🖇*ೃ˚[19]༘ 🖇

177 20 100
                                    

FLASHBACK

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

FLASHBACK

2 tahun sebelum sekarang

“Bang Erland! BANGUNNN!!! LU MAU TELAT APA?! Lu udah kelas 2 SMP dan masih harus dibangunin sama adek lu sendiri apa?” teriak seorang gadis gembul bernama Gabriella yang merasa bosen karena harus membangunkan abangnya itu setiap hari. “Gua harap lo gak bakal telat bangun kalau udah gak ada gua ya, bang,” cicit Gabriella di dalam hatinya.

“Ish iya iya dek. Suara lo toa banget sih. Tapi ada bagusnya sih, jadinya gua bisa langsung bangun kalau denger suara lu. BWUAHAHAHAH.” di momen ini, Erland sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang sekarang. Dia masih bisa tertawa terbahak-bahak, bahkan bisa membuat lelucon-lelucon yang mampu membuat orang yang berada di sekitarnya tertawa. Termasuk Gabriella yang sekarang ikut tertawa bersama abangnya yang sangat receh. Ia berharap dengan itu, abangnya gak sadar bahwa tadi ia sempat murung.

“Astaga bang … lu itu receh banget sih. Hah … gua aja sampe bingung kenapa cewe sekelas Alena Bertha bisa suka balik sama lu bang.” cibir Gabriella yang tentunya berbohong, karena dia sendiri sangat menyayangi abangnya dan ia tahu betul bahwa abangnya ini sangat boyfriendable.

“Heh. Gua itu mah boyfriendable banget ya. Gua ganteng, baik, pintar, rajin menabung, romantis, dan lain-lain. Apa coba yang kurang dari gua ya gak?” respon Gabriella terhadap keangkuhan abangnya itu hanyalah sebuah gelengan kepala, yang malah membuat Erland gemas sampai-sampai ia mencubit keras pipi gembul milik adiknya.

“Astaga lu ucul banget sih. Gemeshhh.” masih dengan tangannya di pipi Gabriella, dia mengatakan itu dengan senyumnya yang sangat lebar, membuat gadis gembul itu rasanya mau menangis karena ia pasti akan merindukan abangnya, sangat.

“Iya gua tahu kok kalau gua lucu. Udah sana siap-siap. Malu-maluin banget sih lo harus dibangunin sama adik lu sendiri. Gimana coba kalau gua udah gak ada di samping lo.” racaunya dengan kesal sambil ia bersiap-siap untuk sekolahnya sendiri. Kalimat terakhir yang diucapkan Gabriella pun membuat Erland bingung, tentunya.

“Makanya lu harus selalu ada di sisi gua okeh adikku yang manisss??” jawab Erland dengan agak centil. Hati Gabriella rasanya tercubit dengan harapan dan kepolosan yang terpancar dari sepasang mata milik abang satu-satunya. Tapi, dia sudah tidak tahan lagi. Dia sudah merencanakan akan melakukan itu, nanti. Sesaat setelah ia bersenang-senang dengan keluarganya.

“Iya abang sayang. Gua bakal di sisi lu selalu.” jawab Gabriella dengan senyuman tulus sekaligus mirisnya, diakhiri dengan desahan panjang yang keluar dari bibirnya. Dengan itu, ia berharap agar ia bisa lebih tenang karena ia tadi sempat mau nangis. Apalagi pada saat abangnya sendiri meminta dia untuk selalu berada di sisinya, bodohnya dia malah mengiyakan permintaan itu.

“Pastinya! Ya udah sana dek. Gua mau mandi dulu. Lu juga siap-siap dah sana.” usir Erland jahil sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

“Iya bang.” balas Gabriella pelan. Matanya sudah tak kuasa untuk menahan cairan bening itu dan tanpa menunggu lama lagi, dia langsung berlari ke arah kamarnya dan melanjutkan acara tangisnya di sana, satu-satunya saksi bisu yang selalu melihat Gabriella menangis tiap malam, melakukan self harm, dan yang mendengar segala kebencian yang ia tuangkan dalam kata-kata ke tubuh gembulnya itu sendiri.

✓house with no mirrors✓Where stories live. Discover now