02. Hari Pertama di Tahun SMA

154 29 11
                                    

Cahaya matahari pagi mengusik Arsya yang masih tertidur pulas. Terpaksa dirinya bangun karena sudah tidak nyaman tertidur dengan keadaan seperti itu.

Kakinya melangkah dengan mata setengah terpejam, turun ke lantai satu. Di sepanjang anak tangga yang ia pijak terdapat beberapa hiasan dinding dan figura berisikan foto dirinya dan keluarganya.

Langkahnya terhenti kala melihat seseorang yang tengah memakai daster biru bermotif bunga memasak di dapurnya. Arsya mendekat dengan hati-hati.

Orang tadi menoleh, memberi Arsya senyum terbaiknya. "Udah bangun sayang?" Mata Arsya membulat sempurna, seseorang yang lebih tepatnya wanita paruh baya ini adalah ibu nya, ibu kandung Arsya, yaitu Distya.

"Mama kapan pulang? Kenapa gak bilang dulu?" Tanya Arsya yang langsung memeluk tubuh ibunya yang lebih pendek dari dirinya.

"Emang mama kemana harus bilang dulu? Ngaco kamu ya." Ucap sang mama yang melepas pelukan anaknya.

"Mama kan di Indonesia." Jawab Arsya santai.

Mama Distya terkekeh mendengar jawaban putra tunggalnya yang terlampau aneh. "Kan kita di Indonesia," ucapnya sambil menghela napas berat. "Nyawamu belum kumpul semua? Tuh lihat masih ada belek nya. Mendingan sekarang mandi terus berangkat ke sekolah."

Arsya berjalan kearah kaca di dinding samping meja makan, menyeka kotoran matanya yang sudah mengering. Tapi pandangannya malah fokus kearah lain, rambutnya. Arsya berulang kali menggaruk serta mengacak rambutnya.

Hitam? Dirinya bingung, padahal baru bulan lalu ia mengganti warna rambutnya menjadi warna pirang, kenapa sekarang sudah luntur? Arsya mulai berpikir lagi tentang kalimat mamanya yang terakhir.

"Mama tadi bilang apa?"

"Apa? Belek?" Terka mama Distya sambil memindahkan nasi goreng ke piring besar.

"Bukan, setelah itu.. sekolah?" Tanya Arsya ragu. Mama Distya hanya berdehem sejenak.

"Kenapa? Aku udah 23 tahun."

Ucapan Arsya benar-benar membuat mama Distya tertawa pagi ini. Humor Arsya memang another level. Pikirnya.

"Ngaco! Baru SMA udah 23 aja." Mama Distya memukul pelan pucuk kepala Arsya dengan sendok yang ia pegang. "Sudah, cepat mandi kasian nanti Jaka menunggu lama."

"J-jaka?"

"Iya."

Pemuda tadi masih belum mencerna semua hal yang terjadi hingga datang satu pemuda lainnya yang langsung masuk dan duduk di meja makan bersama nya.

"Hai Tante." Sapa nya ramah. "Tante makin cantik aja nih."

"Alah kamu ka, selalu seperti itu. Yasudah ini dimakan, Tante masak banyak tadi."

"Makasih Tante. Tante terbaik pokoknya." Seru nya sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Arsya masih menatap pemuda yang tengah lahap memakan nasi goreng buatan mamanya dengan mulut yang sedikit terbuka.

"Ngapain liatin gue kayak gitu? Jijik tau."

"Lo j-jaka?"

Pemuda yang ditanya mengangguk. "Yaiyalah pake nanya."

"Janaka Pilar Adiyanto?" Tanya nya sekali lagi, tapi lebih serius.

"Iya! Kenapa sih Lo?" Janaka bertanya balik kepada Arsya yang masih terlihat shock menatapnya.

"TANTE INI ANAKNYA KENAPA SIH! ADUHH TANTE! ARSYA KAYAKNYA SUKA SAMA JAKA DEH! ADUH AMIT-AMIT!"

Arsya memeluk erat tubuh Janaka atau yang sering dipanggil Jaka ini. Sekeras apapun Jaka mencoba melepas pelukan yang ia terima, tapi kekuatan Arsya melebihi tenaganya.

Arsya ; second lifeWhere stories live. Discover now