Bagian 10 : Salah Paham

8.1K 1K 23
                                    

Salena agak terkejut saat masuk ke dalam pekarangan kosnya, ia melihat Astra yang duduk di bangku kayu. Tatapan pria itu tertuju pada mobil Rehan yang melaju pergi. Lalu beralih menatapnya.

Pria itu berdiri, berjalan menghampirinya. Terlihat raut wajah bersalah dari pria itu.

"Len, aku ke sini mau minta maaf," ujar Astra memelas.

Salena terdiam sejenak lalu menghela nafas pelan. "Minta maaf buat apa?"

"Itu... em... aku termakan gosip. Percaya kalau kamu..."

Segera Salena menyela. "Jadi, kamu emang anggap aku semurahan itu, As?" Menatap sendu Astra. Sudah menduga jika Astra ataupun Mita yang menjauhinya karena percaya dengan gosip murahan tersebut. Padahal Salena sangat percaya pada mereka. Menganggap mereka teman yang baik. Salena merasa begitu kecewa.

"Bukan gitu Len..."

"Udahlah As. Sikap kamu dalam beberapa hari ini jawab semuanya. Kamu jauhin aku. Seharusnya kalau kamu emang gak percaya sama gosip itu kamu nanya aku atau gak pastinya kamu gak termakan gosip itu karena kamu percaya sama aku yang gak bakal seperti itu."

Astra dibuat bungkam Salena yang kini mengukir senyum miris. "Aku emang janda, As. Tapi, bukan berarti janda yang kegatelan, kan? Aku pun janda bukan karena kemauanku. Aku menikah muda pun bukan kemauanku."

Selanjutnya Salena pergi dari hadapan Astra. Masuk ke dalam kamarnya. Menghela nafas panjang. Sepertinya hari-hari berikutnya di tempat kerja akan terasa berat. Karena tidak memiliki teman lagi.

***

Salena diminta masuk ke ruangan Rehan. Merasa heran dengan hal tersebut, juga penasaran perihal apa yang ingin dibicarakan Rehan.

Beberapa tatapan tertuju padanya, tapi ia tidak acuh. Tetap melangkah menuju ke ruangan Rehan. Mengetuk pelan pintu tersebut lalu membukanya. Masuk ke ruangan Rehan yang tersenyum menyambutnya.

"Duduk Len," ujar Rehan mempersilahkan Salena duduk. Ia pun berdiri menuju ke arah lemari pendingin yang ada di ruangan tersebut. "Kamu mau minum apa?"

"Teh kotak aja, Pak." Salena tersenyum tipis. Saat ini duduk di kursi di hadapan meja kerja Rehan. Pria itu kembali duduk di tempatnya. Memberikannya teh kotak.

"Emang sih siang ini panas sekali," ujar pria itu. Sepertinya sedang basa basi.

"Jadi... Pak Rehan ada perlu apa manggil saya ke sini?"

"Oh itu..." Rehan memperbaiki posisi duduknya. "Kan sebentar lagi kamu bakal sibuk-sibuknya sama kuliah mu, kan? Kalau kamu masih di bagian tour guide, pastinya ganggu kegiatan kuliah kamu, apalagi kalau waktunya akhir pekan. Jadwalnya tabrakan dengan waktu kuliah kamu."

"Pak Rehan suruh saya resign?"

Rehan tercengang lalu menggeleng. Kemudian terkikik. "Enggak Len. Saya cuma mau mindahin kamu ke bagian adiministrasi. Menerima dan mengatur jadwal pemakai jasa kita, begitu."

Salena terdiam mendengar perkataan Rehan. Ia pikir Rehan akan menyuruhnya resign gara-gara masalah kemarin. Tapi, ia tetap bersyukur karena ternyata Rehan hanya memindahkannya ke bagian administrasi. Karena ia pun berpikir, tidak lagi memiliki teman akrab jika bertugas menjadi tour guide. Pasti rasanya tidak nyaman.

"Gimana, kamu mau Len?"

Salena mengangguk pelan seraya tersenyum. "Terima kasih, Pak."

"Sama-sama." Rehan balas tersenyum. Lalu terjadi keheningan beberapa saat. Suasana berubah menjadi canggung.

"Em... kalau gitu, saya permi..."

"Kita makan siang bareng yuk?" Perkataan Salena disela Rehan. Kedua mata Salena mengerjap pelan menatap Rehan yang juga ikut berdiri. Pria itu meraih kunci mobil lalu mengendikkan kepala agar ia ikut.

Bittersweet DivorceМесто, где живут истории. Откройте их для себя