🖇*ೃ˚[10]༘ 🖇

208 18 20
                                    

“Lu tadi telepon sama siapa sih? Terkuras banget kayaknya emosi lu gua lihat dari sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Lu tadi telepon sama siapa sih? Terkuras banget kayaknya emosi lu gua lihat dari sini.” tanya Beneta yang sekarang sudah agak santai karena dia sudah merangkum chapter 4 lebih dari setengah. Ginny hanya membalas pertanyaan sahabatnya dengan sebuah desahan nafas yang panjang dan kasar.

Raut muka Ginny tiba-tiba berubah. Yang tadinya bibirnya mengerucut ke depan dan keningnya mengkerut dalam. Sekarang malah dia sepertinya tengah terperangah dengan sesuatu yang dia lihat. Matanya menangkap percik-percik cahaya dari lampu-lampu kecil yang mengelilingi cermin di depannya sekarang. Di pikirannya, cermin ini sangatlah aesthetic dan akan sangat cocok untuk melakukan mirror selfie di cermin indah ini.

“Kok tiba-tiba raut muka lu berubah gitu. Lu lagi lihat apa sih emangnya?” tanya Clairine yang tengah berjalan lunglai ke arah Ginny yang masih me-wah-kan cermin aesthetic itu. Clairine sepertinya agak pusing karena dia sudah melihat layar laptopnya sambil mengetik materi matematika itu tanpa henti. Alhasil, dia tak sadar bahwa dia sudah tepat berada di depan cermin yang berada di ujung kamarnya. Satu benda yang sangat ia benci. Bukan hanya cermin yang ada di kamarnya, tapi semua cermin yang berfungsi dengan baik. Maksudnya, yang bisa mereflesikan bayangan tubuh gemuknya dengan jelas.

Tentunya, Clairine terkejut sekaligus jijik dengan pemandangan yang ia lihat di cermin yang berada di samping kanannya. Tak nyampe sedetik ia melihat bayangan tubuhnya sendiri, Clairine langsung memalingkan mukanya ke arah kirinya. Ia beneran tak sanggup untuk melihat tubuhnya sendiri di cermin.

“Wah … cermin di kamar lu bagus banget. Gua yakin, siapapun yang bercermin di sini pasti akan ngerasa lebih cakep. Ya kan?” tanya Ginny masih dengan senyum di bibirnya yang sangat lebar karena ia berhasil menemukan sesuatu yang bisa memanjakan matanya. Clairine yang disuguhkan dengan pertanyaan itu, rasanya langsung mau tertawa dengan sangat kencang di situ. Tapi, ia pastinya gak mau. Dia masih gak mampu untuk memberitahukan sisi lain yang ada dalam dirinya.

“Enggak tuh.” hanya jawaban singkat ini lah yang mampu ia berikan kepada Ginny.

“Kenapa?”

Because I hate what I see.” satu kalimat yang lolos dari mulut Clairine sebetulnya akan menjadi petunjuk besar bagi Ginny untuk mengetahui betapa insecurenya Clairine akan tubuh dan wajahnya. Tapi, Clairine memang sengaja bergumam dengan bahasa Inggris agar Ginny tidak tahu sisi lain dalam dirinya yang sudah ia pendam selama 3 tahun.

(Karena gua benci dengan apa yang gua lihat)

“Hah? Gua gak ngerti bahasa
Inggris … kan lo udah tahu.” jelas Ginny yang diakhiri dengan kekehan kecil dari bibirnya. Sepertinya, dia sedikit malu karena gak ngerti satu kalimat yang keluar dari bibir sahabatnya. Dia sebetulnya agak penasaran tentang apa yang baru saja dikatakan Clairine, karena pikirannya terlihat menerawang ke suatu tempat dan tatapannya nanar saat gadis gembul itu melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin yang dibilang Ginny aesthetic itu.

“Coba lu jelasin ke gua gitu kek. Lu tadi ngomong apa. Siapa tahu gua jadi bisa ngerti bahasa Inggris gitu sikit. Hehehehe ….” apa yang baru saja diminta oleh Ginny itu sebetulnya hanya sebuah kebohongan belaka. Dia sebetulnya hanya mau tahu apa yang sahabatnya pikirkan saat dia mengucapkan satu kalimat yang kelihatannya mengandung makna yang lebih dalam dari yang dia pikirkan.

“Kagak … itu tadi … gua cuman bilang kalau cerminnya emang bagus banget. Cocok banget untuk mirror selfie. Lu gak berniat untuk potret disini?” tanya Clairine yang sekarang sudah terlihat lebih ceria dibanding dengan dirinya beberapa detik yang lalu. “Bagaimana bisa orang langsung ngubah ekspresinya cuman dalam hitungan detik? Tadi jelas banget kalau dia tatapannya gimana gitu pas dia ngelihat cermin ini.” dari apa yang ada di pikiran Ginny sekarang, dia sepertinya akan memulai aksinya untuk mencari apa kebenaran yang disembunyikan oleh sahabat satu-satunya itu.

“Hmmm … enggak ah. Lagi gak bagus nih outfit gua. Ehe ….” balas Ginny yang sudah mulai menyusun rencana-rencana yang sepertinya akan ia laksanakan tak lama setelah hari ini.

“Oh gitu … oke deh. Eh, lu mau es krim gak? Ada tuh di kulkas. Gua baru beli kemarin. Lu pasti tahu kan di mana tempatnya?” langkah kaki Clairine menuju ke arah tempat tidurnya saat ia berniat untuk mengalihkan pembicarannya dengan Ginny.

“Iya lah gua tahu. Ini kan bukan pertama kalinya gua ke sini. Ya udah gua ambil dulu ya!” teriakan Ginny berhasil membuat Clairine membuang nafasnya yang sedari tadi ia tahan karena sangking gugupnya dia. Clairine takut sahabatnya akan bertanya-tanya lagi tentang apa yang barusan ia katakan. “Lagian juga, tadi kenapa gua ngebales-bales pertanyaan dia sih?! Bego … bego,” maki Clairine ke dirinya sendiri, “tapi untung banget sih tadi gua pake bahasa Inggris pas di kalimat terakhirnya. Kalau enggak bakal berabe deh nanti urusannya. Gua juga gak mau nanti dia ngerasa gak nyaman.”

.·:*¨༺ ༻¨*:·.

“Wah gila tumben nih si Clairine beli es krim yang agak mahalan. Ini mah yang paling gua suka. Mantappp ….” kotak es krim yang ada di depan Ginny saja sanggup untuk membuatnya berbunga-bunga, tapi kenapa gombalan Josef sama sekali gak mempan? Berbunga-bunga enggak, dia malah ngerasa mau muntah. Aishh…

“Mudah-mudahan aja nih ya si Josef megang kata-katanya. Awas aja kalau tuh buaya gak megang kata-kata dia. Gua geprek dia di tempat.” Ginny sudah bertekad seperti itu di pikirannya, yang berarti dia akan memegang kata-katanya sendiri. Oh Josef… tak ada lagi pengampunan untuk kamu nak.

TOK TOK TOK TOK TOK

Suara ketukan pintu yang sangat bar-bar itu berhasil membuat Ginny naik pitam untuk ketiga kalinya di hari yang sama. Kakinya sudah ia hentak-hentakkan saat ia berniat untuk membuka pintu depan rumah Clairine. Saat ia membuka pintunya, Erland dan Josef menampilkan raut muka yang sangat berbanding terbalik.

Si Erland terlihat sangat masam mukanya, matanya seakan sedang mengeluarkan laser yang mampu melumpuhkan manusia dalam sekejap. Kalau si Josef malah kelihatan seperti orang… gila. Dia malah senyum-senyum sendiri saat ia melihat wanita cantik di depannya yang sedang menenteng kotak es krim yang dia ambil tadi.

“Woy lu lama banget ngambil es krim doang … mau gua cariin gak? Emangnya lu gak bisa nemuin di mana kotak es krimnya, hah?!” teriak Clairine dengan keras. Tiga remaja yang sedang berkumpul di depan pintu rumahnya sukses membuat Clairine membelalakkan matanya saat ia memfokuskan pandangannya ke arah pria yang sangat ia mau hindari sekarang.

“Aish sialan … kok dia ke rumah gua sih?! Mampus lah gua udah.”

Besok ku ujian Matematika, dan gurunya bahkan g pernah ngadain meeting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besok ku ujian Matematika, dan gurunya bahkan g pernah ngadain meeting...terus aku juga gak suka pljrn Matematika. Sangat menyedihkan bukan? (•‿•)

Hope you like it and.....
See you in the next chapter!
(ノ◕ヮ◕)ノ*.✧

✓house with no mirrors✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang