Kesal

6.7K 919 14
                                    

Cuma mau ngingetin nih temen-temen.

Kalian yang baca cerita aku plis sempetin lima detik aja vote cerita aku. Satu vote dari kalian itu bisa menambah semangat aku untuk menulis cerita yang lebih bagus lagi🤗

Dan sebelumnya yang sudah memberikan vote setelah membaca, aku ucapkan terima kasih banget buat kalian❤

Oh ya satu lagi, share cerita ini ke temen kalian ya, supaya cerita ini makin dikenal dan dibaca banyak orang. Thank You🌸

~

"Siapa sih pagi-pagi bunyiin bel terus? Udah tau gue baru mandi!" Vero yang baru saja mandi, membuka pintu apartemennya. Dia kaget melihat Vira dan Bryan berada di depan apartemennya pagi-pagi seperti ini.

Bryan dengan muka ditekuk, berjalan masuk menerobos dan melewati Vero. "Masuk!" Vira masuk dengan sedikit berlari. Dia terpana melihat apartemen Vero yang sangat rapi layaknya diurus oleh perempuan.

"Gue nggak yakin ini lo yang ngerapiin,"

"Serah!" Vero membuka kulkas dan memberikan sekotak susu stroberi ke Vira. Vira tersenyum senang melihat susu kesukaannya. Ia dengan cepat menancapkan sedotannya dan menyedot susu itu.

"Ngapain lo berdua pagi-pagi begini dateng?" Bryan yang sedang tiduran dengan tangan menutup matanya, menjawab, "Tuh kerjaan si curut!"

"APA?!"

"Vira? Kenapa dia emang?"

"Ngerengek mulu dari kemaren. Bryan ayo ke apartemen Vero, ayo!" Bryan menirukan Vira saat merengek kepadanya. Vira berdecih, kemudian memeletkan lidahnya.

"Lu udah sarapan belum?" Bryan menggelengkan kepalanya. Vero mengambil dua lembar roti tawar dan ia olesi selai blueberry. "Makan!"

Bryan membuka matanya. Setelah duduk, ia segera memakan roti buatan Vero tadi. Sambil makan, ia mengamati apartemen Vero.

"Ayo berangkat, lo bawa motor?"

"Bawa."

"Vir, lo mau bareng siapa?"

"Bareng lo aja deh, males gue ama blasteran jin. Mending-mending blasteran Jin BTS, lah ini, blasteran jin tomang!"

"Sekate-kate lu kalo ngomong!"

"UDAH, ayo berangkat!" Vero berjalan mendahului mereka berdua. Lama-lama kepalanya bisa pecah gara-gara perdebatan mereka berdua. Dan, lihat, mereka masih saja berdebat.

Vero geram. Ia mempercepat langkahnya dan segera menutup pintu lift. Saat pintu lift tertutup, Vero dapat bernafas lega. Akhirnya, dia tak mendengar semua perbacotan antara Vira dan Bryan.

***

Vira terus cemberut selama perjalanan ke sekolah. Ia kesal karena ditinggal turun hingga ia berdiri menunggu di depan lift berdua dengan Bryan.

"Turun!" Vira menulikan pendengarannya dan masih duduk tenang di dalam mobil. "Turun, Vira ...."

Vira masih tetap dalam posisinya. Vero menggeram rendah. Ia pun menggendong paksa tubuh Vira. "Eh, eh apa ni? Lepasin!"

Vero menurunkan tubuh Vira ketika berada tepat di depan mobilnya. "Lama!" sarkas Bryan. Sedangkan Vira semakin memanyunkan mulutnya.

"Jangan cemberut, nanti lo boleh deh ngambil susu stroberi sesuka lo di kulkas gue." Seketika wajah Vira cerah mendengar perkataan Vero, seperti matahari yang bersinar sehabis hujan. Bryan memutar matanya, malas.

Mereka bertiga kemudian berjalan bersama menuju kelas mereka. Dengan posisi Vero merangkul Vira, banyak sekali siswi yang mengamati mereka bertiga. Beberapa diantaranya bahkan menampakkan ekspresi iri dan tak suka.

Tubuh Vira terdorong ke depan karena tertabrak seseorang. "Maaf!"

"Eh, Deana. Hai!" Deana membalikkan tubuhnya mendengar dirinya disapa. Ia tersenyum ke Vira, kemudian manik matanya bertubruk dengan manik mata elang milik Vero.

Glek...

Ia menelan ludahnya kasar. Pikirannya memutar kejadian malam itu, saat dirinya menemukan Vero dalam keadaan mabuk. Ia berharap Vero tak mengingatnya. "De, makasih yang waktu-"

"Iya!" Deana memotong perkataan Vira. Dia berbalik dan melanjutkan jalannya. Mungkin di mata Vira dan Bryan, sikap Deana barusan biasa saja. Tapi di mata Vero, Deana seperti sedang menghindar dari dirinya.

"Deana kenapa?"

"Kenapa apanya? Udah biasa kan dia kek gitu?" Vero mengangguk pelan. Tapi pikirannya tetap bertanya-tanya tentang sikap Deana barusan. Seperti bukan biasanya.

***

Vero sedang asik membaca buku di perpustakaan sejak tiga puluh menit yang lalu. Sekarang di kelasnya sedang jam kosong, jadi dia bisa leluasa membaca di perpustakaan tanpa kebisingan yang diakibatkan oleh para fans-nya itu. Ia dengan nyaman menyenderkan punggungnya ke rak buku di belakangnya.

Saat sedang asik membaca, ia dikagetkan dengan hentakan sepatu seseorang di sampingnya. Ia menolehkan kepalanya ke samping dan menemukan Deana.

Deana berbalik hendak meninggalkan perpustakaan, tapi langkahnya berhenti sebab Vero bersuara. "De, mau kemana?"

"Ke ... ke ... keluar." Vero mengernyitkan dahinya. Kenapa Deana terlihat sangat gugup? "Ngapain keluar? Sini!"

Deana bingung harus bagaimana. Ia masih saja diam di tempatnya sekarang. Vero tersenyum lalu melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar Deana mau duduk di sampingnya.

Deana dengan ragu melangkahkan kakinya mendekati Vero. "Biologi, gue bareng lu kan?"

"I-iya."

"Mau ngerjain dimana?"

"Terserah."

"Di apartemen gue aja gimana?"

"Boleh." Vero tersenyum tipis lalu melanjutkan acara membacanya. Mereka berdua lalu larut dalam buku masing-masing.

"Yang waktu itu makasih ya."

"Kapan?"

"Yang lo nganter gue ke rumah." Tubuh Deana seketika menegang. Apa Vero juga ingat saat ... tidak, tidak, tidak! Deana menggeleng kecil menjauhkan pikiran itu.

"Dan maaf."

"Buat?"

"Mmm, gue meluk elo waktu itu, hehe. Maaf ya, gue mabuk soalnya, jadi antara sadar ama nggak, maaf ya?" Vero menggaruk tengkuknya dan tersenyum kikuk.

"Lo ... inget?" Vero mengangguk.

"Maaf ya?" Deana berdeham. Deana kemudian larut dalam bacaannya lagi. Vero memperhatikan wajah Deana. Dia melipat kakinya dan menaruh kepalanya.

Ntah kenapa Vero sekarang suka sekali menatap wajah Deana. Sejak kejadian malam itu saat ia mengakui wajah Deana cantik, ia selalu terbayang wajah Deana. Walau malam itu ia mabuk, tapi perkataannya itu ia sampaikan dari hatinya.

"Kenapa lo ngeliatin gue?"

"Cantik hehe." Deyana tersipu malu. Pipinya memerah. Vero menahan kekehannya melihat Deana tersipu malu. "Tapi masih cantikan emak gue sih!"

Deana memutar matanya. Ia kembali membaca buku. Vero menguap. Ia mengantuk. Bergerak mendekati Deana, kepalanya ia taruh di pundak Deana. "Ck! Ganggu aja sih lo! Tu rebahan aja di lantai!"

"Diem! Gue udah pw nih!" Deana berdesis kesal. Emang dirinya bantal apa dibuat bantalan? Sedangkan Vero malah tersenyum geli saat berhasil membuat Deana kesal.

***

Jangan lupa vote ya teman-teman.

Makasih⭐

Transmigration of Bad BoyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz