Chapter 10-end

478 30 9
                                    

Hanyang, tanggal 3 bulan 1

Hong Doryeonim,

Mohon maafkan saya yang telah lancang untuk mengirim surat ini kepada anda. Sebenarnya sayalah yang memohon kepada ayah untuk menawarkan pernikahan kepada anda. Sejak awal saya merasa anda adalah jodoh saya.

Saat anda mengatakan tidak bisa menikahi saya. Saya memahami mungkin anda sudah memiliki wanita lain yang anda idamkan untuk menjadi istri. Tapi yang tidak saya pahami kemudian mengapa setelah kembali ke Hanyang anda masih saja melajang?

Saya tidak bermaksud untuk ikut campur urusan anda, tapi jika memang ternyata sudah tidak ada lagi yang menghalangi, saya mohon bukalah hati anda dan jangan membelakangi takdir dari Langit lagi.

Jo Eun Yeon

"Jo Eun Yeon... "

Yoon Jae membisikkan nama lengkap Eun Yeon yang baru diketahuinya itu pada angin malam yang menerpa wajahnya. Siapa sangka gadis yang terlihat sangat anggun itu memiliki keberanian seperti ini.

Yoon Jae membuang nafasnya berat, setelah memikirkan jawaban atas surat dari Eun Yeon, pemuda itu mengambil kertas dan menggerus tintanya untuk memberikan balasan atas surat Eun Yeon.

Hanyang, tanggal 5 bulan 1

Jo Nangja,

menanggapi surat anda, sungguh saya tidak akan membelakangi takdir apabila ternyata andalah jodoh saya. Hanya saja, saya khawatir anda terlalu tinggi menilai diri saya ini.

Jo Nangja, saya berprinsip untuk hidup mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Sehingga mungkin saya tidak bisa menjanjikan kehidupan yang layak sebagaimana yang anda dapatkan saat tinggal bersama dengan Gubernur Jo. Mohon pikirkan hal ini baik-baik, sebelum anda merasa terjebak karena memilih saya.

Sanggupkah anda menjalani kehidupan yang sederhana yang mungkin akan jauh berbeda dengan kenyamanan yang anda rasakan sekarang ini? Jika anda bisa menerimanya, maka saya akan melamar anda segera.

Hong Yoon Jae

***

A Ri meletakkan surat dari Yoon Jae diatas meja rias Eun Yeon. "Aggashi, Itu balasan surat dari Hong Doryeonim."

Eun Yeon yang tengah menyulam segera menghentikan aktifitasnya, meraih surat dan membacanya dengan seksama. Guratan senyum tergambar dari wajah gadis belia itu.

A Ri menatap nona mudanya dengan raut penasaran, tapi gadis budak itu tidak cukup berani untuk bertanya.

"Dia akan melamarku." Bisik Eun Yeon tepat di depan wajah A Ri.

"Wah selamat Aggashi!" Ucap A Ri tulus. A Ri turut bahagia atas surat yang diterima oleh sang nona. Senang melihat wajah nonanya yang kembali ceria.

"Aku harus menemuinya, Dia pikir aku tidak bisa hidup susah. A Ri temuilah Hong Doryeonim. Mintalah dia menemuiku besok pagi di toko kain. Ada beberapa hal yang perlu kusampaikan padanya." Titah Eun Yeon pada yang kemudian disahuti dengan kesanggupan dari sang pelayan.

***

Esok harinya, Eun Yeon datang ke toko kain yang dimaksud. Rupanya Yoon Jae sudah datang mendahului. Dia tengah sibuk melihat koleksi kain saat Eun Yeon tiba di toko tersebut.

Eun Yeon membungkukkan tubuhnya menghormat kepada Yoon Jae, "Terimakasih sudah datang memenuhi permintaan saya." Ucap Eun Yeon.

Yoon Jae membalas sapaan gadis berselubung jang-ot hijau giok itu dengan anggukan. "Pasti ada sesuatu yang ingin anda sampaikan sehingga meminta saya datang kemari. Utarakanlah." Jawab Yoon Jae tanpa basa basi.

Dibalik Jang-ot nya, gadis itu tampak mengangguk. "Menanggapi balasan surat yang anda sampaikan, saya tidak merasa keberatan jika harus hidup kesusahan dan Saya tidak akan menuntut materi yang banyak dari anda sepanjang anda bisa menerima saya. Hanya saja, saya harap tidak ada perempuan lain di hati anda setelah kita menikah nanti. Itu saja."

Yoon Jae tersenyum tipis mendengar ucapan Eun Yeon. Jelas itu sudah menjadi bagian dari prinsip hidupnya bahwa hanya akan menikah dengan seorang perempuan saja.

"Apakah hanya itu yang ingin anda sampaikan?" Tanya Yoon Jae. Pemuda itu tidak habis pikir, bisa-bisanya gadis berani membuat penawaran atas permintaannya sendiri.

Eun Yeon membuka selubung Jang-ot nya, ditatapnya tajam manik mata Yoon Jae, "Tidak, saya ingin anda berjanji. Anda tidak akan membiarkan ada wanita lain yang menempati hati anda selain saya."

Yoon Jae menatap balik pada manik mata sang gadis yang tinggi tubuhnya tidak melebihi batas bahunya tersebut, rupanya dia benar-benar serius dengan ucapannya.

"Nangja, Apakah saya terlihat seperti seseorang yang pengecut? Jika anda ragu dengan pilihan anda sendiri, bukankah seharusnya anda tidak perlu memberitahu perasaan anda dan meminta saya datang kemari?" Tanya Yoon Jae. Berbincang sejenak dengan Eun Yeon, Yoon Jae bisa menilai betapa arogannya gadis cantik ini.

Eun Yeon tertohok mendengar jawaban Yoon Jae yang terdengar seperti tengah membalik pertanyaannya. Gadis itu tampak menghela nafas dalam. Menyesali permintaan konyolnya.

Yoon Jae mengalihkan pandangannya dari wajah cantik putri sang gubernur, kini Yoon Jae memahami bahwa ternyata gadis ini bukan tipe idealnya. meskipun Eun Yeon memiliki wajah yang bisa membuatnya berdebar, tetapi jika dilihat dari kepribadiannya jelas gadis seperti ini bukan tipe ideal Yoon Jae.

Hening.

Eun Yeon sudah kehabisan kata-kata. Dia tidak bermaksud untuk meragukan pilihannya sendiri, dia hanya butuh untuk diyakinkan. Dia tidak ingin saat menikah nanti, hanya dirinya sendiri yang menyemai cinta. Sedang Yoon Jae tidak. Gadis itu luput, bahwa Yoon Jae yang pernah menjadi lulusan terbaik dalam gwageo, dengan integritas tinggi bahkan terpilih menjadi amhaeng-eosa tentu memiliki prinsip dan kepribadian luhur yang tidak perlu diragukan lagi.

Eun Yeon tertunduk lesu, "Maafkan saya." Ucap Eun Yeon lirih sarat akan penyesalan.

Yoon Jae mengangguk menanggapi permintaan maaf Eun Yeon.

Kini suasana menjadi semakin canggung terlebih keheningan kembali menyelimuti.

"Nangja, apakah masih ada hal lain yang ingin anda sampaikan?" Tanya Yoon Jae, kali ini dengan nada yang lebih lembut.

Mendengar pertanyaan Yoon Jae serta merta Eun Yeon mendongakkan kepalanya, "Saya benar-benar minta maaf. Saya tidak bermaksud meragukan anda maupun pilihan saya sendiri, hanya saja... Ha-hanya saja..." Butiran bening mulai memenuhi kelopak mata Eun Yeon sehingga terlihat berkaca-kaca. Baru kali ini dia merasa terintimidasi seperti ini.

Butiran bening di pelupuk mata Eun Yeon perlahan meleleh melalui celah-celah bulu mata Eun Yeon yang lentik dan membasahi pipinya. "Yeonggam, Saya berjanji, saya akan memperbaiki sikap saya dan akan berusaha menjadi lebih baik lagi kedepannya." ucap Eun Yeon sungguh-sungguh.

Bersamaan dengan tetesan air mata yang membanjiri kedua belah pipi Eun Yeon hancur sudah arogansi yang sudah lama mengakar kuat dalam kepribadiannya. Dia kini tak ubahnya seperti gadis biasa yang membutuhkan perhatian dan cinta.

Yoon Jae tersenyum lega mendengar tekad bulat Eun Yeon. Diambilnya sapu tangan dari balik lengan jubahnya yang lebar dan menyerahkannya kepada Eun Yeon agar bisa digunakan untuk menghapus air matanya.

Sampai beberapa saat keduanya berdiam. Mungkin yang masih bersuara hanya Eun Yeon dengan isak tangisnya. Tak lama kemudian Yoon Jae mengambil jang-ot dari tangan Eun Yeon. Kemudian menyelubungkannya di kepala gadis itu. "Nangja, Pulanglah, sampaikan kepada Gubernur Jo bahwa aku akan melamarmu."

***

Baiknya The End atau To Be Continue ya teman-teman?

Jo Nangja -Endحيث تعيش القصص. اكتشف الآن