39. Bayangan meresahkan

61 16 0
                                    

Semangkuk mie ayam serta es campur pesanan Kak Lia sudah di meja, aku perhatikan kakak sepupuku ini, bagaimana badannya gak makin melar? Satu mangkuk mie dan es campur untuk dirinya sendiri. Aku sibuk dengan ponsel dan jus buah naga tanpa gula yang sengaja aku buat sendiri di rumah Kak Lia, karena sedari tadi Laras terus saja menelpon aku putuskan untuk menghubunginya balik. Mengirimkan beberapa pesan pada Laras, menanyakan apa alasannya meneleponku sampai beberapa kali.

"Teteh takut kalah saing sama badak?" Kak Lia yang baru saja mau memasukan suapan mie ayam ke mulutnya berhenti dan menatapku.

"Maksudnya?" tanyanya bingung.

"Itu mie ayam sama es campur jadi 20 ribu, Teteh ngutang sama aku. Kalau udah habis bayar ya?" Aku alihkan topik, semata-mata untuk mengingatkan Kak Lia juga kalau makanan itu belum dia ganti uangnya.

Kak Lia mendengus sebal, ia mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah dan memberikannya padaku. "Lunas ya! Sepuluh ribunya dipotong jus buah naga yang kamu minum itu."

Uhuk!

Ini maksudnya balas dendam apa gimana? Sampai tersedak aku mendengarnya. Perhitungan banget, padahal aku tamu di rumahnya.

"Teh, takut kalah gendut dari badak? Makan mie ayam satu mangkuk penuh gitu ditambah es campur juga," ucapku yang tak habis pikir dengan kelakuan kakak sepupuku ini.

Plak!

Aku meringis, merasakan pipiku sakit karena Kak Lia memukulnya dengan sendok. Ah, demi apa itu sendok bekas dia makan mie ayam. Menyebalkan!

"Ma," rengek Raya. Ini dia nih, tersangka yang aku tunggu-tunggu kehadirannya.

"Apa?" jawab Kak Lia masih dengan tatapnya pada makanan.

"Bagi uang, mau beli kuota."

Aku perhatikan Raya lekat-lekat, Raya itu kalau dilihat dari fisik dan wajahnya maupun tingkah lakunya terlihat seperti anak SMP yang normal, gak agresif, baik, gak banyak gaya. Tapi kenapa kelakuannya saat bertemu Arash bisa berubah seperti abege menjijikan, cabe kegatelan?Bahkan sampai berani DM Arash.

"Jangan!" ucapku tiba-tiba. Kak Lia yang baru saja mengeluarkan uang menatapku heran, begitupun dengan Raya.

"Kenapa jangan?" tanya Kak Lia.

"Bukan jangan kasih duit, maksud gue Lo duduk, Ray. Gue mau ngobrol penting."

"Raya mau beli kuota dulu bentar." Aku tahan tangan Raya, menghentikan pergerakannya agar tak pergi dulu.

Aku berdiri, mencekal tangan Raya dan menariknya ke teras luar. Anak itu sempat mencoba melepaskan cekalanku, tapi dengan cepat aku mencekalnya kembali.

"Apa sih, Bi? Kasar banget."

Aku duduk di samping Raya, anak itu tampak kesal denganku. Aku putar tubuhku menghadapnya. "Ray, berhenti DM Arash!"

"Bibi tahu? Bantu aku deket sama Arash dong, Bi." Raya memohon, ekspresinya berubah ketika aku menyebut nama Arash. Aku menggeleng, bukan tak mau membantu, karena memang tidak mau membuat Raya menjadi perempuan yang tidak punya urat malu.

"Ray, bukannya lo punya pacar? Kenapa malah DM Arash? Ini beli kuota buat kepoin Arash?" Raya diam menggigit bibir bawahnya.

"Jangan rendahkan harga diri lo, Ray. Lo masih muda, sekolah yang benar. Gue tahu seusia lo ini selalu ngerasa pengen coba banyak hal, gak mau kalah sama orang lain, tapi gak dengan hal ini. Kenapa lo gak kepo ke pelajaran aja? Gue kasih tahu, Arash bukan tipe orang yang mudah suka sama perempuan, apalagi yang kelakuannya kayak lo. Jangan terlalu agresif, lo gak bakal dapat apa-apa dari Arash, termasuk perhatiannya."

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Donde viven las historias. Descúbrelo ahora