Family Man, Abu.

11 4 8
                                    

Sebuah bangunan kokoh yang biasa di sebut rumah, belum benar-benar menjadi rumah jika sosok yang kita anggap rumah tidak ada.
_________________

Kami sudah sampai disebuah bangunan yang kami bilang rumah. Tapi, bukan rumah aku yang kami jadikan tujuan, melainkan rumahnya. Rumah Abu. Katanya, Ibu sudah menghubungi Mama untuk meminta izin aku menginap di rumahnya. Aku senang Walaupun Sedikit kaget di awal. Rumah kami tidak jauh, hanya berbeda lorong. Tanpa menginap pun aku bisa setiap hari bertemu Ibu, tapi, kata Ibu... "Nggak asik, Ar. Kalau kamu nginap kita bisa berbincang hingga larut, kita bisa buat resep baru sepanjang hari, kita bisa melakukan hal apapun yang biasa Ibu dan anak perempuannya lakukan.... " itu kata Ibu, mungkin, Ibu, sangat menginginkan seorang putri. Aku akan berusaha menjadi putri yang baik untuk Mama dan Ibu.

"Aru, nak, kamu tidurnya di kamar Abu saja. Abu biar tidurnya sama Aksa. Nggak pa-pa kan, Bu?" Ibu bertanya meminta persetujuan sang pemilik kamar.

"Tidak apa-apa. Tidurlah. Semoga nyenyak."

Aku hanya tersenyum tipis mendengar jawabannya. Dia menjawab seakan-akan akan terjadi hal-hal baru saat aku tidur.

Rumah ini terasa kembali hidup Ketika ibu datang kembali, rasanya kembali lengkap. Entah kenapa, setelah Ibu datang aku lebih rindu kepada Ibu padahal Ibu sekarang berada di sampingku.

"Aru, kenapa?" tiba-tiba Ibu bertanya kepadaku. "Nggak pa-pa, Buk,"

"Kita jalan-jalan yuk, Buk."

"Kemana? Nggak usah, Ar. Ibu masih pakai Kursi roda, nanti malah ngerepotin kamu."

"Ibu, gimana sih, katanya Aru anak perempuan Ibu. Tapi, Ibu nggak mau merepotkan Aru. Nggak pa-pa, Buk," aku berusaha membujuk Ibu.

Aku mengajak Ibu jalan-jalan karena, selama Ibu pulang, Ibu terus saja berada di rumah, jadi, untuk mengisi hari-hariku di rumah ini. Aku akan menyenangkan Ibu. Contohnya, mengajak Ibu jalan-jalan sekedar menghirup udara segar.

Aku menyiapkan diri, tidak banyak, hanya mengganti jilbab yang lebih panjang dan kaos kaki yang lebih tebal, karena sejatinya kaki perempun termasuk aurat.

Jangan bertanya Kenapa aku bisa mengganti pakaian ku dirumah Abu, pasalnya tadi, Abu langsung kerumah dan mengambil beberapa potong baju, aku sudah bilang bahwa aku saja tapi Ibu bersikeras biar Abu saja katanya biar aku tidak kelelahan, padahal, hanya di lorong sebelah.

Begitupun kepada Ibu, aku juga menyiapkan Ibu agar terlihat lebih cantik, dengan sedikit polesan pada wajah Ibu. Kulitt putihnya terlihat semakin mempesona sekarang.

Tidak heran, mengapa Aksa dan Abu mempunyai kulit putih, tapi, sekarang Abu semakin gelap kulitnya yah, karena sekarang dia sering keluar rumah. Sedangkan Aksa setia menempel pada kasur dingin miliknya.

"Sudah cantik. Mari jalan-jalan, Buk,"

Ibu, hanya tersenyum untuk merespon ajakkanku. Kami pergi tidak jauh dari rumah. Hanya mampir sebentar kerumahku lalu jalan menuju taman kecil yang berada di lorong paling ujung. Kami berhenti melihat dua pasang lansia, sepertinya, mereka bukan dari daerah sini. Aku belum pernah melihat mereka.

"Aru..."

"Iyah Buk, ada apa?"

"Apa kamu punya pacar yah sekarang?"

Aku tertawa kecil mendengarkan penuturan dari Ibu. Apa orang-orang disekitarku belum benar-benar mengenalku? Sudahlah, memang beberapa hal tidak harus diketahui lebih dalam.

"Tidak Buk. Aru tidak berminat untuk pacaran."

"Baguslah, nak. Tapi Abu? Apa dia punya seorang perempuan yang dia jadikan pacar? Ibu bertanya seperti ini karena, kamu pasti tau sendiri kan, nak, dua tahun ini Ibu berpisah dari Abu dan Aksa, 24 jam dalam hidup mereka Ibu tidak mengetahui secara keseluruhan. Hubungan Ibu dan anak-anak berjarak akan hal ini."

"Ibu tidak seharusnya menyalahkan keadaan, kita, sebagai manusia tidak bisa melakukan apapun terkait takdir, Bu. Dalam hal ini tidak ada yang salah. Ibu tenang ajah, Ibu, sudah pulang, lambat laun hubungan ibu sama yang lainnya akan semakin rekat seperti sedia kala." aku berusaha menenangkan Ibu, bahwa semuanya akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu.

"Lalu, Ar soal Abu? Apa dia punya pacar?"

Aku sedikit bingung menjawabnya. Jika aku bohong itu dosa, jika aku jujur apa Abu akan baik-baik saja? Atau Abu akan marah padaku?

"Jujur saja, nak, Ibu nggak akan menyalahkan Abu," lanjutnya.

Baiklah, aku akan berbicara jujur, toh Abu juga sudah putus sama pacarnya.

"Udah Bu, tapi, beberapa minggu lalu dia barusan selesai hubungannya sama pacarnya itu," sekarang kesannya aku sedang menggosip tentang Abu.

Ibu sontak kaget mendengar jawaban yang keluar dari mukutku. Apa yang aku katakan salah yah? Apa aku akan dimarahi Ibu Karena telah berbicara seperti ini? Aduh, bodohnya aku.

"Oh yah? Abu nggak pernah cerita tentang pacarnya, justru, dia selalu cerita tentang gadis ceroboh dan suka melamun kepada Ibu. Hampir tiap hari semenjak dia masuk Aliyah."

Diluar dugaanku justru Ibu nampak tenang-tenang saja menanggapi perkataanku. Dan iya! Bukannya mau kege'eran tapi beberapa hari lalu Abu sering bilang bahwa aku ceroboh dan suka melamun, apa gadis yang dimakdsud Ibu itu aku? Tapi... Ah sudahlah, aku tidak mau kepedean terlalu jauh.

Lalu aku menjawab "Nah, gadis itu mungkin pacarnya Buk!" aku berusaha menepis rasa pede yang ada dalam diriku ini.

"Nggak, kali ini Ibu tau siapa gadis itu, Ar."

Lah? Apa aku harus benar-benar kepedean kali ini? Apa benar itu aku?

"Apa kamu nggak cemburu, Ar?"

Aku kaget, Kenapa ibu menanyakan hal ini? Cemburu? Iya, sedikit, seujung jari. Tapi, apa begitu terlihat bahwa aku menyukai Abu?

"Ngg..." belum sempat aku menjawab, Abu sudah datang sambil berlari dari arah pintu masuk menuju taman.

"Abu jangan lari, nak,"

"Telat Bu, anak Ibu yang itu aktif banget."

Aku dan Ibu tertawa bersama.

"Kalian ketawain apa?"

"Nggak ada apa-apa kok, iya kan Aru?"

Aku hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Saat lari, seperti biasa rambutnya yang lebat akan bergerak mengikuti irama larinya. Kalau kata Fita dan Nissa 'tuing-tuing'
Terlihat menggemaskan, jika seperti ini aku bisa kembali mengingat bagaimana dia merengek minta ditemenin sama Ibu ketika dulu kami di taman kanak-kanak.

"Kamu ngelamun lagi, Ar?"

Aduh malunya.

_____________________

Jazakallah khairan
~Ambil baiknya, buang buruknya~

Semasa AliyahWhere stories live. Discover now