12. Lari! Hingga Keujung Dunia

36 7 0
                                    

Pemuda berwajah tampan tengah termenung di salah satu ruangan rumah sakit yang hanya diberi sekat tirai antar tempat tidur, menunggu adik kelas nya bangun dari pingsan. Segala rasa sesal di rasakan pemuda tersebut. Tak seharusnya Joan yang tidak tau apa-apa terkena imbas atas perkelahian nya tadi bersama Mahen.

Arsya merasa lebih bersalah lagi, karena setelah Joan pingsan bukannya langsung membawa tubuh tidak sadarkan diri itu ke ruang UKS, Arsya memilih melanjutkan adegan jotos menjotos nya dengan Mahen.

Dan hasil akhir dari perkelahian tiga lawan satu itu tidak dimenangkan oleh siapapun. Arsya tergeletak lemas di samping tubuh Joan yang sudah pingsan terlebih dahulu, sedangkan Mahen, Bima, dan Daffa pun turut serta terlentang tak berdaya diseberang tubuh Arsya dan Joan.

Arsya mendengus kesal melihat berbagai luka yang menyelimuti ruas jarinya mulai membaik kembali, dengan sendirinya. "Gue baru tau, ternyata gue jago nge bogem anak orang." Gumamnya di sertai kekehan.

"Apa yang anda ingat di masa lalu bisa jadi bukan yang sebenarnya."

Suara pria pecinta warna hitam itu menyambangi telinga Arsya, susunan dua belas kata itu membuat batin Arsya mengumpat beberapa kali. Pria tersebut hanya berucap, tanpa menampakkan diri kehadapan Arsya yang tengah duduk di samping kanan tempat tidur Joan.

"Suara doang laki, disuruh nyamperin gak mau." Sindir Arsya yang mulai terpikirkan kalimat tadi. "Bentar, kok bisa?"

Tubuh Arsya yang ia rasa sudah sehat wal Afiat itu bangkit, menatap sekilas wajah tenang Joan yang masih mengatupkan kedua belah kelopak matanya. "Gue bakal balik." Ucap Arsya yakin.







Jaka sudah membulatkan tekadnya, pergi ke rumah Arsya untuk menjelaskan permasalahan antara mereka. Bukan dengan kalimat langsung, namun hanya rangkaian kalimat yang ia susun sebaik mungkin untuk dibaca Arsya nanti nya. Jangan lupakan jasa Nayla yang ikut menata kata demi kata agar terlihat singkat, padat, tapi mudah di pahami.

Pintu kayu yang masih kokoh itu diketuk. Tidak ada tanda-tanda manusia kaku seperti Arsya yang berniat membuka kan pintu. Cukup lama Jaka berdiam diri disana, hingga ke ketukan belasan pintu terbuka. Bukan Arsya namun pria yang tadinya bermain dengan mama nya.

"Jaka.."

Yang dipanggil berusaha tidak acuh. "Arsya kemana om?"

"Jaka, saya.."

"Arsya kemana om? Saya cuma mau ketemu Arsya." Jaka menatap mata ayah Arsya tanpa rasa takut. Lagipula untuk apa takut? Manusia satu ini memang tidak perlu di takuti.

Jaka merasa atmosfer rumah Arsya sedikit aneh, gelagat ayah Arsya pun patut menimbulkan kecurigaan. "Arsya kemana?" Tanya Jaka sekali lagi, selangkah lebih maju untuk mengintip bagian dalam rumah yang temaram.

"ARSYA! ARSYA!"

"A-arsya belum pulang." Jawab ayah Arsya dengan gelagapan.

Firasat Jaka semakin tidak enak. Seperti ada sesuatu yang sedang pria itu tutupi dari nya. Dengan segala kecerdikan yang timbul karena kepepet, Jaka segera menerobos masuk rumah Arsya tanpa aba-aba.

Pintu kamar Arsya terbuka. Nihil, tidak ada siapa-siapa disana. Kaki Jaka tetap ia komando untuk kembali melangkah, entah kenapa firasat nya semakin tidak enak saat kedua tungkai nya sudah sampai di kamar kedua orang tua Arsya.

"T-tante??"

"TIDAK ADA SIAPA-SIAPA DISANA!"

Bughh

Tubuh Jaka tersungkur sebelum dapat menjangkau kenop pintu kayu polos milik keluarga Arsya.

"Ada Tante Distya kan disana???" Tanya Jaka marah, menarik kerah yang lebih tua puluhan tahun dari nya.

Arsya ; second lifeWhere stories live. Discover now