09. pelanggaran

21 7 1
                                    

Tok! Tok! Tok!

Suara seseorang mengetuk pintu kamar Cia membuat sang empunya menoleh, gadis itu lanjut membenarkan dasinya. Ia sama sekali tak ak mengubris panggilan dari balik pintu tersebut.

Mendengar tak adaa sahutan dari dalam sana, sang kakak berinisiatif membuka nya. Ia mengintip dari celah pintu melihat adiknya terlihat murung tak seperti biasanya.

"Dek... Kakak udah buatin roti, sama susu di bawah" ucap Jihan dengan senyuman lebar tetapi Cia hanya terdiam. Hal itu sontak membuka Jihan mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa sih Ci? Kamu marah sama kakak?" tanyanya kepada Cia, gadis itu tak menjawab malah sibuk memakai jaketnya dan mengambil tas hitamnya.

"Menurut lo?" Cia bertanya balik, sungguh ia tak ingin marah untuk sekarang. Tetapi mengingat kemarin kakaknya tak memberitahukan nya tentang halaman akan di rombak membuat ia menjadi kesal.

"Ya gimana kakak bisa tau kalo kamu ga ngomong," ujarnya dengan nada heran tetapi Cia menatapnya tajam. "Kenapa kemarin Kakak gak bilang ke Cia kalo taman depan mau di renovasi? kakak tau kan itu tempat favorit kita sama mama?!" jelasnya.

Hal itu membuat Jihan menghela nafasnya pelan. "Bisa gak kamu jangan kayak anak kecil, masalah itu doang loh, lagian nanti bakalan di bikin lebih bagus lagi"

"Iya sampe dihancurin, dibikin bagus buat ngerayain ulang tahun anak kesayangan papa!" ujar gadis itu penuh tekanan dan melanjutkan langkah nya menuruni anak tangga.

"Valencia!"

Panggilan dari Jihan tak membuat gadis itu menghentikan langkahnya, justru ia malah berjalan keluar rumah, tanpa sarapan seperti pagi-pagi biasanya.

Ia berjalan ke depan, dengan wajah datar, sesekali ia menatap beberapa tukang tengah mengerjakan pekerjaannya, para tukang tersebut tersenyum bahkan menyapa nya tetapi Cia angkuh, ia tak membalasnya lantaran kesal dengan se isi rumahnya.

Cia tau, mereka hanya sebagai pekerja. Dan tak seharusnya gadis itu ikut membenci mereka. Hanya saja Cia merasa sakit hati, mungkin gadis itu harus pergi dari sini dan segera menenangkan hati nya di sekolah untuk sementara.

Tetapi Cia menghentikan langkahnya, saat melihat seorang gadis dengan seragam dan cardigan yang tak asing dilihatnya, sedang berbicara dengan laki-laki mengenakan motor ninja.

"Celin? Ngapain dia sama cowok?"

Matanya melotot. Cia menunduk, lalu berjalan mengendap-endap ke depan agar melihat lebih jelas siapa yang sedang Celin temui.

Tetapi, ia sama sekali tak mengenalinya, hingga niat jahat pun muncul di otak gadis itu. Ia mengambil ponsel, lalu memotret mereka berdua dengan harapan Papanya akan marah melihat foto tersebut.

Karena mengingat Papanya dulu sempat memarahinya saat Cia kepergok berpacan. Papanya membandingkan dia dengan Celin.

Dan berkata bahwa Celin tidak pernah memikirkan tentang cinta, apalagi untuk berpacaran itu tidak akan pernah karena dia hanya fokus pada sekolah nya. Arman juga melarang Celin untuk berpacaran agar study nya tidak terganggu.

Tetapi apakah setelah melihat foto ini, opini papanya akan tetap sama?

Saat asik memotret Celin menoleh membuat Cia kalang kabut, dia bersembunyi di belakang tong sampah dengan wajah panik.

Tetapi beruntung nya, gadis itu tak melihat nya dan Celin pun segera menaiki motor laki-laki terebut dengan sangat laju.

***

Salah Siapa?Donde viven las historias. Descúbrelo ahora