Nasihat dari Gombalan Febby

496 65 51
                                    

Sejak tadi Kak Arka terus memutar siaran televisi. Hendak menonton berita, tetapi tak ada yang menarik perhatiannya. Gue mendelik, memperhatikannya dari balik buku yang sedang gue baca. Tadinya gue ingin ikut menonton. Saat melihat layar televisi yang tak jelas begitu, gue memutuskan untuk lanjut membaca.

Samar-samar terdengar suara mobil. Gue dan Kak Arka sontak berpandangan, saling bertelepati lewat tatapan. Ia bangkit lebih dulu dan berjalan cepat menuju pintu utama. Disusul oleh gue yang lebih dulu meletakkan buku di meja sebelum sedikit berlari di belakangnya.

Pintu terbuka. Menampilkan Papa yang tengah menurunkan koper dari bagasi mobil. Sementara Mama sedang menggendong Caca. Begitu menyadari keberadaan kami--gue dan Kak Arka--Mama segera bersorak girang menyapa kami.

"Arka ganteng! Rara manis!" Mama mendekati kami, mengabaikan Papa yang masih berukutat dengan barang-barang.

Senyuman gue merekah. Segera menghampiri Mama. Rupanya, Kak Arka lebih dulu maju dan merentangkan tangan. Tanpa diduga, Caca menirukan gerakannya. Anak itu ikut merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Ia sedikit tertawa, mungkin merasa senang melihat kami semua menebarkan euforia.

Tentu saja hal itu segera dimanfaatkan oleh Kak Arka. Ia segera mengambil Caca dari gendongan Mama. Mama menggelengkan kepala. "Caca dulu yang disamperin."

Gue tertawa. Kak Arka sudah mencium pipi bayi itu dengan gemas. Seolah melepas rindu. Caca kelihatan tak nyaman. Ia mulai merengek dan menarik-narik rambut Kak Arka.

"Rara," panggilan Mama membuat gue mengalihkan pandangan. Mama berjalan ke arah gue sambil merentangkan tangannya. Gue tersenyum dan membalas pelukannya. Rasanya hangat. Saat adegan dramatis keluarga gue selesai, Mama bertanya. "Gimana, udah sehat?"

Gue mengangguk. "Lebih sehat dari sebelumnya." Mama tertawa.

"Nggak ada yang mau bantuin Papa?" Papa menyelutuk. Oke, gue hampir melupakannya. Sontak saja gue langsung berlari dan mengambil alih koper dari tangan Papa, lalu terkekeh kecil. "Ini, sekalian."

Papa menyerahkan dua plastik--yang entah apa isinya--dan satu tas tangan milik Mama. Membuat gue kesusahan. Sementara kini Papa hanya memegang satu koper kecil. Gue menghela napas. Kebiasaan Papa. Tak mau membawa barang banyak-banyak. Sementara Mama sudah sibuk melongokkan badan ke dalam mobil. Entah sedang melakukan apa.

"Tolong--" Rintihan Kak Arka membuat kami semua menoleh. Gue melebarkan mata. Tampak Caca yang tengah meronta di pelukan Kak Arka. Ia terus menarik-narik rambut dan memukul wajah Kak Arka. "Caca ngamuk!"

Mama lebih dulu menghampirinya. Segera mengambil alih Caca. Di pangkuan Mama, Caca langsung diam. "Tadi langsung nyamperin Caca, sampe lupa sama Mama." Ucap Mama.

Gue tertawa lepas. Tentu saja menertawai Kak Arka. Papa juga tertawa tak kalah hebohnya. Sedangkan Kak Arka menggaruk kepalanya dan tersenyum kikuk.

* * *


Dengan membawa segelas susu dan rambut yang diikat tinggi, gue berjalan ke ruang tengah. Mendapati Kak Arka yang sedang bersiap-siap. Sekadar info, hari ini adalah hari Minggu. Tepat di pagi harinya, memang sudah menjadi rutinitas mingguan Kak Arka dan Papa olahraga bersama.

Dari arah dapur, Bi Nita tiba-tiba muncul. "Ra, Mama kamu di mana, ya?" Gue memang melarangnya memanggil gue dengan embel-embel 'Non' atau semacamnya. Tak hanya gue, sebenarnya Mama memberlakukan hal ini untuk seluruh anggota keluarga.

"Di kamar kayaknya, Bi. Ada perlu apa? Mau Rara panggilin?"

Bi Nita menggeleng. "Nanti aja. Mau izin pulang lebih cepat hari ini. Anak Bibi ajak jalan-jalan."

My Genius FamilyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt