa itu.

***

Matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Para pelayan di kediaman Gubernur Jo juga mulai menyalakan lentera di setiap sudut kediaman nan megah itu.

A Ri dengan langkah tergesa memasuki gerbang kediaman Gubernur Jo, sejenak langkahnya melambat melihat dari kejauhan tampak seorang pemuda bangsawan dengan dopo (jubah luaran hanbok laki-laki bangsawan) berwarna biru cerah tengah berkendara kuda coklat dengan santai dipandu oleh seorang pelayannya menuju kediaman Gubernur Jo. Dia adalah Hong Yoon Jae sang Amhaeng-eosa yang baru saja menyelesaikan misinya.

***

"Aggashi... Aggashi...." A Ri memanggil-manggil Eun Yeon yang tengah bersolek di depan kaca. Eun Yeon menutup peti kacanya dan mempersilahkan A Ri masuk kedalam kamarnya.

"Informasi apa yang kamu peroleh?"

"Aggashi, Amhaeng-eosa sudah sampai di kediaman ini. Saya melihat dengan mata kepala sendiri." Ucap A Ri antusias.

"Jadi, hanya itu informasi yang kamu dapatkan setelah seharian berkeliaran di luar?"

A Ri menundukkan kepalanya takut, "Maafkan saya, Amhaeng-eosa itu sangat tertutup, saya kesulitan untuk mencari informasi. Saya sudah berputar-putar di sekitar Gamyeong tapi tidak memperoleh informasi apapun kecuali namanya saja, Petugas Hong.

Eun Yeon tersenyum sinis. Tentu saja, apa yang diharapkan dari pelayan rendahan. Kakaknya yang sudah bekerja di Gamyeong saja tidak tahu banyak tentang Amhaeng-eosa itu.

***

Yoon Jae turun dari pelana kuda, sebenarnya pemuda itu enggan mendapatkan sambutan seperti ini dari gubernur. Melakukan inspeksi adalah tugas yang diberikan Jusang Jeonha kepadanya sebagai abdi yang setia. Yoon Jae bukanlah seorang laki-laki yang gila hormat dan mengharap apresiasi dari orang lain. Demi kepatutan saja pemuda itu memutuskan datang ke kediaman gubernur yang selama ini telah membantunya mendapatkan informasi.

Menyadari tamu agung sudah sampai di kediaman gubernur, para pelayan segera menyambut Yoon Jae yang turun dari kudanya. Mereka langsung mengambil kendali kuda dan menalikan di istal, sedang pelayan yang lain menyongsong sang pemuda untuk pergi ke paviliun belakang, tempat di mana Gubernur Jo hendak menyambut Amhaeng-eosa itu.

Dipaviliun belakang, Gubernur Jo telah menunggu Yoon Jae dengan pakaian terbaiknya. Dia juga sudah menyediakan iringan pemusik untuk menyemarakkan suasana malam itu.

"Saya tidak menyangka, Amhaeng-eosa ternyata seseorang yang masih semuda ini." Sambut Gubernur Jo setelah Yoon Jae duduk dengan nyaman.

"Saya hanya memenuhi perintah yang mulia. Anda tidak perlu serepot ini untuk menyambut saya."

Gubernur Jo tersenyum mendengar jawaban itu, "Anda adalah utusan Yang Mulia, menyambut anda adalah sebuah wujud kesetiaan saya kepada Jusang Jeonha. Anda tidak perlu sungkan."

Yoon Jae diam, dia bukan tipikal laki-laki yang suka berbasa-basi. Baru saja mulut sang gubernur menutup dari kejauhan tampak putri satu-satunya Eun Yeon berjalan menuju paviliun itu. Dia membawa sebuah nampan teh untuk tamu agung.

Sedikit terkejut, Gubernur tidak menyangka putri tersayangnya akan muncul di acara ini. Eun Yeon perempuan bangsawan yang sangat tahu bahwa tidak dibenarkan seorang wanita bangsawan muncul di hadapan seorang laki-laki secara sembarangan seperti ini. Eun Yeon juga bukan tipikal orang yang akan mencampuri urusan ayahnya. Gubernur Jo membaca ada yang tidak biasa di sini.

Eun Yeon menyajikan teh di hadapan Yoon Jae, sekali gadis itu mencuri pandang kepada sang pemuda yang telihat masih belia itu. Mungkin berusia sekitar 18-19 tahunan. Wajahnya yang bersih, tingkah lakunya yang sopan dan semua informasi tentang latar belakang Amhaeng-eosa ini mencuri perhatian Eun Yeon.

"Silahkan dinikmati." Tanpa banyak kata Eun Yeon undur diri. Sudah cukup hal yang ingin dia ketahui. Pemuda itu masuk dalam kriterianya.

Gubernur Jo yang masih tertegun melihat putrinya muncul seperti ini seolah kehabisan kata-kata. Jelas putri satu-satunya itu tertarik dengan si pemuda. Entah harus sedih ataukah bahagia mengetahui hal ini.

"Aku memiliki seorang putri yang sudah layak untuk menikah, kudengar anda juga belum memiliki pendamping saat ini. Bagaimana jika kujodohkan dirimu dengan putriku?

***

Jo Nangja -EndWhere stories live. Discover now