09. Tempat Peraduan

48 14 0
                                    

Tempat bernuansa suram dengan berpuluh puluh batu yang tertanam sebagian di tanah menjadi kunjungan akhir Jaka setelah perjalanan cukup jauh dari kejaran Arsya.

Jaka bersandar di bawah pohon beringin besar dengan akar tipis nya yang menggantung hingga tepat di depan wajah Jaka.

Iya, pemuda itu sedang berada di kuburan. Sepertinya julukan 'jaka penakut' sudah tidak tersemat pada dirinya. Semua ketakutan nya pada makhluk mistis sirna seketika.

Jaka memandang sang Surya yang mulai pulang ke ufuk barat. Semburat cahaya jingga pun sudah tampak sejak beberapa menit lalu, saat kaki nya masih melangkah tanpa tujuan.

Tidak banyak yang Jaka lakukan disini, ia hanya terus membayangkan apa yang akan ia utarakan kepada sahabat karib nya—Arsya.

Sesekali jari nya yang indah itu mengusak kuat rambut nya yang mulai kusut. Seumur-umur baru kali ini Jaka merasa tidak ada jalan keluar. Seakan-akan semuanya jalan buntu, Jaka terperangkap di ruangan tanpa pintu.

Satu suara berhasil mengganggu fokus Jaka yang mulai menggunakan otak nya untuk berpikir. Suara isak tangis yang cukup dekat dari tempat nya bersandar.

Jaka mulai berdiri, menyapu pandangannya hingga melihat perempuan dengan seragam sekolah nya yang sedang menenggelamkan wajah sambil memeluk lutut.

Ah tidak, seharusnya Jaka tidak penasaran! Dia juga punya masalah yang besar disini. Tapi yang namanya Jaka tetaplah Jaka, dia berjalan pelan tanpa suara agar perempuan itu tidak terganggu dengan kehadiran nya.

Setelah jaraknya kurang dari satu meter Jaka terduduk kembali, saling memunggungi satu sama lain.

Mungkin perempuan itu mendengar napas berat yang Jaka keluarkan, sontak ia hapus dengan cepat air mata nya dan berbalik. Hanya punggung pemuda dengan sweater berwarna hitam kuning seperti gradasi tubuh serangga menyengat—lebah.

"Kalo nangis ya nangis aja, gue gak akan lihat, gue gak akan tanya, gue juga punya masalah sendiri." Ucap Jaka tanpa memandang perempuan yang berbalik hanya untuk menatapnya.

"Gue tau Lo masih lihat punggung gue, hadap sana lagi gih, fyi aja nih ya walaupun gue ganteng gue gak suka dilihatin kayak gitu. Apalagi Lo cuma liat punggung gue doang." Sambung Jaka lagi.

Perempuan itu segera berbalik, kembali ke posisinya semula. Tangis nya hilang, tiba-tiba air mata nya terasa kering. Rasanya seperti lautan yang air nya menguap karena keberadaan matahari yang begitu terik.

Tunggu, kalau begitu Jaka bisa menjadi sosok matahari kan?

Perempuan itu berucap di sela-sela kegiatan nya mencabut rumput sekitar demi menghilangkan kecanggungan diantara mereka.

"Makasih, sebenernya Lo gak perlu sih kesini." Ujar nya dengan suara parau.

Jaka terlonjak kaget, dia berbalik dan meraih pundak perempuan itu cukup kasar.

"Nayla?!" Pekik nya terkejut. "Lo ngapain disini?!"

Tubuh Jaka sudah berpindah tempat, sekarang ia tepat di hadapan Nayla yang masih menutup wajah nya, menghindari kontak mata dengan nya.

"Lo nangis?!" Mata Jaka semakin bulat menatap Nayla.

"Ya menurut Lo? Kan tadi Lo denger." Sungut Nayla tak kalah ngegas dengan Jaka. "Lo sendiri ngapain kesini? Ini mau malem, Lo nggak takut ke kuburan? Sendiri lagi."

Tangan Jaka meraih tangan Nayla agar tak lagi menutupi wajah nya. "Gak usah ditutupin gue udah tau kali." Ucapnya lembut, senyum nya mengembang. Senyum yang mendapat peringkat pertama senyum termanis se angkatan nya yang didapat dari polling di platform sekolah. "Gara-gara masalah tadi ya?"

Arsya ; second lifeWhere stories live. Discover now