Pesugihan

6.4K 627 26
                                    

Dugaan Abah ternyata benar. Pak RT tidak memberi tanggapan yang serius. "Nanti kalau salah lagi gimana Pak Ustad, saya hari ini sudah malu empat kali," ucap Pak RT.

"Gak bisa dicek dulu Pak RT? Soalnya Dani bener-bener yakin denger suara anak kecil di dalam rumahnya." Abah mencoba meyakinkan Pak RT.

Pak Naryo—Ayah Indra protes keras. Dia mengatakan tidak mungkin adiknya melakukan itu. "Nanti kalau Jamal marah karena dituduh, siapa yang mau tanggung jawab?" ucapnya.

"Biar saya yang tanggung jawab," ucap Abah.

Diskusi berlangsung alot sekali. Hingga akhirnya Pak RT dan Pak Naryo setuju. Bagaimanapun ini menyangkut nyawa seseorang.

"Cukup kita-kita aja yang ke sana, jangan sampai warga tau," pesan Pak RT. Kami pun berangkat ke rumah Pak Jamal.

______

"Assalamualaikum," ucap Pak RT sambil mengetuk pintu rumah Pak Jamal.

"Mal, Jamal!" Pak Naryo berteriak memanggil adiknya.

Pak Jamal membuka pintu."Ada apa lagi ke sini rame-rame?" tanyanya ketus.

"Ada yang mau Pak Ustad omongin. Kita ngobrol di dalem aja," balas Pak RT.

"Ya udah, masuk-masuk," Pak Jamal mempersilakan kami duduk di ruang tamunya.

"Maaf gak ada makanan atau minuman. Jadi ada apa rame-rame ke sini?" tanyanya lagi.

Pak Ustad menjelaskan maksud kedatangan kami. Pak Jamal sangat tersinggung, sampai menggrebak meja ruang tamu. Sementara Pak Naryo mencoba menenangkan adiknya itu.

"Silahkan periksa rumah ini, kalau kalian gak percaya."

Pak Ustad dan Pak RT pergi memeriksa setiap sudut rumah. Abah tetap menemaniku di ruang tamu, sedangkan Pak Naryo masih menenangkan Pak Jamal.

"ADA ENGGAK?" teriak Pak Jamal.

Pak Ustad kembali ke ruang tamu dengan wajah kecewa. "Gak ada, War," katanya pada abah.

"ENGGAK ADA KAN? YAUDAH SEKARANG PERGI!" teriak Pak Jamal, marah-marah.

Pak Naryo meminta kami pergi duluan, biar dia yang bicara dengan adiknya. Aku berjalan ke arah pintu ke luar.

"Dani." Seseorang memanggilku.

Aku menoleh, ada seorang anak muncul dari dalam kamar, lalu berlari ke arah bagian belakang rumah. Aku mengikutinya.

"Eh, Dani mau ke mana?" Abah kaget ketika aku melepaskan tangannya.

Pak Jamal menyusulku, ketika melihatku berlari ke belakang. "HEY! Ngapain ke sana?" teriaknya.

Belum jelas siapa anak itu, ia berhenti tepat di depan pintu menuju kebun belakang. Sebelum berlari menembus pintu itu, ia menengok ke arahku. "Rian." ucapku kaget.

Pak Jamal menarik tanganku. "Ngapain kamu ke sini!" hardiknya.

Abah langsung merebutku dari gengamannya. "Adek kenapa lari?" tanyanya.

"Adek liat Rian, lari tembus pintu ini," jelasku.

"Jangan aneh-aneh Dani," ucap Pak Jamal.

"Beneran abah, tadi adek liat."

"Wah keterlaluan. Pergi!" Pak Jamal mencoba mengusir kami.

Abah yang sudah terlanjur emosi dengan kelakuannya, meminta Pak Naryo dan Pak RT memegangnya. Kemudian abah membuka pintu belakang itu dan menemaniku ke area kebun.

"Sekarang adek liat Rian ada di mana?"

Aku fokus melihat sekeliling, tidak ada tanda-tanda keberadaanya.

"Di sini!" Suara Rian memanggilku.

Aku menoleh, ternyata dia ada di atas pohon kenanga yang besar. Melambai-lambaikan tangan.

"Di sana, Abah." Aku menunjuk pohon kenanga itu.

Kami mendekati pohon itu, di dekatnya ada sebuah gundukan tanah, terlihat masih baru. Abah meminta Pak Ustad mengambilkan cangkul. Kemudian menggali gundukan itu perlahan. Abah berhenti menggali. Mengambil nafas panjang.

"Pak Ustad bawa Dani ke dalam, terus panggil Pak RT ke sini," ucap Abah. Ternyata abah menemukan jasad Rian terkubur di sana.

Pak Ustad mengantarku pulang ke rumah. Sekaligus ia akan mengabarkan berita duka ini ke keluarga Fahrul. Sesampainya di rumah, aku menceritakan semua kejadian ini ke ibu dan Akbar.

Aku pun sudah mulai mengerti dengan ucapan Dirga dan mimpi bertemu Rian kemarin. Warna kuning atau tembok kuning, merujuk pada pohon kenanga yang memiliki bunga berwarna kuning. Tempat jasad Rian dikuburkan.

_______

Sebelum magrib abah sudah kembali ke rumah menceritakan apa yang terjadi. Kabar menghebohkan itu, ternyata sudah membuat warga berduyun-duyun menghampiri rumah Pak Jamal. Warga yang tersulut emosi, hampir saja mengeroyoknya. Beruntung polisi segera datang dan mengamankan Pak Jamal. 

Tidak jelas motifnya apa. Dugaan warga lebih ke praktek ilmu hitam alias pesugihan untuk mendapatkan kekayaan.

Pak Naryo sempat berbicara dengan adiknya sebelum dibawa ke kantor polisi. Pak Jamal mengaku kalau Mbah Warto juga terlibat dalam praktek ilmu hitam ini. Sekarang polisi sedang mencari keberadaannya.

Pak Jamal juga bilang, kalau Rian adalah korban kedua. Ketika ditanya siapa korban pertamanya, dia tidak mau bicara, wajahnya malah tampak ketakutan.

Malam ini rasanya aku bisa tidur dengan tenang, semua permasalahan sudah selesai. Keluarga Fahrul dan Indra tidak lagi membenciku. Mereka sudah datang ke rumah untuk meminta maaf.

Aku tertidur di depan TV, kemudian abah memindahkanku ke dalam kamar. Dalam keadaan setengah sadar, kulihat ada dua orang berdiri di balik jendela. Salah satunya berlari masuk ke dalam kamar sambil tertawa. "Rian," sapaku.

Dia hanya tersenyum, sambil terus berlari-lari di kamarku. Seorang lainnya masuk, duduk di sisi tempat tidurku. Dia mengusap-usap kepalaku.

"Mau dengar cerita nenek?" bisiknya.

BERSAMBUNG

TEROR NEK IPAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang