11 - Kenapa Dia Disini?

5.2K 505 42
                                    

"Manusia memang hanya perlu perjalan diatas garis takdir, namun garis takdir mana yang harus dilewati, itulah pilihan manusia."

—Antariksa—


Happy Reading!



Hari ini weekend, yang pastinya tidak ada kegiatan semacam 'belajar' di pagi hari. Minggu memang waktu terbaik Rasel bermanja ria di kasur empuknya. AC dengan suhu rendah, selimut yang nyaman, juga dengan alarm yang sengaja tidak dinyalakan di pagi hari; semua itu adalah kompilasi terbaik untuk melanjutkan acara tidur cantiknya.

Baru aja Rasel berniat memasuki dunia mimpi, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Sempat ia berusaha menutup telinga agar tidak mendengar suara bel itu, namun hasilnya nihil. Suara bel terus mengganggu pendengarannya di pagi hari dan merusak rencana indahnya untuk tidur kembali.

"Bunda, kenapa gak di buka pintunya?" Rasel mencibir pelan sembari melangkah gontai menuju ruang tamu. Tangannya kemudian membuka pintu untuk melihat tamu sialan mana yang berani datang mengganggu akhir pekannya.

"Pagi, Rasel."

Tunggu—suara berat itu, bahkan dengan nada yang sama. Apakah Rasel sedang berhalusinasi sekarang? mengapa suaranya mirip dengan cowo tolol yang sempet ninggalin Rasel pas check-in di hotel.

Lelaki bermata kucing itu mengusap matanya kasar, memastikan bahwa pemandangan yang ia lihat di depannya kini bukanlah mimpi belaka.

"Lo—" Rasel mengatup bibirnya rapat-rapat. Matanya memanas saat melihat senyuman miring yang diberikan lawan bicaranya itu.

"Ada bunda di rumah?" Lelaki itu bertanya ramah, menghiraukan Rasel yang kini menatapnya tidak suka,

lebih tepatnya b e n c i.

Kenapa Serkan bisa ada disini?!

"Ga ada, pulang aja sana. Bunda ga nerima tamu hari ini!" Teriak Rasel dengan wajah kesal yang ketara. Ia bahkan tidak menyadari bahwa suaranya sudah terdengar hingga ke dalam kamar Bundanya.

Merasa ada yang tidak beres, perempuan cantik yang mendengar suara putranya berteriak, langsung menghampiri sumber suara.

"Kenapa Cel, ada tamu kok diteriakin? Suruh masuk dong.." suara halus Bunda mengejutkan kedua insan yang kini saling menatap kemusuhan. Wanita yang sudah berkepala empat itu berjalan menghampiri keduanya.

"Gausah Bun, katanya dia salah alamat." Rasel menatap sinis lelaki di hadapannya, berharap yang disindir segera pergi dari rumahnya. Namun lelaki jangkung itu justru tersenyum manis mendengar ucapan Rasel.

"Enggak kok Tante, saya kesini mau bertamu, sekalian mau main sama Rasel."

Lelaki manis yang disebut namanya itu langsung melotot tidak terima. Semuanya saja sudah terasa janggal. Semenjak hari kemarin insiden terjadi, Rasel sudah paten mengurung diri. Dia sudah memblacklist segala hal tentang Serkan dalam hidupnya. Namun lelucon apa yang menimpa hidupnya, entah dukun mana yang mengirimkan sesajen macam Serkan di minggu pagi.

Sementara itu Bunda Rasel juga sama terkejutnya, ia merasa familiar dengan wajah anak laki-laki dihadapannya ini.

"Lohhh, ini kan anaknya Pak Aris? Serkan, anak sulung kan?"

Sekarang Rasel lebih terkejut.

LAH KOK BUNDA KENAL SERKAN?!

"Iya Tante, saya anak sulungnya." Serkan masih dengan senyum lebarnya itu menjabat tangan calon ibu mertuanya dengan sopan. Hehe, ngarep dikit gapapa lah—batin Serkan.

ANTARIKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang