(9) putraku

1.3K 75 7
                                    

10 tahun kemudian,

"Selamat pulang, ayah !"

Apabila, Seven membuka pintu kediamannya, suara putra semata wayangnya menyapanya.

"Kamu udah pulang ya ? Kapan kamu tiba ?"
"Ouh, baru aja ! Mirror Knight dan Glenfire menyuruhku pulang ke rumah. Mereka mengomelku terus seperti ibu-ibu dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang dari mendengar ocehan mereka."

Zero menggaruk lehernya yang nggak gatal kerna malu. Semburat merah pada wajahnya mulai terlihat jelas saat Seven memerhatikannya dengan tatapan 'keluarkan-segalanya'.

"Baiklah ! Aku juga pulang kerna merindukanmu dan masakan mu. Aku juga merindukan kehangatan ayahku."
"Anak ayah udah tumbuh besar hehehe.."
"Ouh, apa ayah capek ? Soalnya, aku udah membuatkan minuman koko untukmu !"
"Makasih Zer !"

Zero berlari ke dapur dan Seven duduk di sofa. Seven merehatkan tubuhnya dan menunggu Zero. Zero datang memberikan secawan koko hangat bersama mashmallow di atasnya. Seven menerimanya dan mengucapkan terima kasih pada Zero. Zero mengambil tempat di samping Seven dan memerhatikannya dengan mata yang berbinar.

"Bagaimana rasanya, ayah ?"
"Kokonya lembut dan sebati sementara Mashmallownya seperti mencair bersama koko ini."

Zero berteriak girang dan ketawa senang. Seven memerhatikan Zero dengan tatapan yang sulit diartikan. Zero yang menyadarinya memerhatikan Seven.

"Ada apa ayah ?"
"Nggak ah, rasanya udah lama tidak seperti ini."

Zero yang sentiasa berada di dimensi luar atas arahan Zoffy untuk menyelamatkan alam semesta. Zero juga nggak selalu pulang dan dia selalu menghabiskan masa bertahun-tahun di dimensi asing atau bisa disebut bersama Ultimate Force Zero. Tapi sekarang, Zero berada di samping Seven. Mimpi yang dia mahu menjadi nyata skarang udah dikabulkan.

"Bila kamu mahu pulang ke dimensi luar ?"
"Hmm, menurutku dimensi lain sekarang masih aman dan jika terjadi sesuatu, aku akan melaporkan padamu. Jadi mungkin aku nggak harus gegabah dahulu."
"Yeah, baguslah. Kamu juga harus merehatkan tubuhmu."
"Aish, ayah ! Aku udah besar jadi aku tahu. Jangan merisaukanku ya ?"
"Mungkin kamu udah besar tapi aku berharap kamu menjaga tubuhmu. Itu harapanku."
"Ayah..."

Seven menyentuh Slugger Zero. Dilukis mengikut cork pada slugger itu dwngan tatapan sedih. Ketika itu, Slugger itu nggak bisa melukai tanggannya kerna bukan digunakan untuk bertarung.

"Apa yang ayah lakukan ? Dan ada apa dengan muka itu ?"
"Iya ?"
"Oh, ayah terlihat berlainan ! Ini bukan Ultraseven yang ku kenal !"
"Nggak ah, aku masih memikirkan sesuatu. Kamu udah tumbuh besar ya ?"
"Iya ! Aku akan menjadi besar seperti ayah. Ayah akan melihatnya dan aku juga akan semakin kuat !"
"Maaf.. Kerna aku nggak sempat melihatmu tumbuh membesar.."

Seven nggak tahu udah berapa banyak kali dia mengucapkan maaf pada Zero. Zero yang udah muak mendengar itu segera menatap Seven pada matanya.

"Berhenti mengatakan maaf padaku ayah.. Itu semua udah lepas.. Sekarang ayah harus maju memandang ke depan.."
"Iya, kamu benar.."

Zero sangat baik. Hatinya sangat bersih dan lembut. Seven udah bersedia menerima kemarahan Zero pada waktu itu tetapi, Zero malah berkata, "aku menyayangi ayahku, jadi makasih udah hadir di dalam hidupku". Mungkin jika Seven ditinggalkan seperti dia meninggalkan Zero, hatinya mungkin udah keras. Diusapnya kepala Zero perlahan dan dia memberi senyuman sedihnya.

"Zero.."
"Ada apa ayah ?"
"Tempat mu untuk pulang sentiasa di sini."
"...Oh"

Diletaknya cawan nya dimeja. Zero meletakkan kepalanya di kaki Seven sambil Seven mengusapnya pelan sambil mengumankan lagu dengan lembut.


























70 parent-and-child Where stories live. Discover now