42. Atap untuk menetap

68 15 0
                                    

~Masalahmu tidak akan pernah menemukan jalan keluar jika kamu terus lari. Cobalah untuk diam dan pikirkan, cari jalannya, mungkin saja itu ada di sekitarmu. Jika tak kau temukan juga, ketuklah hatimu. Barangkali di sana jalan keluarnya~


Haura latisha, 2021
Pesan untuk Sadam yang tak kunjung ada balasan.

🍂🍂🍂

Kak
Kenapa kakak kasih izin Bang Adam?
Kenapa kakak setuju kalau bang Adam kerja di Malang?
Itu jauh loh, Kak
Bang Adam berangkat malam ini
Kakak gak mau tahan dia biar gak pergi?
Kak
Sudah tidur, kah?
Apa sih yang kakak rasain sampai kakak bisa mendukung kepergian dia?
Kak
Kak
Kalau sudah bangun tolong baca pesan Arash.

Pagi-pagi sudah mendapat pesan beruntun dari Arash. Dari jam delapan malam sudah tidur, mana sempat baca pesan Arash. Terlihat anak itu sangat kecewa, tapi kenapa harus Arash yang kecewa? Kecewa untuk apa? Hanya karena perihal Sadam pergi bekerja ke Malang. Salahnya di mana? Bukankah itu sudah keputusannya sendiri? Aku hanya seseorang yang kebetulan berteman dekat dengan dia. Tugasku hanya mendukung apa yang telah dia pilih.

Tuk.. Tuk.. Tuk..

Mama masuk ke kamar setelah mengetuk pintu karena aku tak menyahut. "Kirain belum bangun. Itu ada adiknya Sadam, samperin gih. Cuci muka dulu," ucap Mama.

Tak biasanya Arash ke sini pagi-pagi. Apa dia mau menanyakan perihal pesannya itu?
Setelah cuci muka, aku hampiri Arash di depan.

Mengambil posisi duduk di sampingnya. Arash masih diam, begitupun aku yang tak ingin memulai lebih dulu pembicaraan.

"Kakak tahu maksud Arash datang ke sini?" aku mengangguk, "apa?"

"Soal Sadam, isi pesan Arash yang semuanya tentang Sadam," ujarku.

"Kenapa kakak kasih izin?" Pertanyaan Arash kenapa seperti ini? Bukankah itu pilihan Sadam? Sadam saja menemuiku hanya untuk pamit, aku sebagai sahabat hanya bisa mendukung saja.

"Arash mau dengar jawaban yang seperti apa dari kakak? Apa alasan yang harus kakak berikan ke Sadam saat dia pamit untuk pergi ke Malang? Kakak gak punya alasan untuk menahan Sadam, kakak gak punya hak untuk melarang Sadam pergi, Dek."

Tatap Arash sendu. Banyak hal yang ingin Arash sampaikan sepertinya. "Kakak tahu kan gimana perasaan bang Adam ke kakak? Kenapa kakak gak biarin Bang Adam di sini? Arash tahu kakak minta Abang buat kerja dulu, cari uang yang banyak buat bahagiain Ibu, banggain ayah, tapi kenapa bang Adam harus memilih Malang, bukan Jakarta? Setidaknya kalau Jakarta, jarak yang ditempuh hanya dua jam, Kak."

Aku menatap Arash bingung. "Jakarta apa? Abang kamu aja bilangnya ke kakak cuma dapat kerjaan di Malang, dan dia mau pamit. Dia ke rumah cuma bilang itu sekalian kasih kue dari Ibu."

"Tunggu deh, Arash jadi bingung. Kemarin itu Bang Adam pamit mau ke rumah kakak buat kasih kabar kalau dia dapat pekerjaan di Malang sama Jakarta, dia nemuin kakak buat minta pendapat kakak, sebaiknya dia ambil tawaran kerja yang mana. Tapi pas pulang, Bang Adam bilang dia pilih Malang dan langsung berangkat tadi malam. Itu kenapa Arash chat kakak terus-terusan, mau tahu yang sebenarnya terjadi apa?"

Sepertinya benar apa kata Rifat, Sadam salah paham. Dia menyimpulkan sendiri apa yang dia lihat kemarin, bahkan dia mengambil keputusannya sendiri dan memilih lari. Sadam menyerah, itu sebabnya dia berkata kalau aku bukan jodohnya.

"Cerita sama Arash, Kak. Sebenarnya apa yang membuat bang Adam memutuskan pilihannya sendiri? Apa ada sesuatu yang buat dia pergi untuk menghindar dari kakak?"

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang