11. Pertempuran, Jujur, dan Luka

45 9 0
                                    

Kegaduhan sudah terjadi di hari Selasa pagi ini. Terlihat dari beberapa murid yang berkerumun di kelas Arsya. Sebenarnya Arsya tidak penasaran, namun karena kebetulan tempat kejadian nya adalah kelas nya sendiri akhirnya Arsya ikut berhimpitan berusaha mencari biang kericuhan.

"Mahen!"

Arsya berjalan dengan derap langkah penuh emosi. Segera ia mencengkram kerah kusut Mahen yang tidak dikancingkan. "Anjing! Maksud Lo apa?!"

Mahen yang mendengar segala makian dan sumpah serapah dari Arsya hanya tersenyum senang. Rasanya jiwa kosong Mahen sejak kemarin terisi kembali setelah berhasil membuat emosi Arsya memuncak.

"Santay dong men, gue cuma mau bantu Lo." Ucap Mahen dengan entengnya.

Arsya mendecih, kemudian kembali menguatkan kepalan nya kepada seragam Mahen. "Cih, bantu?! Acak acak bangku Jaka lo bilang bantu gue?! Bantu darimana!"

Mata Arsya menatap bangku Jaka yang masih kosong dan Mahen yang dihadapannya secara bergantian.

Tempat duduk Jaka sudah sebagian rusak karena ulah Mahen dan antek-anteknya, siapa lagi kalau bukan Bima dan Daffa. Mereka mencoret setiap inchi meja kayu yang Jaka gunakan sebagai tumpuan buku untuk menorehkan segala hal yang terlintas dari otak Jaka, meski bukan materi sekolah.

Kolong meja Jaka sudah dipenuhi berbagai jenis sampah, bahkan ada lumpur yang lengket di sana. Arsya juga melihat kursi Jaka yang diberi berbagai permen karet, dan Arsya yakin pasti itu bekas kunyahan karena warna nya yang memudar.

Cengkeraman Arsya terlepas lalu ia berjalan kearah kiri menemui loker Jaka. Ia mempunyai firasat tidak enak akan ruang pribadi Jaka di sekolah.

Dan ya, keadaan di dalam lebih parah dari yang di luar. Buku buku Jaka yang masih terdapat di loker nya sudah berubah menjadi bubur kertas. Mereka merobek nya terlebih dahulu sebelum di masukkan dalam ember berisi air. Dan ember itu masih berada di sela-sela sapu dan alat kebersihan lain dalam kelasnya. Setelah itu bubur kertas itu mereka tempelkan ke segala sisi ruang persegi berdinding putih hingga mengotori barang lain yang Jaka punya.

Arsya hampir menangis, bahkan terdapat bangkai cicak dan kodok di dalamnya. Loker Jaka sungguh tidak layak disebut sebagai 'loker' lagi, lebih tepat nya seperti tempat pembuangan sampah di belakang pasar.

Mahen mendekati tubuh Arsya yang masih mematung, mulut nya yang merah muda berbisik di telinga Arsya.

"Gue cuma mau bantu Lo."

"Bantu apa anjing!" Sungut Jaka yang lagi lagi menarik Mahen agar berhadapan lebih dekat dengan nya.

Deru napas Arsya yang semrawut menabrak kulit wajah Mahen yang mulus.

Bukannya ikut marah justru Mahen memamerkan senyum nya, hanya satu sudut bibir yang ia tarik keatas. Mahen rasa ini saat yang tepat.

"Ayah Lo selingkuh sama mama Jaka, Lo tau nggak?"

Bak dihantam besi panas, jantung Arsya berhenti berdetak sejenak begitu pula napas nya, tenggorokan Arsya terasa dihadang sesuatu agar oksigen tidak bisa masuk.

"Lo bohong! Gue yakin-"

"Yakin apa?" Potong Mahen yang masih menatap wajah Arsya tanpa takut.

Memang ini yang Mahen inginkan dari dulu.

Membuat Arsya marah.

Entahlah, namun rasanya ketika rival nya itu marah peredaran darah Mahen terasa sangat lancar tanpa hambatan.

Sungguh aneh bukan?

"Lo gak lihat foto yang lagi rame di platform sekolah?" Ucap Mahen lagi.

Arsya melepas kerah Mahen dari tangannya, beralih fokus pada handphone yang sudah berada di telapak tangan nya.

Arsya ; second lifeWhere stories live. Discover now