Bagian 6 : Diantar Pulang

10.1K 1K 25
                                    

Kelas Salena baru saja usai setelah sore hari. Berjalan keluar dari area kampusnya seraya menatap layar ponsel. Berniat untuk memesan ojek.

Saat hendak menekan tombol pesan, ia mengurungkan niatnya saat suara klakson mobil terdengar tepat di hadapannya.

Menatap mobil di hadapannya dengan pandangan terkejut. Apalagi saat kaca jendela terbuka. Menunduk sedikit untuk bisa menatap langsung atasannya tersebut.

"Mau kemana, Len?" tanya Rehan. Seperti biasa sangat ramah.

"Em... pulang Pak," jawab Salena seraya tersenyum tipis. Merasa canggung. Karena semenjak bekerja, ia dan Rehan jarang berinteraksi. Di saat semua teman kerjanya akrab dengan atasannya tersebut, tapi tidak dengan Salena karena Salena pendiam dan tidak tau cara mencari muka di depan atasannya.

"Ayo naik!" Rehan mengendikkan kepala pelan agar Salena naik ke mobilnya.

Salena agak terkejut mendengar tawaran Rehan. Dengan sungkan ia menggeleng. "Eng-enggak usah Pak."

Pria itu melepas sabuk pengamannya, lalu turun. Menghampiri Salena yang semakin kikuk. Membuka pintu di hadapan Salena lalu kembali mengendikkan kepala.

Meski ingin menolak lagi, tapi Salena merasa tidak enak. Apalagi Rehan membuka pintu mobil untuknya.

Akhirnya ia naik ke mobil tersebut. Menoleh ke belakang saat menyadari kehadiran Kiara yang tertidur dengan posisi duduk. Kepalanya miring ke kanan.

Menatap Rehan yang baru masuk ke balik kemudia. "Em Pak... itu lehernya Kiara nanti pegal kalau tidurnya seperti itu."

Pria itu ikut menoleh ke belakang, kembali turun lalu membuka pintu belakang. Memperbaiki posisi tidur Kiara menjadi terlentang. Lalu kembali naik.

"Kelasnya baru selesai, Len?" tanya Rehan tanpa mengalihkan tatapannya pada Salena.

"Em... iya Pak." Duduk Salena terasa kikuk. Merasa sangat canggung saat ini.

Rehan yang menyadari sikap canggung Salena, semakin mengajak wanita itu bicara agar merasa lebih nyaman.

"Kapan selesainya?"

"Apa Pak?" Salena menoleh menatap Rehan, pria itu pun menoleh sekilas.

"Kuliah mu."

"Oh em... dua tahun lagi sih Pak."

Rehan tersenyum tipis, lalu kembali fokus menyetir.

Sementara itu Salena mati kutu. Tidak tau harus bertindak apa. Apakah mengajak Rehan bicara atau tidak usah?

Pergolakan batin tersebut membuat Salena memutuskan untuk mengajak Rehan bicara. Daripada mereka saling diam dan suasana menjadi kikuk.

"Em... Kiara kayaknya kelihatan capek, ya?" Salena meringis pelan. Kenapa ia memulai percakapan sangat buruk? Pertanyaan sangat tidak etis.

"Oh iya. Abis main seharian ini bareng sepupunya. Makanya langsung tidur pas naik ke mobil."

Untung saja Rehan menjawabnya. Kalau tidak, Salena bisa malu sendiri.

"Kamu sudah makan, Len?"

"Sudah."

Rehan menoleh sekilas. "Tadi siang, kan?" Tebaknya membuat Salena tersenyum malu.

"Kita makan malam di MeeBel Restaurant, ya? Kayakanya deket dari sini," ujar Rehan seraya mengarahkan kemudi ke arah kanan.

"Ta-tapi kan Pak ini masih sore. Terus..."

"Saya sudah belok lho." Rehan menyela. Tersenyum tipis. Telah memutar laju mobil. Akan menuju restoran yang di maksud. "Sekalian makan malam, Len."

Salena tidak tau harus melakukan apa. Sangat enggan menerima tawaran Rehan, tapi ia tidak tau bagaimana caranya menolak. Pun memikirkan nasibnya jika ia menolak, mungkin saja Rehan menilai dirinya tidak bersyukur. Sudah diantar, tapi banyak maunya.

Bittersweet DivorceWhere stories live. Discover now