Kak Arka Ngambek, Tak Separah Perang Dunia

1.4K 145 26
                                    

Untuk merayakan readers yang mencapai 1 K lebih, hari ini aku double update.

Happy reading! 🤗

* * *

Tanpa sadar gue menggigiti bibir bawah gue sendiri. Apa yang harus gue katakan? Oke, ini cuma Kak Arka. Cuma Kak Arka. Kak Arka nggak mungkin marah sama gue. Iya ... kan? Semoga saja begitu. Nada sambung terhenti, digantikan dengan suara tanda telepon telah diangkat. Oh, bahkan Kak Arka mengangkat panggilan teleponnya secepat itu.

Gue menelan ludah. "Ha--"

"RARA!!"

Baru saja gue hendak bicara, Kak Arka langsung memotongnya. Kalau tak salah, sepertinya Kak Arka berteriak. Dari suaranya saja gue tau kalau emosi Kak Arka sedang tidak stabil. Aduh, gimana sih ini? Kak Arka beneran marah? Mampus gue.

"RA? RARA!!" Teriak Kak Arka lagi. Ternyata saking takutnya, sejak tadi gue belum mengeluarkan suara kembali.

"I-iya, iya. Nggak usah ter-"

"Lo di mana?" Tanya Kak Arka cepat. Kali ini ia merendahkan suaranya.

Gue sedikit kesal karena Kak Arka terus saja memotong perkataan gue. "Santai aja dong, Kak."

"Jawab, Ra! Gue udah di sekolah lo, tapi lo nggak ada."

Nah kan! Dugaan gue ternyata benar. Kak Arka rupanya pulang lebih awal dari temannya untuk menjemput gue. "Emm..., anu..., gue...." Aduh, kenapa gue menjelma jadi anak yang pengecut gini, sih?

Di seberang sana, Kak Arka menghela napasnya. "Ra," panggil Kak Arka lembut. "Cepat bilang lo ada di mana?"

Perasaan bersalah mulai menggerogoti gue. Bodoh sekali diri gue karena sampai lupa memberitahu Kak Arka. Kalau saja Bagas tak menawarkan gue bantuan, pasti gue sudah pulang bareng Kak Arka. Dengan begitu, tentunya Kak Arka nggak marah sama gue.

Eh, tidak, tidak. Biar bagaimana pun, ini semua tak ada sangkut pautnya dengan Bagas. Ini semua salah gue. Seharusnya gue tak seceroboh itu. Tadi, gue terlalu senang karena mendapat tumpangan gratis secara cuma-cuma dibandigkan harus menunggu Kak Arka yang entah berapa lama lagi akan menjemput gue.

"Rara udah di rumah."

Suara gue bahkan terdengar hanya seperti sebuah cicitan. Kaki gue mulai pegal karena sejak tadi gue masih berdiri di depan pintu masuk.

"Apa?"

"Rara udah di rumah." Ulang gue dengan suara yang lebih besar. "Tadi Rara pulang sama temen."

Di seberang sana, terdengar suara helaan napas Kak Arka. "Ya ampun, Ra!" Suara Kak Arka terdengar lelah. Gue tahu gue salah Kak, tapi jangan bikin gue merasa semakin bersalah kan bisa. Gue mencebikkan bibir. "Lo kenapa nggak kabarin gue, sih?"

"Jangan marah-marah gith dong, Kak. Rara kan lupa."

Lagi-lagi Kak Arka menghela napasnya. "Gue kan khawatir, Ra. Tau nggak, tadi gue udah keliling satu sekolahan, bahkan udah tanya sama guru sama anak-anak di sekolah lo, tapi mereka nggak ada yang tau beberadaan lo."

"Iya, iya. Maaf. Lagian kan jarang-jarang juga Rara lupa gini."

Kak Arka berdecak. "Tapi lo keterlaluan, Ra. Lo tau nggak, gue ketakutan setengah mati. Gue kira lo udah diculik sama sama om-om."

Kali ini, gue yang menghela napas. "Lagian siapa juga yang mau pergi bareng om-om."

"Rara!" Bentak Kak Arka.

My Genius FamilyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora