04 - Kronis

13.8K 1.8K 52
                                    

"Cinta terbaik adalah jenis yang membangkitkan jiwa dan membuat kita meraih lebih banyak, yang menanam api di hati kita dan membawa kedamaian dalam pikiran kita."
—Antariksa—



Taruhan berkedok sparing beberapa menit lagi di mulai. Tribun di lapangan indoor sudah dipenuhi penonton. Beberapa anak basket SMA Dirgantara ternyata sudah mengumumkan pertandingan ini di speaker sekolah. Tidak heran jika para siswa berbondong-bondong ikut menonton pertandingan basket antara SMA Dirgantara dan SMA Antara.

Disisi lain, Rasel lagi sibuk ngomelin Abim. Mulutnya tak berhenti mengucapkan sumpah serapah untuk sahabatnya itu.

Gila aja, Rasel beneran dijadiin bahan taruhan. Mau taruh dimana harga diri Rasel yang udah diskonan gini? Haduh, kalo beneran kalah taruhan gimana? Rasel ga punya uang buat masuk SMA elit begitu.

"Lo tuh ya tolol banget jadi cowo! Gue ga mau satu sekolah sama Serkan. SPPnya aja sampe 30 juta perbulan, mikir kek anjir. Masa gue harus cari sugar daddy dulu biar bisa sekolah?!" Omelan Rasel belum berhenti, ia masih terus gencar memarahi Abim yang wajahnya keliatan udah sepet banget.

Gimana gak bete, Rasel udah 30 menit ngomelin Abim tanpa jeda. Abim yang udah pusing nyusun strategi tim malah ditambah pusing lagi begitu dengerin suara cempreng Rasel.

"Yaudahlah Sel, kita ga bakal kalah kok," Mamet, teman satu sekolahnya sekaligus anggota basket, berusaha menenangkan amarah Rasel.

"Iya Sel, lagi juga kapan sih Abim kalah taruhan? Pasti menang ini mah. Dirgantara tuh bacot doang gede." Asep menimpali dengan gaya sombong yang udah mirip boboho.

"Ah bacot lu semua! Pokoknya awas aja kalo sampe kita kalah sparing, gue bakalan ngebakar mayat lo sampe jadi abu!" Rasel ngancem ke empat rekan se-timnya.

"Tenang aja... Kalo ada gue, apa sih yang gagal." Abim mulai bersuara.

Rasel memajukan bibirnya sebal. Tetap saja, walaupun mereka jago dalam permainan basket, tapi takdir tidak ada yang tahu kan? Kalah menang juga bisa hoki-hoki an.

Abim menoleh kecil ke Rasel. Sahabatnya itu merajuk, ia tahu itu. Tapi ekspresi merajuk Rasel justru bukan membuatnya merasa bersalah, Abim malah makin gemas dibuatnya.

Bibir merah muda Rasel yang tipis itu benar-benar menggoda dimata Abim. Ditambah lagi tentang pakaian Rasel,baju basket khas SMA Antara menjadi semakin bagus bila dipakai olehnya. Abim ga tahan buat gak nyubit sahabatnya itu sekarang juga.

"Jangan manyun gitu ih, nanti banyak yang suka!" Abim mencubit bibir Rasel gemas.

"Ishh, sakit bego." Rasel menendang pantat Abim kesal.

Kebiasaan Abim emang suka nyubit-nyubitin Rasel. Gak di pipi, gak di bibir, pokoknya hampir setiap inchi tubuh Rasel tuh selalu jadi bahan cubitan Abim. Sasaran paling sering ya di pipi, ga heran kalo tiap hari pipi Rasel makin chubby. Semuanya gara-gara Abim!

"Lo kalo gemes sama gue, noh mending lampiasin ke Serkan. Dia gemes juga!" Rasel mengangkat dagunya menunjuk ke makhluk jadi-jadian bernama Serkan yang berada di seberang lapangan.

"—Gemes minta ditabok maksudnya!" Rasel menjulurkan lidahnya mengejek ke arah Abim. Abim yang dipeletin udah ancang-ancang buat nyubitin Rasel lagi, tapi dengan secepat kilat Rasel menjauh menghindari Abim.

"Hahahaha gue tau isi otak lo, Bim!" Rasel sedikit teriak saat bener-bener udah jauh dari Abim.

Sahabatnya itu berdecak kesal. Ngeladenin Rasel mah ga ada habisnya, buang-buang tenaga doang.

"Ayo mulai pertandingannya." Wasit kini mulai menyuruh seluruh pemain untuk berkumpul di titik lapangan. Rasel yang denger suara peluit langsung mendekat ikut berbaris sejajar dengan timnya.

Kedua tim kini berjabat tangan sebelum sparing di mulai. Rasel berjabat tangan dengan para pemain dari Dirgantara. Tetapi begitu kini giliran ia dan Serkan yang berjabat tangan, cowo itu malah tersenyum kecil dan menarik Rasel ke pelukannya.

Rasel kaget. Badannya langsung jatuh ke dada bidang Serkan. Pelukan Serkan mengerat, kemudian bertambah erat dan justru membuat Rasel terhimpit oleh tubuh besar Serkan. Rasel butuh oksigen tolong!

"Ini akibatnya lo berani deketin adek gue. Gue pastiin tim lo bakal kalah." Suara bisikan Serkan menggema di daun telinganya. Bulu kuduk Rasel menegang begitu mendengar hembusan nafas Serkan yang sangat dekat di depan telinganya.

Pelukan serkan lalu terlepas begitu saja. Remaja itu berjalan kembali ke tempatnya meninggalkan Rasel yang masih mematung.

"Woy Sel. Mundurr!" Tiras menarik tangan Rasel untuk kembali ke posisi awal. Rasel langsung terbangun dari alam bawah sadarnya.

Ia kembali menatap Serkan yang kini tersenyum remeh. Jadi, alasan Serkan mau Rasel pindah ke sekolahnya karena mau balas dendam? Cuma gara-gara Rasel ngobrol sama Tyas?

Hah yang bener aja. Berlebihan banget kalo sampai jawaban iya.

"Lu guard Sel, jaga depan. Nanti gue jadi point guard nya." Abim mendorong tubuh Rasel maju ke depan untuk merebut bola pertama. Dilihatnya perwakilan dari SMA Dirgantara ada Raka sebagai oposisi.

Sang wasit langsung meniupkan pluit dan melemparkan bola basket ke atas. Raka dan Rasel saling meloncat untuk merebut bola pertama, tapi karena kalah tinggi, Bola tersebut jatuh ke tangan Raka.

Pertandingan dimulai, Dirgantara dan Antara saling menyerang point satu sama lain. Sparing kali ini berbeda dari biasanya, semua pemain serius memperebutkan bola. Penonton di tribun semakin histeris saat Serkan mencetak angka ke ring lawan.

"Woahhh Serkan!!!"

"Keren banget anjir.."

"Serkan ganteng banget aaaa!!"

Ya kira-kira begitulah suasana di Tribun. Ramai bersorak para wanita untuk seorang Serkan Ananta. Bahkan beberapa laki-laki belok juga ikut menyemangati Serkan.

Hal itu justru membuat Rasel makin kesal. Dipikirnya Serkan terlalu tebar pesona karena selalu merebut kesempatan untuk mencetak angka. Cih, three point juga Rasel bisa!

"Sel, shoot cepet." Abim mengoper bolanya ke Rasel dan,

Hop!

'TEEETTT'

Rasel berhasil mencetak threepoint setelahnya. Point keduanya kini 40:40, SERI!

Terdengar suara fans Serkan yang mulai mengeluh menyumpahi Rasel yang membuat alur pertandingan menjadi berbanding terbalik.

"WOAH, Ace nih!" Asep memukul punggung Rasel bersahabat.

Rasel tersenyum bangga. Tuh kan bener, three point aja gampang banget baginya. Jangan salah, walaupun tubuhnya pendek, Rasel itu jago basket!

"Semangat Acel!" Memet menyemangati Rasel dari belakang. Mereka mulai kembali merebut bola basket yang kini masih di tangan lawan.

Pertandingan masih berlanjut, tapi yang jadi masalah..perutnya bergejolak lapar daritadi. Lambungnya terasa dililit oleh tali. Sakit banget..

"Arghh.." Rasel meringis pelan.

Sialan, kenapa maag nya harus kambuh disaat genting begini sih

Rasel memukul perutnya berusaha bertahan sebentar lagi. Dipaksakannya berlari mengejar bola yang kini berada di tangan Serkan. Namun sedetik sebelum ia berhasil merebutnya, tubuh Rasel ambruk ke lantai. Hal itu membuat Serkan dan penonton terkaget.

"Sel? Rasel?" Serkan langsung mengoper bola yang dipegangnya ke Raka. Ia menepuk pipi Rasel berusaha menyadarkan remaja manis itu.

Pandangan Rasel memburam. Ia memang mendengar suara Serkan memanggil namanya, namun tenaga Rasel sudah terkuras habis. Sedetik kemudian hanya kegelapan yang dirasanya.

Rasel pingsan di tengah pertandingan.


-
-
-
-
-

To be continue

Halo readers! Jangan lupa komen dan vote yaa, Xera apresiasi banget kalo ada yang mau komen atau ngasih saran hihi 🖤

ANTARIKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang