10. Jebakan

20 8 15
                                    

Bel sekolah berbunyi, menandakan bahwa jam pelajaran telah selesai. Para siswa bergegas meninggalkan ruang kelas dan menyisahkan dua orang di dalam sana.

"Heh Reano, udah ayo pulang anjir!" Teriak seorang laki-laki di depan pintu, hal itu sontak membuat sang empunya menatap tajam. "Kerjain di rumah aja! Lo mau nginep di sini hah?" Ares mengacak-acak rambutnya lantaran Rean tak mendengarkan nya.

Sontak iapun berjalan menghampiri nya dan tak jadi meninggalkan laki-laki itu sendirian.

"Pulang tinggal pulang! Gue masih sisa dua soal lagi!" jelasnya menyuruh laki-laki itu tak banyak bicara dan segera pergi dari sini. Tetapi Ares berdesis. Bukan karena tak tega meninggalkan temannya sendirian tetapi ia berniat untuk menumpang karena motornya sedang dalam perbaikan.

"Gak usah khawatir sama gue!"

"Siapa yang khawatir, orang gue mau numpang," ucap nya ragu-ragu sontak membuat Rean menatapnya sinis.

"Boleh kan? Heheh" mohon Ares kepada Rean, laki-laki itu sontak menyuruh Ares untuk duduk.

"Yaudah tunggu bentar."

Ares duduk di depan Rean, mengamati kertas coretan milik laki-laki itu. Melihat Rean sangat rajin membuat ia menggeleng perlahan, dan tersadar bahwa pantas jika laki-laki itu di kenal banyak orang, pintar bahkan sering mendapatkan pujian para guru.

Karena kerja kerasnya juga tidak main-main, bahkan waktu yang seharusnya di buat untuk beristirahat anak sma pada umumnya. Laki-laki itu malah masih bergelut dengan tugas-tugas nya.

Dia tersenyum tips melihat laki-laki itu seperti dirinya pada saat kecil, benar-benar ambis tetapi setelah ia masuk entah mengapa minat belajar nya menjadi menurun. Dia bahkan cenderung mengalah dan memilih menjadi murid biasa, daripada bersaing dengan murid unggulan.

Saat melihat laki-laki itu menyalin buku dengan sampul berbeda membuat nya penasaran. "Bentar deh! Ini punya siapa?" tanya nya menghentikan aktivitas menulis Rean.

"Lo ngerjain punya Arga?" Rean menyahut buku tersebut sambil menutupi kepanikan nya. "Iya, tadi pas ulangan gue ada yang belum, dia bantuin gue jawab soalnya. Dan sebagai gantinya gue bantuin di ngerjain PR" jawab Rean tentu saja berbohong.

"Ohh... Gitu, tapi tadi soalnya gak sulit-sulit banget, masa sih juara umum matematika gak bisa?" Ares menggaruk lehernya sedikit tidak percaya membuat Rean tiba-tiba tersedak.

"Ahh masa sih, orang susah anjir, nomor tiga tadi gue lama banget jawab nya, jadi gue minta tolong Arga."

Mendengar hal tersebut Ares hanya mengangguk mengiyakan, tapi kenapa harus tidak percaya? Arga juga sebenarnya pintar dalam matematika. Siapa tau Rean sedang blunder saat tadi, dan tidak tau jawabannya. Bisa saja batinnya.

"Terus kenapa gak ngerjain di rumah aja sih? Lo ga takut apa di sini ada hantu!" tanyanya membuat Rean menutup bukunya lumayan kencang. "Mana ada hantu sore sore gini!" bantah Rean sambil mengemasi buku-bukunya. "Ayo balik."

"Dih tiba-tiba udah selesai aja, ahh... Lo takut kan." tebak Ares sambil terkekeh membuat Rean menjitak kepala laki-laki itu.

"Gue udah selesai ngerjain nya." ucap Rean.

Ares yang tak percaya pun langsung membuka buku tersebut untuk memastikan nya. "Coba liat"

"Eh monyet ngapain gue boho-"

"Ahh boong, lo pura-pura udah selesai, karena lo takut kan sama hantu yang pernah bunuh diri di sini."

Reano terdiam. Ia menelan salivanya susah payah, siapa yang laki-laki itu maksud?
Hantu yang pernah bunuh diri apa itu kakaknya?

Salah Siapa?Where stories live. Discover now