8. PAPARAZI

157 29 5
                                    

Hal yang paling malas dilakukan adalah bangun pagi- pagi, entah bangun pagi karena ada jadwal kuliah pagi, ataupun untuk melaksanakan kewajiban.

Bisikan setannya kenceng banget pasti!

Gak tahu juga sih, kan gak lihat. Tapi emang dasarnya males aja wkwk, kasihan tahu yang jadi setan, disalah- salahin mulu.

Cklek

"Ya Allah ya rabbi, jam berapa ini kak? Bangun gak." Terdengar suara Mama yang nyaring sekali di telinga, tangannya sibuk menarik selimut yang aku pakai.

"Bangun gak? Males banget sih, habis subuh bukannya siap- siap bikin sarapan kek, nyuci kek atau apa gitu, malah tidur lagi."

"Hm, iya iya." Dengan mata yang masih terpejam aku menjawab ucapan mama.

"Kuliah jam berapa, kak?" tanya mama.

"Jam 8 ma," ujarku sambil mengumpulkan sisa- sisa nyawa yang belum pulih.

"Nah loh, kesiangan. Cepet mandi!" suruh mama.

"Emang sekarang jam berapa, ma?" tanyaku sambil mengerjapkan mata, mama mengambil jam yang aku simpan di atas meja.

"Nih lihat." Rasa kantuk hilang saat aku melihat jarum jam menunjukan pukul setengah delapan pagi. Kelabakan mencari handuk, padahal handuk tak pernah aku simpan dimana pun selain jemuran.

Secepat mungkin aku bersiap, setelah itu langsung pamit pada mama. Membawa motor dengan kecepatan yang sedang, takut kalau ngebut. Tetap, keselamatan nomer 1.

Sekarang aku tahu, kenapa kalau setelah sholat subuh jangan suka tidur lagi. Ya seperti ini, kesiangan.

Sampai di kampus, ternyata kelas sudah hampir penuh, bangku yang kosong hanya ada di bagian depan persis depan meja dosen. "Mampus di depan," umpatku. Bukan karena takut sama dosen. Tapi takut gak bisa lanjut tidur di kelas.

Mau tidak mau, aku memilih duduk di bangku yang persis sejajar dengan meja dosen itu. Aku perhatikan sekeliling, ternyata di bagian belakang di tempati beberapa mahasiswi kelas lain yang terbang ke kelasku. "Hhh, pantes penuh, banyak cabe gatel ternyata. Kebiasaan, modus doang nih pasti, caper sama anak- anak," umpatku.

"Pantes mendung, Miss mager kita duduk di depan woy," sindir Rudi, ketua kaum bapak- bapak nyinyir. Ketua kelas tiga semester berturut-turut.

"PELANGI!" teriakku.

"Apaan, Ra?" tanya Laras yang duduk tepat di belakangku, "gak nyambung dodol."

Aku menatap sinis Rudi dan teman- teman yang lain. "BAC*T!" Semua menatapku, lalu kemudian semuanya tertawa.

"Gak usah sok galak, gak usah sok kasar lu Miss mager. Gak cocok," kata Rudi.

Tak aku perdulikan ucapan dari para bapak-bapak nyinyir itu. Kata yang sekarang ingin aku ucapkan hanya 'terserah!'

Setelah mata kuliah riset pemasaran selesai, anak-anak kelas lain sudah keluar kelas, sisanya hanya teman-teman kelasku saja. Tiba-tiba semuanya berdiri, menghampiri aku yang masih sibuk membereskan KHM (Kartu hadir mahasiswa) ke dalam tas.

Si Rudi duduk di meja dosen, Arun menarik paksa Sadam yang sudah sampai pintu kelas untuk masuk kembali dan teman-teman yang lain masih menatapku. "Ck, apaan sih?"

"Dudukin si Sadam woy," suruh Rudi.

"Pada mau rapat apa sih? Gue laper, mau jajan ke depan, cimol bang Juki melambai-lambai Mulu ke gue. Kelas kita ada masalah lagi sama dosen? Atau mau pada nonton? Atau gue mau disidang? Pada tajem amat dah natap gue. Emang gue salah apa?" cerocos Sadam.

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang