Bab 11 Tak Terduga

35 5 1
                                    

"Kak Reva mau kemana? Tumben bajunya mirip-mirip ustajah," tanya Rio saat melihat sang Kakak berpakaian rapi dihari sepagi ini. Tidak, bukan hanya rapi tapi cukup tertutup. Reva tak memakai pakaian seperti biasa, melainkan kemeja lengan panjang dengan bawahan rok brukat serta hijab segi empat.

"Kakak mau nyusul Lime. Katanya dia berangkat ke pesantren hari ini," jawab Reva berfokus pada sepatu sneakers- nya.

"Apa? Lime berangkat ke pesantren? Kok Rio baru tau, Kak?" Rio sedikit terkejut.

"Kenapa? Emang kamu mau ikut?" tawar Reva.

"Boleh deh, Kak!" ujar Rio penuh semangat.

"Ya udah ayok. Kamu yang nyetir ya." Reva menyerahkan kunci motor PCX pada adiknya.

Mereka pun bergegas menuju pesantren Lime. Di tengah perjalanan Rio sesekali bertanya pada Reva apa sebab Lime masuk pesantren, dengan siapa masuk pesantren dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Namun yang bisa Reva jawab hanyalah sedikit tentang Lime karena ia tidak terlalu mengetahui seluk-beluk kehidupan cewek itu.

🖤🖤🖤

"Ada apaan tuh?"

"Kok ada ribut-ribut didepan gerbang sih?"

Begitulah orang-orang di pesantren merasa penasaran dengan apa yang terjadi di depan gerbang pesantren tak terkecuali Kyai dan Nyai. Begitu juga Wildan dan Kang Dedi serta Megan. Mereka sedikit melongo untuk mengetahui yang terjadi di depan.

"Sohib." Kyai memanggil seorang santri senior yang bertugas dalam keamanan pesantren. Yang dipanggil pun tiba di hadapan Kyai dengan jawaban sopan.

"Periksa ada ribut-ribut apa di depan gerbang," titah Kyai.

"Baik, Kyai." Usai mengucapkan dua patah kata tersebut, lelaki santri itu melenggang pergi untuk memeriksa depan gerbang.

Dan benar saja. Geng motor dengan jumlah lebih dari dua puluh orang yang anggotanya terdiri dari para cewek sedang melakukan aksi-aksi berbahaya dengan motor matik yang knalpotnya sudah dimodifikasi. Tentu saja hal itu menimbulkan kebisingan yang menyesakkan gendang telinga seperti acara konvoi dijalan raya.

"WOI! KELUARIN LIME DARI SANA!" Salah satu ada yang berteriak sambil mengguncang gerbang besi pesantren.

"LIMEEE! KELUAR LO, BANGSAT!" sahut yang lain.

"JANGAN NGUMPET LO, ANJING!!" Beberapa bertugas untuk berteriak-teriak sementara sisanya membuat kebisingan dengan motor mereka.

"Me, itu temen-temen kamu? Kenapa ribut-ribut, Me?" Wildan menatap adiknya meminta penjelasan. Lime segera memasang muka polos dan berkelit.

"Gak tau, Bang. Mana mungkin temen-temen Lime manggil Lime anjing?" dalih Lime. Dalam hatinya ia juga cukup kesal mengapa teman-temannya harus menambahkan kata kasar disetiap kalimat yang keluar dari mulut mereka.

"Nak Wildan, ada apa ini? Siapa mereka?" Nyai bertanya penasaran.

"Mmm.., kurang tau, Nyai. Saya periksa dulu, ya." Wildan melenggang pergi diikuti Kang Dedi.

"Lime, apa mereka kan geng motor kau. Kenapa pura-pura tidak kenal?" bisik Megan. Ia masih ingat pada teman-teman geng motor Lime waktu itu.

"Udah diem aja lo. Mereka emang temen-temen gue tapi lo jangan ember mulutnya, yak," balas Lime. Ia kembali menoleh ke suara bising digerbang meskipun tak akan mungkin terlibat jelas.

"Hah? Ember?" gumam Megan tak mengerti.

"Heh kalian siapa?" Santri bernama Sohib itu berusaha menghentikan kebisingan itu namun nihil. Mereka terlalu keras kepala.

Cantik-Cantik Berandal (Trailer)Where stories live. Discover now