🖇*ೃ˚[30]༘ 🖇

141 18 22
                                    

FLASHBACK

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

FLASHBACK

Setiap tahun, semua siswa/siswi yang bersekolah pasti akan mendapatkan rapot, bukan? Umumnya, ada 3 reaksi yang akan ditunjukkan oleh mereka saat menerima rapot. Pertama, yang khawatir nilainya akan turun (anak ambis). Kedua, yang merasa biasa saja (#pasrah). Ketiga, yang bahkan tidak tahu bahwa ada pembagian rapot (yang menganggap sekolah sebagai tempat bermain).

Tapi Alena... tidak merasakan satu pun hal dari ketiga hal di atas. Dia merasa takut, panik, khawatir, dan gelisah secara bersamaan. Perasaannya selalu kacau balau dan tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu dirinya sendiri untuk tenang, barulah ia bisa mengambil rapot yang seharusnya diambil oleh orang tuanya. Sebenarnya, para guru juga tidak setuju dengan tindakannya itu. Namun, karena ayahnya sendiri yang memberikan surat khusus kepada pihak sekolah, mau tak mau sekolah pun memaklumi hal yang tidak wajar itu dan menyerahkan rapot Alena kepada gadis itu sendiri.

Alena pun pulang sendirian, berusaha untuk menyiapkan diri terhadap apa yang akan dia rasakan nanti. Karena dia tahu betul apa yang akan ayahnya lakukan, "ya ... ini juga kan bukan pertama kalinya dia melakukan ini ke gua, darah dagingnya sendiri."

"Berapa hasil ujian kamu, Alena?" tanya ayah dari Alena, tentunya dengan nada bicara yang tak menyiratkan rasa kasih sayang sedikit pun. Karena ketakutan, Alena menundukkan kepalanya lebih dalam dan memegang rapot itu erat-erat, walaupun tangannya gemeteran setengah mati. Padahal, dia sudah mempersiapkan diri agar bisa tegar melewati ini. Ternyata, persiapannya itu sia-sia.

"KASIH SINI CEPAT!" teriak ayahnya tak sabar, merenggut paksa rapot yang gadis itu genggam dan membuka itu sampai lembaran terakhirnya dan bertanya dengan suara yang menyeramkan, "kok nilai kamu dan peringkat kamu turun, Alena?"

"Ma-"

PLAK

"KENAPA NILAI KAMU TURUN ALENA?!" teriak ayahnya dengan nyaring, bahkan suara itu sampai berdengung di telinga Alena. Sangking lemahnya dia sekarang karena tangisan yang terus keluar dan pipinya yang masih berdenyut, gadis itu sempat terhuyung untuk beberapa saat.

"Sudah bego, lemah pula kamu ya. Tidak cocok sekali untuk menjadi anak dari aku yang sudah punya segalanya." ucap ayahnya yang membuat Alena seketika langsung berlutut dan menangis sekeras-kerasnya. Karena sudah tak kuat dengan hinaan dari ayahnya, dengan sisa-sisa tenaga yang ada ia berteriak...

"AKU JUGA GAK SUDI PUNYA AYAH SEPERTI ANDA, TAHU GA-"

"APAKAH KAMU BARU SAJA MEMBALAS PERKATAAN SAYA?!"

PLAK

"Bagaimana bisa seseorang yang ada di hadapanku ini menjadi ayahku? Ini sudah terlalu berat." batin Alena sembari terus memukuli dadanya yang sudah kekurangan pasokan oksigen.

"Oh ... sepertinya saya tahu kenapa nilai kamu turun." seketika, bola mata Alena membesar dan memandang ayahnya dengan ketakutan. Berbanding terbalik dengan raut muka anaknya, ia malah tersenyum simpul karena sudah tahu satu-satunya kelemahan putri cantiknya itu.

✓house with no mirrors✓Where stories live. Discover now