Tubruk

673 64 72
                                    

~Angel With a Glasses~

By: TsubasaKEI

Don't try to make it yours!

Enjoy~

P.S. ANNOUNCEMENT DI LAST PAGE
---------------------------------------------
Chapter 11: Tubruk

New Haven adalah kota yang sepi. Paling tidak begitulah asesi Fang ketika mereka berjalan di trotoar tengah kota. Satu dua orang keluar dari toko di distrik perbelanjaan berwarna pasir. Menurut Boboiboy mereka tiba bertepatan dengan selesainya musim libur-melihat banyaknya kantor urban dan apartemen yang dibangun kubus, mayoritas penduduk kota ini memiliki jadwal kerja yang padat dan pasti menghabiskan 70% hidupnya berhadapan dengan komputer.

"Di sini tertulis tingkat kejahatan New Haven cukup tinggi." Ujar Boboiboy di sampingnya. Ia tengah mencari data tentang lokasi mereka sekarang menggunakan ponsel. Pasangan jaket dan topi jingga kembali membalut Boboiboy; atas perhatian Ocho yang sempat kembali ke Pulau Rintis untuk mengambil pakaian dan barang-barang esensial milik pemuda itu. Sekaligus pula bertegur sapa pada nisan Tok Aba yang sudah didirikan oleh penduduk pulau. Boboiboy ikut di perjalanan ini dan menolak tawaran Fang untuk ditemani. Ketika mereka kembali ke hotel, Boboiboy hadir dengan topi menutupi wajah bermata merah.

"Kalau begitu bukan kah hal baik kita pergi bergerombol seperti ini? Tidak ada yang berani macam-macam kalau wajah Fang terus seperti goblin sembelit." Yaya berjalan di depan Fang bersama Ying ketika tawarannya untuk berjalan bersebelahan dengan Boboiboy ditolak keras si malaikat. "Aku jadi teringat; sebenarnya kita mau ke mana? Kita tidak bisa menjadi turis sok tau selamanya, kan?" Lanjut si demon.

"Betul itu. Kita mau ke mana, Ying?" Tanya Ocho, ia mengernyit pada setiap orang yang menatapnya heran. Entah apa yang membuatnya lebih menarik ketimbang rombongan sup buah ini. Atau mungkin justru melihat orang kaukasian dikerubungi ras beragam menimbulkan hasrat protektif manusia sejenis. Ocho berpindah tempat dari sebelah Boboiboy ke samping Ying. Ia mengintip bulu sayap Metatron yang berlagak seperti Kompas di telapak tangan si penyihir.

"Seperti yang ku bilang sejam lalu; kita ikutin arah bulu ni." Fokus Ying tidak berpindah dari bulu dan jalan di depan. Topi besar miliknya mendominasi ruang dari pejalan kaki yang lain. Cukup melegakan tidak ada yang mengira mereka sebagai atraksi turis. Woodpecker yang sempat menemani gadis itu berganti menjadi Robin Amerika berdada jingga. Boboiboy menyadari mereka membentuk kolase senja di atas kepala Ying.

"Ayolah Yiiing, itu sejam lalu! Kenapa bisa kita nggak menemukan Metatron juga?!" Sebelum Ying dapat memotong Ocho, bulu Metatron mendadak berbutar berkebalikan arah, menghentikan langkah mereka semua. Lima pasang mata membuntal panik selagi si abu ringan itu berkedut dan lagi-lagi berganti arah.

"Uh.." Ocho manganga kebingungan "Apa yang baru saja terjadi? Apa bulunya memang menggeliat seperti itu?"

Dikerumuni oleh yang lain, Ying mengamati dengan gundah. "Tch. Tidak berguna - kompas ini tidak bisa berjalan kalau kita berdiri di kutubnya." Keluhnya. Lalu Boboiboy loncat untuk menangkap bulu yang dilempar Ying melewati bahu.

Telinga Yaya terbuka lebar. Matanya mendelik dengan rencana yang mulai mendidih. Ia melangkah mundur dari kerumunan. "Ah, kalian malaikat memang suka berterbangan kemana-mana. Kalau bulu itu baru konslet sekarang, seharusnya Metatron masih ada di kota Ini. Sekarang bagaimana? Aku sarankan kita berpisah arah. Memperluas jangkauan, lebih banyak lalat yang bisa ditangkap, bukan?"

Berdiri di Chapel Street, dengan jalan beton setengah memanggang kaki dari panas matahari. Anehnya Boboiboy tidak merasakan panas tersebut pada tubuhnya. Hanya hawa sejuk yang entah bagaimana menyelubungi badan, dan turun 5 derajat saat ia bersebelahan dengan Fang. Si Malaikat yang di sebut mengadah pada matahari tak tergubris dengan punggung bersender pada dinding bata-yang Boboiboy yakin harusnya sama-sama mendidih.

Angel With a Glasses Where stories live. Discover now