Permintaan Maaf yang Berefek Dua Kali Lipat

276 40 22
                                    

Sosok di hadapan gue ini tiada henti senyam-senyum pada ponsel. Mengagumi kecantikannya yang sempurna--begitulah katanya. Namun, ada satu hal yang membuatnya terlihat makin cantik. Alasannya tak lain karena kalung berwarna silver yang dipakainya. Tersemat di antara kerah seragam sekolah, ada mata kalung berbentuk bulan purnama yang berlingkar garis pelindung.

Bulan purnama melambangkan kesempurnaan dan kecantikan. Cahayanya--warna putih--memancar dengan elegan, merepresentasikan si pemakai. Sedangkan lingkar garis yang melingkupinya mendoakan agar si pemakai akan selalu terlindungi. Agar kesempurnaannya abadi serta sebagai harapan agar si pemakai senantiasa mendapat hal baik.

Well, itu yang diucapkan si penjual saat Kak Arka hendak membeli kalung untuk Febby. Ia amat pandai merangkai kata dan merayu pembeli. Membuat gue takjub sekaligus menggelengkan kepala. Penjual itu mendeskripsikan kalung tersebut seolah benda itu adalah jimat yang amat berharga. Selain itu, ketimbang berbentuk bulan purnama yang dilingkari oleh garis pelindung--atau apalah--menurut gue ini lebih mirip seperti planet Saturnus dengan cincinnya. Terlepas dari itu, kalung tersebut memanglah indah.

Baiklah. Sudah cukup pembahasan mengenai kalungnya Febby.

Cewek itu sendiri kini tengah melihat-lihat galeri fotonya. Semenjak acara ulang tahunnya, sebanyak lima puluh persen dari galerinya berisi foto semalam. Kini, ia sedang menatap penuh sayang dengan senyuman yang merekah pada foto yang gue ambil. Fotonya berdua dengan Kak Arka yang baru saja gue kirim.

"Fotonya udah lo kirim semua, kan?" Tanya Febby. Masih dengan senyuman yang bertengger.

Gue mengangguk. "Udah."

Ia kembali cekikikan. "Gue serasi banget sama Kak Arka, ya ampuun."Selang beberapa detik, ia kembali berkata. "Rio juga ganteng banget, OMG!"

Usai berkata demikian, ia segera mematung. Lalu menyelidik ke sekitar sebelum bernapas lega. Suasana kelas yang lumayan ribut akibat guru yang tak masuk berhasil menyamarkan suara Febby. Gue menggelengkan kepala melihatnya. Kini, gue sedang duduk di bangku tepat di depan Febby--kebetulan si pemilik bangku sedang jalan-jalan ke penjuru kelas. Ini karena tadi Febby menyuruh gue ke tempatnya untuk melihat foto.

"Sebenarnya lo sukanya sama Kak Arka atau sama Rio, sih?" tanya gue.

Ia terdiam, sebelum akhirnya menjawab. "Dua-duanya."

Sebelah alis gue naik. "Lebih suka sama siapa?" Gue menanyakannya memang karena penasaran.

"Hmm...," Febby mengulum bibir. Matanya sempat menerawang ke atas. "Ada alasan kenapa gue suka sama Rio. Tapi Kak Arka juga nggak boleh diabaiin. Cowok super ganteng, pinter, perhatian, dan lucu kayak dia tu langka banget di dunia ini. Tipe gue banget, deh."

Sebenarnya penjelasan Febby sama sekali tak menjawab pertanyaan gue. Alasan yang membuat Febby menyukai Rio setahu gue adalah karena Rio adalah cowok populer. Anehnya, Febby tampak mengagumi Rio walau sekarang Rio tak sepopuler dulu. Terlepas dari itu, gue yakin masih banyak perempuan yang suka pada cowok itu berhubung wajahnya yang--katanya--tampan.

Sementara Kak Arka, yah, itu tak perlu ditanya. Gue ingat betul bagaimana Febby menyemburkan minumannya ke wajah Bagas saat ia pertama kali bertemu Kak Arka. Tiba-tiba saja gue teringat perkataan Kak Arka bahwa ia pernah menyukai seseorang. Apa ia masih suka pada orang itu? Kira-kira siapa? Apa Febby akan patah hati saat mengetahuinya? Sebab, selama ini Kak Arka tampak tak punya hubungan--bahkan tertarik--pada siapapun. Istilahnya karena ia single, para cewek tak segan mengincarnya.

Hingga seketika kelas menjadi lebih hening, serta para murid yang berlarian duduk ke bangku masing-masing membuat gue membalikkan badan. Tampaklah sosok garang Pak Bakti--sosok guru killer yang paling melagenda dan ditakuti di sekolah ini. Berdiri tegak di ambang pintu memperhatikan seisi kelas. Satu hal yang membuat gue bingung adalah ada perihal apa beliau kemari.

My Genius FamilyWhere stories live. Discover now