XLIV

16.9K 1.9K 167
                                    

           "Bagaimana rasanya? Aku belum sempat coba," Mikael bertanya kepada Rose yang sedang duduk di kitchen island dan mengunyah daging masakannya malam ini.

            "What do you call this?" tanya Rose setelah ia menelan.

            Mikael menjawab dengan polos, "Iga bakar?"

            Rose menatap Mikael dan piringnya secara bergantian sebelum tertawa pelan dan berkata, "Well, ya, tidak salah juga. Tetapi ini seharusnya disebut sebagai rib eye steak yang rasanya seperti kamu makan di Angus. This is hardly called Indonesian."

             "Are you kidding? Astaga, kenapa makanan Indonesia susah sekali," gerutu Mikael seperti anak kecil sehingga Rose semakin tertawa. 

             "Habisnya kamu kasih mushroom sauce. Iga bakar itu harusnya pakai sambal ulek."

             "Sambal yang dibuat pake cobek batu gitu?"

             "Yes but don't even think about it. Not even a split second."  Rose mengangkat jari telunjuknya dan menggeleng kuat-kuat. 

             "Aku belum gila untuk meminta kamu mengulek sambal, oke? Aku menyayangi Tante Yana dan aku tidak mungkin membuat tangan mulus anak laki-laki kebanggaannya menjadi kasar karena memegang batu ulekan," sambung Rose.

             Mikael menatap wanita itu dan menahan senyumnya ketika menjawab, "Padahal aku tidak keberatan kalau kamu memang menginginkan itu."

             Rose membuka mulut untuk berbicara tetapi ia menutupnya lagi dan diam beberapa saat, sementara Mikael yang berdiri di seberang meja kitchen island menunggu balasannya. 

             "Why are you doing all of this, Mikael? Bagian kamu memenuhi keinginan aku tidak ada di dalam perjanjian," Rose berkata sambil menunduk memandangi garpunya dan kali ini ia terdengar pelan namun serius. 

             "Aku menjalankan status aku sebagai suami kamu dan itu ada di perjanjian, Rose."

             "C'mon, you can do better, Michael Leclair. Aku mau alasan yang jelas."

             Mikael menghela napasnya dan melepaskan garpu dari tangan Rose sehingga wanita itu membalas tatapannya. 

             "There," ucap Mikael lalu menjulurkan tangan untuk menahan dagu Rose. "Lihat aku ketika kamu bicara kepadaku, Rose."

             "Fine, you get it, Sir," jawab Rose dan Mikael menggeram dalam hati ketika Rose menggigit bibirnya dengan tidak sadar demi menahan gugup.

             Sebisa mungkin Mikael menenangkan diri dan menepis desiran aneh di dadanya. Ia ingin mengumpat ketika sekarang justru ia yang ingin mengalihkan pandangan karena jantungnya berdetak lebih cepat. 

              "Look, aku menggunakan kamu untuk kepentingan aku dan kamu pun begitu. Biasanya kamu lari dari Raeden ke penthouse aku, tapi saat ini dia tidak ada di sini dan kamu aman, Rose. And to keep myself useful in our partnership, memenuhi keinginan kamu adalah hal yang paling mudah dilakukan."

              Mikael melanjutkan, "Aku rasa, aku hanya ingin melihat dan membuat kamu senang selagi ada waktu. I want to see you as happy as possible when you're with me, Rose, karena aku tahu kamu tidak bisa mendapatkan itu ketika kamu bersama Raeden."

              Rose merasa wajahnya berubah menjadi merah padam dan ia sekali lagi ingin menunduk tetapi tangan Mikael masih menahan dagunya. 

              "You see that? Apa kamu lupa sedetik yang lalu aku bicara apa? Aku mau melihat kamu bahagia, Rose. Jangan menunduk, ya?"

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Where stories live. Discover now