4 #Apa yang Diterima Telinganya

181 40 1
                                    

Kencangnya hembusan angin sukses menyibak helaian rambut Jisung segera setelah ia membuka pintu rumah bak neraka itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kencangnya hembusan angin sukses menyibak helaian rambut Jisung segera setelah ia membuka pintu rumah bak neraka itu. Pagi ini semuanya tampak berjalan seperti seharusnya, hanya saja Jisung menjadi jauh lebih gugup karena kemarin Renjun menghilang begitu saja sebelum ia sempat mengucapkan permintaan maaf.

Menghadapi fakta bahwa Renjun adalah satu-satunya orang yang paling sensitif dan dapat dengan mudah meluapkan amarahnya membuat rasa gugup Jisung makin menjadi. Sekarang ia hanya bisa menendangi batu kerikil di sekitaran rumahnya sembari menunggu kedatangan Mark, entah sudah berapa banyak batu kerikil tak bersalah yang ia tendang hingga klakson khas mobil Mark terdengar olehnya.

"Renjun tidak ikut."

Itu adalah kalimat pertama yang Jisung dengar saat ia membuka pintu mobil, "Kenapa?" tanyanya. "Entah, mungkin dia punya urusan lain yang mengharuskan dirinya berangkat lebih dulu? Atau mungkin dia tidak mau bertemu denganmu, siapa yang tau?" jawab Haechan dengan santainya, ia tidak tau bahwa jawabannya sangat berpengaruh pada kecepatan detak jantung Jisung saat ini.

Ia panik, segala macam hal buruk yang mungkin terjadi terlintas di pikirannya, memori dulu saat Renjun dan Haechan tak kunjung berbaikan akibat kesalahan Haechan saat mereka sedang tampil saja sudah cukup mengerikan untuk sekedar diingat.

Jisung sibuk beradu dengan pikirannya sendiri, bahkan ia tidak menyadari bahwa sedari tadi mobil sudah melaju. Indra pendengarannya pun mendadak tak berfungsi, lagu yang terputar tak terdengar di sepanjang perjalanan, sama halnya dengan rentetan obrolan antara Haechan dan Mark di depan.

"Jisung!" pekikan terakhir Haechan seolah menarik kembali Jisung ke dunia, anak itu membelalak, bertanya apa yang terjadi, "Kita sudah sampai, kau dari tadi ku panggil tidak merespon, mengantuk atau bagaimana?" Jisung menggelengkan kepalanya, "Suaramu yang terlalu kecil," balasnya. Tanpa menunggu aba-aba dari Mark, Jisung langsung turun dari mobil, ia meninggalkan Haechan dengan segera masuk ke dalam gedung sekolah, bahkan Jaemin dan Jeno pun dilewatinya.

Langkah kakinya sangat cepat dibantu oleh kaki jenjangnya, puluhan langkah lebar berhasil membawa Jisung ke dalam ruangan kelas tempat di mana ia mempelajari segala macam ilmu Sekolah Menengah Pertama. Ia menarik kursi, melepas tas, dan duduk seperti biasa, semuanya tampak sama, kecuali satu hal yang tak biasanya ada di atas mejanya.

Selembar sticky notes tertempel di ujung sudut mejanya, menutupi label nama serta nomor absennya. Jisung menyipitkan kedua matanya, membaca rentetan kata yang tergabung menjadi sebuah kalimat cukup panjang itu. Dengan jelas Jisung dapat mendengar hatinya membaca tulisan 'Jangan lupa datang ke rumah sepulang sekolah. Aku tidak perlu lagi permintaan maafmu, aku hanya ingin menyelesaikan ini.'

"Siapa yang menempelkan ini di mejaku?" desak Jisung pada teman sebangkunya yang tampak tak tau apa-apa, ia hanya mengedikan bahunya dan beralih melanjutkan aktivitasnya. Lagi-lagi jantung Jisung dibuat berdetak sangat kencang hingga rasanya ingin lepas meninggalkan organ dalam lainnya, Jisung menoleh kesana-kemari, tiap sudut ruangan tak ada yang terlewat dari pengelihatannya walau ia yakin sang pelaku bukanlah salah satu dari teman sekelasnya, penghuni rumah itu tak ada satu pun yang memiliki tahun kelahiran sama dengannya, maka tak mungkin ada satu pun yang duduk bersamanya sepanjang hari di kelas yang sama, "Lain kali tolong perhatikan siapa yang datang ke mejaku."

[✔️] Titip Nyawa || DreamiesWhere stories live. Discover now