8- Nyanyian Hujan

7.2K 897 93
                                    


Saat itu, Gatra tengah duduk diteras belakang rumah sambil mengamati Bunda yang tengah menyirami tanaman dengan ponsel ditelinga. Senyumnya sesekali mengembang saat tau bahwa yang Bunda hubungi adalah Ayah, meski topik yang dibicarakan sudah pasti tentang Rajuna, kabarnya, kehidupannya. Bunda bahkan bertanya, apa Ayah bersikap baik pada Rajuna?

Gatra berdecih, raja sekali sampai diperlakukan sebegitu spesial.

Ayah mengadu anak itu keluyuran. Ayah tidak bohong, ia tadi bertemu dengan anak itu disupermarket. Ayah juga bilang anak itu bandel, kalau misal penyakitnya kambuh, itu kesalahannya sendiri. Memangnya Rajuna sakit apa?

Lalu lama-lama wajah Bunda terlihat fokus, kemudian tegang sebelum akhirnya memekik panik nama Rajuna lalu membuang selang air sembarangan tanpa ingat untuk mematikan airnya. Wanita itu berlari masuk ke dalam rumah, memasang jaket tipis dan memaikai tas kecil lalu menyeret Gatra ke mobil.

"Rajuna masuk rumah sakit!"

Begitulah ceritanya bagaimana bisa Gatra berakhir di sini, menenangkan Bunda yang menangis keras dan Ayah yang masih berdiri mengintip Rajuna yang tengah diberikan pertolongan. Sudah berkali-kali Gatra meminta Bunda untuk duduk sejenak dan mengambil nafas agar tenang, namun monitor jantung Rajuna benar-benar mengganggu. Bahkan kali inipun mengganggu kesadarannya.

Gatra tidak tau ia menangis untuk apa. Entah karena tubuh kecil sang Adik yang tengah diberikan CPR dan kejut jantung bergantian dengan bunyi monitor dengan tempo yang cepat, atau tangis Bunda yang terdengar memilukan dari pada suara musik tersedih didunia.

Namun, Gatra tidak bodoh untuk mengetahui fakta bahwa Adiknya sekarat.

Adegan menegangkan nan dramatis ini hanya biasa ia lihat difilm-film. Namun tidak pernah sekalipun ia membayangkan akan berada dititik ini. Sangat menyeramkan, hingga mampu membuat seluruh tubuhnya bergetar, detak jantungnya terpompa lebih cepat dan pikiran yang berhenti berkerja. Semua orang menjadi panik, bahkan Ayah yang terlihat tidak menunjukan emosi menggenggam erat apapun yang ada didepannya dengan pandangan lurus terhadap putra bungsunya.

Bunda nyaris pingsan saat tiga tenaga medis itu akhirnya berhenti memompa dada adiknya dan bunyi monitor perlahan stabil. Semua alat-alat langsung dipasangkan keseluruh tubuh Rajuna, meski anak itu masih terlelap dalam tidurnya. Penampakannya kini benar-benar sangat menyeramkan dimata Gatra, seolah-olah Rajuna akan hilang bila ia melepas salah satu alat medisnya.

Seorang Dokter tiba-tiba merunduk, kemudian menangis memeluk tubuh kecil Rajuna. Mengucapkan beribu-ribu terimakasih untuk tetap bertahan, bahkan ia tidak sanggup memasang alat-alat tadi karena jemarinya ikutan bergetar.

"Om Reihan ikut saya dulu," ujarnya sopan. Sembab dimatanya masih ketara.

Bunda otomatis mengekor dengan tangan yang terus-terusan mengelus dada, Gatra mungkin tidak bisa membayangkan betapa menakutkannya kehilangan seorang anak, namun nyaris kehilangan Rajunapun sudah cukup menyeramkan.

Gatra mendekat ke samping ranjang pesakitan Rajuna. Anak itu masih menggunakan putih abu-abu, meski kemejanya sudah dirobek paksa Dokter tadi. Wajahnya yang sudah pucat, makin pucat. Wajahnya yang sudah lelah, makin lelah. Ruangan ini mendadak sunyi meski UGD masih sibuk-sibuknya. Beberapa percakapan para tenaga medis yang Gatra dengar, Adiknya untuk sementara waktu akan tetap di UGD sampai benar-benar stabil sebelum memindahkannya keruang rawat. Samar-samar, ia juga menedengar seberapa parah penyakit yang menggerogoti tubuh Rajuna.

"Lo kenapa?"

"Biasalah," jawab Rajuna seadanya.

"Lo sakit?"

ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ