24 - Gadis Yang Berharga

41 9 5
                                    

Selamat membaca, semoga suka.
Pasti suka kok dan harus suka ya hihi. Selalu kepoin ya •ᴗ•

Sayang semua. Dukung terus ya ⇀‸↼‶

**

Zain sudah berhenti tepat di sebuah rumah sakit besar. Ia berniat keluar dari mobil ingin memapah Rezky. Namun, Rezky menarik baju Zain. Membuat Zain terduduk lagi di kursi kemudi. Ia kembali menatap wajah pucat Rezky yang sudah sadar.

"Kamu gapapa? Masih sakit?" Zain menatap dalam-dalam tanda khawatir. Rezky hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
Zain melanjutkan membuka pintu mobil. Tapi, bajunya di tarik lagi oleh Rezky.

Zain mengerutkan alisnya bingung. "Kenapa hm?" Ia bertanya dengan suara yang lembut. Rezky hanya menggeleng pelan. Ia ingin bersuara namun dadanya sesak. Ia berusaha dengan suara lirih.

"Kita....pulang aja. Jangan kesini," perkataan Rezky membuyarkan lamunan Zain dari rasa cemasnya.
"Kenapa?"

Rezky membuang dan menarik nafasnya dengan susah payah. Rasanya sakit untuk sekedar bernafas dan membuang nafas. Dirinya menahan sakit untuk bisa berbicara.

"Aku gapapa kita pulang aja..." Zain menggenggam tangan Rezky. Ia mengangguk setuju. Ucapan Rezky adalah perintah untuknya. Akhirnya Zain membawanya pulang. Ia terus berdoa supaya tidak ada hal buruk yang terjadi pada Rezky.

-Rezza-

Zain mengantar Rezky pulang ke rumah. Ia memapah sampai ke dalam rumah. Di dalam begitu sunyi. Hanya ada Bi Asih yang datang dari arah dapur. Melihat Non-nya di dekapan Zain, membuat Bi Asih cemas. Ketika Bi Asih menanyakan keadaan Rezky, Zain hanya menggeleng sopan. Zain melangkah masuk ke ruang tamu. Ada Farel disana.

Raut wajah Zain memalas. "Ada keperluan apa lo kesini?" tanya Zain.
Farel tak menggubris. Ia langsung berdiri ke arah Zain.

"Lo apain Kiki?" Farel bertanya. Menatap Rezky di dekapan Zain.
Zain hanya acuh. Ia langsung menuju ke arah tangga. Untuk menidurkan Rezky di kamarnya. Menurutnya, Rezky lebih penting daripada manusia barusan.

Farel mendudukkan dirinya di sofa. Menyabarkan diri untuk menemui Rezky, setelah Zain.

Zain menaruh tubuh Rezky di kasur. Ia tak ingin mengganggu. Ia keluar menutup pelan pintu kamar Rezky.
Dirinya sempat bertanya-tanya. Apa yang menyebabkan Rezky berulang kali kesakitan seperti ini? Lamunannya berhasil dibuyarkan.

"Lo kalau keluar sama Rezky hati-hati dong. Dia nggak sembarangan. Ada sesuatu yang harus di jaga." Perkataan Farel membuat Zain bingung.

"Maksudnya?"

"Rezky punya sakit Asma tingkat tinggi. Berhasil di obati selama di rumah sakit. Tapi, dapat kambuh kalau ga dijaga." Farel berdiri mendekat ke Zain.

"Kenapa lo bisa tahu banyak tentang Rezky?" Zain menoleh menghadap Farel. Dahinya berkerut. Farel menghela nafasnya.

"Gue kenal Rezky lebih lama dari lo," tutur Farel santai. Zain agak tak percaya. Demi apapun Zain tak tahu jika Farel lebih kenal Rezky dibanding dirinya.

"Coba gue tanya. Lo tadi ajak Rezky kemana? Plis jawab jujur, demi Rezky"

"Ke Resto. Awalnya dia baik-baik aja, terus pas gue suap dia batuk-batuk," jelas Zain. Farel memegang pundak Zain.

"Lo suap makanan pedas?" Farel bertanya dan diangguki Zain.

"Iya nasi goreng. Ya, lumayan lah pedesnya." Farel agak frustasi dengernya.

"Pantes aja. Makanan pedes ga boleh di konsumsi oleh orang kaya Rezky. Selain itu, debu dan asap juga harus dihindari." Mendengarnya Zain menahan nafas. Rasa bersalah menyelimuti dirinya. Ia tak tahu akan seperti ini. Ia terus menyalahkan dirinya. Bagaimana jika Rezky semakin sakit jika Farel tak memberi tahu nya? Sedang Rezky juga tak pernah mengungkapkan ini sebelumnya.

Farel beralih menaiki tangga. "Lo bisa pulang, selagi gue disini gue pasti jaga pacar lo."

"Iya pacar gue." Wajahnya santai. Tapi suaranya seperti mengancam. Zain keluar dari rumah Rezky. Meninggalkan Farel di dalam. Biar sudah. Ia akan memantau dari kamarnya.

-REZZA-

REZZA | ENDWhere stories live. Discover now