chapter Spesial - 1 -

129 8 0
                                    

Tiga hari berselang sejak pertemuan antara Eun Yeon dan Yoon Jae di toko kain itu, Yoon Jae benar-benar memenuhi janjinya untuk melamar gadis itu. Paman Hong Suk Kwan dan istrinya benar-benar datang ke kediaman Bibi Eun Yoon di Bukchon tempat singgah sang gubernur dan putrinya selama di Hanyang demi meminang sang putri Gubernur Gyeongsang.

***

Beberapa hari kemudian setelah prosesi lamaran, Eun Yeon memberanikan diri untuk menunggu Yoon Jae di pintu keluar istana Gyeongbok, tempat dimana banyak pejabat berlalu lalang keluar masuk istana. Gadis itu masih menemui Yoon Jae secara sembunyi-sembunyi karena meskipun status mereka sudah resmi bertunangan, pertemuan calon pengantin masih belum bisa dibenarkan dalam adat konfusius.

'Tok-tok-tok'

A Ri menjentikkan jarinya di pintu gama (tandu tertutup) yang ditumpangi Eun Yeon yang saat ini terparkir tak jauh dari gerbang untuk memberi tanda kepada tuannya bahwa pemuda yang dinanti Eun Yeon sudah keluar dari istana.

Bergegas gadis itu mengenakan jang-ot nya dan keluar dari gama itu guna mendekati pemuda yang berjubah gongryongpo, jubah kerajaan berwarna biru cerah dengan lencana pangkat sepasang burung pegar.

"Yeonggam!" Sapa Eun Yeon anggun dari balik jang-ot nya begitu jarak mereka sudah cukup dekat. "Saya sudah menunggu anda dari tadi." Lanjut gadis itu.

Yoon Jae yang menyadari bahwa gadis berselubung jang-ot itu adalah  tunangannya, segera menghentikan langkahnya dan memberikan atensi pada gadis itu.

"Nangja, Mengapa anda datang kemari, mengapa tidak mengutus orang untuk menyampaikan pesan kepada saya? Apakah ada hal yang penting sampai anda menemui saya sendiri kesini?"

Dibalik jang-ot nya Eun Yeon menampilkan gestur mengangguk. "Benar. Saya terus memikirkan tentang pandangan anda bahwa saat menikah nanti, lebih baik mandiri dan tidak bergantung pada orangtua..."

"Bukankah anda sendiri sudah menyampaikan setuju dengan prinsip saya itu?" Potong Yoon Jae.

Eun Yeon menyibakkan Jang-ot nya demi bisa menatap langsung pada manik mata Yoon Jae. Dia tidak ingin pemuda itu salah faham lagi. "Benar, bukankah itu berarti anda sudah menyiapkan sebuah rumah untuk kita tinggali setelah menikah nanti?"

Yoon Jae mengangguk, "Sebenarnya aku sudah membeli sebuah rumah di sekitar Gijeon agar lebih dekat dengan istana."

"Saya menyimpan beberapa barang di kediaman bibi saya di Bukchon. Saya pikir, alangkah lebih baik jika saya bisa memindahkan beberapa barang tersebut ke rumah tersebut sebelum kembali ke Gyongju dari pada saya harus membawanya kembali. Bolehkah saya melakukannya?" Tanya Eun Yeon tanpa ragu.

Sejenak Yoon Jae tampak berpikir, Sejujurnya rumah itu masih belum siap dikunjungi, tapi alasan yang dikemukakan oleh Eun Yeon sangat logis. "Tentu, hanya saja saat ini rumahnya belum sempat saya bersihkan. Jadi mungkin akan sedikit kotor."

Eun Yeon menanggapi ucapan Yoon Jae dengan tersenyum dengan sangat manis sehingga membuat Yoon Jae sedikit tertawan "Tidak masalah, Bisakah anda menunjukkan lokasinya kepada saya?"

Yoon Jae memutar bola matanya, permohonan calon istrinya yang tiba-tiba ini membuatnya merasa sangat canggung, "Baiklah jika anda tidak keberatan." Ucap pemuda itu kemudian. Diapun memberi kode kepada ketua pembawa gama untuk mendekat dan menunjukkan alamat lengkapnya supaya dapat mengantar Eun Yeon ke sana.

"Nangja, ketua pembawa gama sudah saya beritahu lokasinya. Anda bisa pergi ke sana kapan saja. Selanjutnya, apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan?"

Eun Yoon mengkode A Ri untuk mengeluarkan bingkisan yang sudah dipersiapkannya. Sebuah kotak makanan berbalut sutra dengan sulaman teratai yang indah. "Mohon diterima." Eun Yeon mengulurkan kotak itu pada Yoon Jae agar bisa diterima.

"Nona kami membuatnya dengan sepenuh hati." Sahut A Ri cepat yang kemudian disambut uluran tangan Yoon Jae menerima kotak makan itu.

Gadis dengan jang-ot berwarna plum itu kembali tersenyum menawan yang membuat hati Yoon Jae jadi semakin bergemuruh  "Kalau begitu saya undur diri." Ucap Eun Yeon sopan sembari membungkuk pada Yoon Jae lalu berangsur meninggalkan pemuda itu.

Yoon Jae memegangi dadanya untuk menenangkan jantungnya yang bergemuruh sepeninggalan Eun Yeon. Entah sejak kapan kecenderungan hati pemuda itu kepada putri Gubernur Gyongsang itu semakin dalam. Apakah sejak pertemuan di toko kain? Ataukah sejak pertunangan mereka diresmikan?

Yoon Jae menggelengkan kepalanya cepat menepis pikirannya yang semakin liar, kemudian bergegas ke istal kuda untuk segera memacu kudanya kencang ke rumah yang sudah dibelinya itu. Setidaknya dia bisa membersihkan beberapa bagian rumah yang mungkin terlihat sangat berantakan agar bisa lebih sedap dipandang saat Jo Nangja sampai dikediaman tersebut.

***

Eun Yeon menatap bangunan rumah yang berdiri dihadapannya dengan sedikit bergidik tidak percaya. Rumah itu sangat mungil, hanya terdiri dari dua bangunan sarangchae (area laki-laki) dan anchae (area perempuan) dengan ruang-ruang saling terhubung. Sebenarnya rumah itu sudah cukup layak untuk ditempati bangsawan, bangunannya kokoh dan beratap giwajib (genting) dengan pagar batu yang membentang dan menutupi isi rumah. Sayangnya bangunan itu sangat jauh berbeda dengan apa yang dia bayangkan sebelumnya.

Yoon Jae yang mengenakan hanbok tanpa dopo (jubah luaran) tengah bebersih kediaman barunya bersama Man Shik tampak terkejut mengetahui gama Eun Yeon benar-benar datang. Segera pemuda itu mengenakan dopo-nya dan bergegas menyambut Eun Yeon untuk mempersilahkan gadis itu masuk ke halaman hanok (rumah tradisional korea) yang belum ia tempati itu.

"Karena baru mulai bekerja jadi gaji saya tidak banyak. Semoga nangja tidak keberatan tinggal di rumah kecil seperti ini." Ucap Yoon Jae dengan ramah begitu sang gadis telah memasuki halaman rumahnya yang cukup lebar itu.

Mendengar ucapan Yoon Jae, Eun Yeon masih bergeming. Gadis ber-chima (rok hanbok) merah cerah dengan jeogori (atas hanbok) berwarna oranye pastel dengan bordir bunga plum itu belum mampu menanggapi ucapan Yoon Jae, netranya terlalu sibuk memperhatikan setiap detail dari rumah itu yang benar-benar tidak sesuai harapannya.

"Apakah anda yakin akan membiarkan nona kami tinggal dirumah seperti ini?" A Ri yang juga tidak percaya bahwa nonanya akan tinggal dirumah sekecil itu memberi tanggapan.

Mendengar pernyataan sang pelayan, pandangan Yoon Jae bergulir ke Eun Yeon. Diperhatikannya setiap gesture yang ditampilkan Eun Yeon saat melihat detail rumahnya tersebut. Beberapa kali gadis itu tampak mengelengkan kepala saat melihat detail dari rumah itu.

"Hanya ini satu-satunya rumah yang kumiliki." Jawab Yoon Jae lesu. Gestur  tidak nyaman yang ditampilkan Eun Yeon membuat Yoon Jae menjadi sedikit kecewa, benarkah Eun Yeon bisa menjadi istri yang baik untuknya? Inilah yang dikhawatirkannya jika menikah dengan perempuan bangsawan kaya yang mungkin tidak cocok dengan gaya hidupnya.

"R-rumah yang cukup nyaman. Saya tidak keberatan tinggal di sini." Eun Yeon mencoba menanggapi positif setelah melihat beberapa detail dari rumah itu meskipun terdengar sedikit memaksakan.

***

Malam itu, sepulang dari calon kediamannya kelak, Eun Yeon menjadi resah, beberapa kali gadis itu mengetuk-ngetuk jari jemarinya ke meja di hadapannya dengan tidak tenang. Rumah itu terlalu sempit untuknya, hanya ada satu ruangan sempit untuk tempat tinggal pelayan, mungkin hanya cukup untuk 2-3 orang pelayan saja. Bangunan untuk perempuan dan laki-laki jaraknya juga terlalu dekat. Gudang juga sempit Sangat jauh dari kriteria ideal yang dibayangkan Eun Yeon.

Haruskah aku meminta ayah menghadiahi kami sebuah rumah di Hanyang?

***

Tanggal 15 bulan 1 tahun naga, prosesi pernikahan antara Yoon Jae dan Eun Yeon akhirnya dilaksanakan di halaman rumah kediaman Gubernur Jo. Semua rangkaian acara berjalan dengan lancar dan aman. Sah sudah Eun Yeon menjadi istri Yoon Jae. Pemuda yang dia idam-idamkan untuk menjadi suami.

***

Jo Nangja -EndWhere stories live. Discover now