Awal yang baru

152 12 8
                                    

Pada akhirnya aku hanyalah penyimpan rasa tanpa tau bersuara.
________

Dari pagi aku sudah memikirkan bagaimana keadaanku ketika menginjakkan kaki ke tempat baru ini. Sibuk dengan apa yang harus aku kenakan, dengan bagaimana caraku berjalan, berbicara, menatap dan mendengarkan. Segugup itu bagiku untuk setiap hal baru. Bagaimana pun ribetnya seorang aku menyelesaikan persoalan autfit pada akhirnya warna gelap lah pilihan terakhir.

Satu masalah selesai, masalah selanjutnya adalah bagaimana caraku berkomunikasi dan akhirnya aku putuskan untuk tetap mengunci mulut dengan rapat sebelum seseorang mengajakku berbicara, selanjutnya berjalan dan menatap. Sudahku bilang kan bahwa aku gugup ketika berhadapan dengan hal baru jadi aku rasa menundukan pandangan adalah jalan ninjaku, perihal berjalan, kuusahakan tetap anggun tetapi dengan gayaku sendiri.

Semua masalah selesai.

______

Waktu berjalan begitu cepatnya hingga tibanya waktu untuk berangkat ke gedung besar berwarna hijau yang akan jadi wadahku berekspresi.

Hari ini, aku memakai rok hitam dengan lipitan di seluruh bagian rok atau biasa disebut dengan rok plisket, untuk baju aku memakai baju terusan hingga lutut bewarna biru dongker atau biasa disebut navy, kata orang baju yang modelnya seperti itu dinamakan tunik dan aku padu padankan dengan jilbab hitam serta sepatu favoritku, juga bewarna hitam. Hitam itu bagai candu untuk aku.

Sekolah ini mempunyai dua gerbang, gerbang samping dan gerbang utama, dan aku memilih gerbang utama untuk masuk ke dalam gedung hijau ini. Aku tidak sendirian, aku ditemani oleh Bibi yang setia disampingku setiap aku memulai langkah baru.

Notif ponselku berbunyi dan terpampang lah siapa yang mengirim pesan. Isti, nama panjang nya Istiqomah Safitri seorang atlet karate, berbadan gempal dan sangat imut, meski dia seorang atlet, itu tidak mengurangi sikap manjanya.

Istiii: Assalamualaikum, Ary kamu. dimana? aku dari tadi muter loh cariin kamu, sampai pegel-pegel kakiku.

Aku tertawa membacanya, anak ini punya energi khusus untuk membuat orang lain tersenyum.

Waalaikumsalam, aku di bawah pohon mangga, baju biru, jilbab hitam, sepatu hitam. Cepetan enggak make lama!

Aku mematikan data seluler dan mengakhiri percakapan ini. Setelah beberapa menit barulah batang hidung Isti yang minimalis menampakan diri.

"Haiiii Isti, kangen banget." ucapku dengan memeluknya. Bukan tanpa alasan aku memilih memeluknya ketika selesai ber-say hai sebab sudah hampir dua tahun kami tidak saling bertatap muka atau sekedar mengirim pesan.

"Udah-udah, bocil. Dari dulu enggak tinggi-tinggi badan mu Aru."

Deeep

Tinggi. Satu kata yang bisa membuatku down seketika. Dari sekian banyak sapaan awal ketemu kenapa harus itu yang dia lontarkan? Dia memang bukan berpri-persahabatan. Aku segera merenggangkan pelukan yang hanya dilakukan olehku. Miris sekali rasanya.

"Ihs, udahlah. Dari sekian banyak sapaan dan bahan obrolan kenapa harus diawali dengan kata tinggi sih? Keadaan tubuh ku saat ini adalah bentuk istimewa dari Allah, jangan remehin ih. Bantu aku bersyukur."

Mendengar itu Isti tertawa hingga bahunya bergetar. Dia benar-benar puas perihal mengejek Ku. Dasar. Aku tau di tinggi, bahkan sangat tinggi. Aku saja ketika ingin berbicara bersamanya harus mendongak.

________

Dari arah masjid yang ada di sekolah ini seorang pria dewasa keluar dengan baju kaos bewarna biru serta celana bewarna hitam. Aku rasa dia seorang guru.

Benar saja, saat ini kami diarahkan olehnya menuju lapangan untuk berbaris rapi sesuai ruangan yang akan ditempati.

Dalam barisan aku menemukan tetangga ku disana namanya, Ika. Tidak pernah akrab, tapi dia sangatlah baik. Dan selanjutnya, kami menuju ruangan yang akan ditempati dan aku di tempatkan di ruang dua, satu ruangan sama Isti.

Ketika keluar barisan, ekor mataku menangkap bayangan seseorang yang tidak asing bagiku, ketika membalikan badan terlihatlah Abu. Teman semasa taman kanak-kanak dan sekaligus sepupu dari bagian keluarga Bapak.

Ma fi qolbi ghairullah, ma fi qolbi ghairullah, ma fi qolbi ghairullah

Kalimat itu terus kurapalkan semenjak aku berbalik melihatnya, berharap jantungku tidak berulah kali ini.

Nyatanya, ya Allah jantungku sekarang bergerak tak karuan. Dari dulu, semasa taman kanak-kanak jantungku tidak pernah berdetak secara normal ketika netraku melihatnya. Sebut saja Abu adalah first love bagiku. Sangat gila bukan? Apakah di antara kalian juga menyukai seseorang sebelum waktunya? Aku sadar itu cuma sebatas suka-sukaan belaka namun, anehnya rasa suka itu berlanjut hingga sekarang. Hingga duduk di sekolah menengah atas.

Mataku terus melihat punggung nya. Hari ini dia terlihat sangat tampan dengan memakai hoodie berwarna abu seperti namanya, celana jeans panjang, sepatu hitam, ransel biru bergaris merah serta helm hitam yang dipegangnya. Dia terlihat sangat tampan ditambah lagi rambutnya yang tebal di sisir rapi.

Percayalah, ketika kamu melihat orang yang kamu kagumi dan spontan meletakan telapak tanganmu di dadamu dan mengatakan "ma fi qolbi ghairullah"

Allah tak pernah lalai dalam memantau setiap hambanya yang ber-istiqomah menjauhi apa yang diharamkannya.

"Aru kenapa sih ngelamun mulu? Yuk ah ke ruangan."

Aku hanya menganggukan kepala sambil terus melihat ruangan mana yang akan ia tempati. Ruangan delapan lah yang ia masuki.

"Isti, kamu udah belajar? Aku nggak belajar, Aku kirain hari ini cuman ambil kartu peserta terus udah deh kita pulang. Padahal ada simulasi soal ujiannya, mudah-mudahan Allah bantu kita yah, Ti." kataku

"Aamiin ya Allah, semoga ajah yah, Ar."

_______

Dengan teliti aku mengerjakan soal-soal simulasi dengan semaksimal mungkin, sesuai kemampuanku tentunya. Jumlah semua soal ada 10 yang terdiri dari agama, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Waktu terus berlalu hingga waktu yang ditentukan untuk mengerjakan soal berakhir. Aku beranjak dari tempat duduk dan berpamitan kepada pengawas yang mengawasi selama simulasi.

"Gimana? Bisa enggak Ar?"

"Alhamdulillah bisa Isti, enggak susah-susah amat, untung enggak melenceng dari yang dipelajari waktu SMP, Ti."

"Ohiya, kamu pulangnya dengan siapa? Bareng yuk?"

"Maaf yah, Ti. Aku barengan sama Bibi."

"Oh yaudah, aku luan yah Aru. Assalamualaikum bocil."

____________________

Jazakallah khairan katsiran
~Ambil baiknya, buang buruknya ~

Semasa AliyahWhere stories live. Discover now