Vote di awal ⭐
Komen di akhir 💬꧁ H a p p y R e a d i n g ꧂
“Teman. 5 huruf, 1 kata, yang bisa menjadi sumber kecewa.”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Ting!
Denara : Gue udh sampe
Starla mengedarkan pandangan di sekeliling rooftop. Saat menemukan sosok Nara di depan sana, Starla tak bisa untuk tak mencengkeram erat ujung seragamnya. Ia berjalan ke arah Nara, dan berhenti tepat di samping gadis itu.
Tak ada sapaan.
Tak ada senyuman.
...seolah mereka memang sudah seasing ini.
Starla sampai lupa kapan terakhir kali mereka tertawa bersama, bercanda, atau diam-diam mengobrol saat pelajaran berlangsung. Bukan saling diam seolah tak mengenal satu sama lain seperti sekarang.
"Lo yang bayar biaya pengobatan ibu gue, kan? Orang yang tiga bulan ini udah bayarin semua biaya pengobatan nyokap gue ... itu lo?" tanya Nara setelah cukup lama ditelan keheningan. Suaranya terdengar menyimpan berbagai emosi. Dengan melihat raut wajahnya pun Starla sudah tahu kalau perasaan Nara sedang kalut.
"Jawab gue! Bener, kan?!"
"Ngapain, sih?! Ngapain belagak sok baik ke gue! Mau dibilang malaikat, iya?" Nara menatap Starla sengit.
"Gue gak butuh bantuan siapapun."
Jeda.
"Apalagi orang yang udah rebut kebahagiaan gue. Lo lupa? Hubungan kita udah gak sedeket dulu lagi, jadi jangan bikin gue muak karena sikap sok baik lo itu!" teriaknya dengan napas memburu.
Starla masih diam saat diteriaki, tapi ia tak bisa diam lagi saat wajahnya sudah ditunjuk dengan jari. Seolah harga dirinya terhanyut ke dasar jurang yang dalam. Starla amat sangat tak suka saat wajahnya ditunjuk seperti itu.
"Sok baik? Lo gak terima bantuan gue, oke! Tapi lo mikir gak, sih? Nyokap lo bisa gak ketolong cuma gara-gara sikap egois yang lo punya!" bentak Starla.
"Kalo punya masalah sama gue bilang. Jangan diem-diem nusuk dari belakang! Lo tau? Sampai sekarang gue masih gak ngerti alasan lo benci gue." Menutup mata sekilas dengan helaan napas lelah. Starla hanya ingin membantu ibunya Nara yang tengah menjalani kemoterapi, karena sekecewa apapun ia dengan Nara tak membuatnya bisa membenci.
"Hidup lo, segalanya udah sempurna! Lo selalu dapetin apa yang lo mau dengan gampang. Gak kayak gue yang harus kerja keras dulu!" Nara memukul-mukul dadanya.
"Sempurna? Orang yang lo pikir selalu seneng ini, punya banyak masalah juga, Nar! Gak pernah nunjukin masalah bukan berarti gak punya masalah!"
Punya ayah yang selalu maksain kehendak, dituntut jadi anak berguna, selalu dibanding-bandingi sama saudara sendiri, insecure yang gak ada abisnya, emangnya gue harus ceritain itu ke semua orang?!
Rasanya Starla mau teriak begitu di depan wajah Nara.
"Persahabatan kita selama ini, cuma lo anggap persaingan? Bandingin hidup siapa yang lebih susah, siapa yang lebih menyedihkan. Gitu?" Starla menggeleng kecewa. Lawan bicaranya nampak sedikit merenung.
"Lo tau yang paling gue benci dari diri gue sendiri? Sesetan apapun kelakuan lo, gue tetep aja masih anggap lo itu temen gue, Nar. Bego emang!" rutuk Starla sambil memukul kepalanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Angkasa! [COMPLETED]
Teen Fiction"GUE SUMPAHIN LO SUKA SAMA GUE!" "Mimpi." __________________________________ Angkasa cuek, Starla hiperaktif. Angkasa tenang, Starla heboh. Angkasa realistis, Starla dramatis. Angkasa benci direpotkan, Starla hobi merepotkan. Bagi Angkasa, hidupnya...