20- Rasa Takut

5.3K 709 38
                                    

Maha Dahsyatnya kekuatan Tuhan yang mampu menyatukan kembali semua anggota keluarganya ditengah-tengah senja oranye yang terhampar dilangit sore ini. Angin semilir bergantian menerpa kulit tipis Rajuna yang dibalut jaket dua lapis, jaket yang ia kenakan dari awal dan jaket Gatra yang dengan inisiatif ia cantolkan dibahu sempitnya.

Senyum dibibir kering Rajuna terpatri, kali ini senyum yang terlihat kalem dan manis, bukan senyum Jenaka yang diselingi tawa menyebalkan. Hanya senyum manis dan binar matanya yang kelap-kerlip memandang pantulan langit diatas air danau yang hijau.

Reihan yang duduk lumayan berjarak dibelakang hanya terpaku pada ekspresi Rajuna. Ekspresi yang sudah hilang dari memorinya, entah kapan terakhir kali putra bungsunya tersenyum dengan leluasa tanpa menyembunyikan semua sakit dan luka. Pria itu kembali mengingat-ingat, dari mana semua kekacauan ini berasal? Apa benar saat Rajuna menceritakan ketakutannya pada sang Bunda? Atau ada satu momen lagi dimana semua kekacauan ini lahir dan menimbulkan prahara.

Karena wajah jelita Wenda dibawah cahaya matahari tenggelam adalah mahakarya Tuhan yang pernah membuatnya tergila-gila dan jatuh kepada orang yang sama berkali-kali. Bahkan hingga sekarang, rasa itu masih sama. Namun saat netranya kembali memandang kedua putranya, hatinya kembali teriris dan sesak.

Apakah mereka perlu kembali atau tidak.

"Lo mau ngelukis gak?" tanya Gatra. Rajuna menoleh, melihat sang Kakak yang sudah memegang kanvas dan kuas ditangan. Namun ia menggeleng. Memang, duduk sambil mengabadikan keindahan alam lewat cat dan kuas adalah gayanya. Tapi untuk sekarang, tidak. Ia tidak mau kehilangan momentum.

Aneh, entah kenapa hari ini Rajuna banyak diam, tidak seperti biasanya yang akan mengomel dan berbicara ngalur ngidul. Lalu membicarakan hal-hal yang tidak masuk akal, aneh hari ini ia—

"Gue takut kalau mandi di sungai terus ada hiu gigit gue."

Betul juga, kalau Rajuna tidak membicarakan omong kosong, itu artinya NASA berhasil menemukan planet baru untuk manusia tinggali selain bumi kita tercinta ini.

Seperti biasa pula, Gatra hanya akan menyahut seadanya, sebisanya, dan semaunya. "Hiu tinggal di laut."

"Kenapa dia gak bisa tinggal di sungai?" tanya Rajuna lagi.

"Ck, lo anak SD apa? Ya karna air sungai gak asin."

"Siapa bilang?! Orang-orang yang deket sungai gitu kalau abis keringetan terus mandi ke sungai kan membuat kadar asam dalam sungai meningkat."

Gatra menelan salivanya lamat-lamat. Bunda sudah tertawa terbahak-bahak, begitu pula dengan Ayah yang terkekeh samar dibelakang. Sedangkan Rajuna, wajahnya bingung parah.

"Gak gitu konsepnya."

"Terus gimana?"

"Gue tadi bilang asam apa asin sih?!" decak Gatra frustrasi.

"Okey..okey, gue ganti pertanyaannya. Kenapa Hiu tinggalnya di laut?"

Gatra mendengus, benar-benar tidak kuat.

"Ya lo tanya aja sono sama yang nyiptain!" sahutnya kesal luar biasa.

"Oke, ntar gue tanya."

"Lo tau gak nanya siapa?"

"Tuhan 'kan? Iya nanti gue tanya."

"Bundaaaa!" rengek Gatra ujung-ujungnya lari kepangkuan Bunda dengan nada frustrasi.

"Jangan buat Kak Gatramu bingung, Juna," tegur Bunda.

Yang ditegur hanya tersenyum simpul kemudian terkekeh pelan.

Ngomong-ngomong kenapa bisa ia diizinkan kemari, Bunda dan Dokter Terri ada perdebatan panjang semalam. Tentang boleh atau tidak Rajuna kemari dengan kondisi yang tidak memungkinkan. Terri membolehkan, sudah lama semenjak Rajuna menghirup nafas segar setelah bergelut dengan bau alkohol di dalam rumah. Menurut Terri, Rajuna juga perlu berfikir jernih.

ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]Where stories live. Discover now