02. Misterius

14.8K 2.3K 100
                                    

Murid bernama Axel ini tidak masuk kelas beberapa hari kemudian. Di dalam keterangannya, dinyatakan bahwa dia sedang sakit. Semua guru percaya karena terdapat surat dari dokter. Akan tetapi beberapa murid tidak percaya, mengingat sifat lelaki itu yang seperti berandalan. Dia murid baru, tapi sudah membuat teman-temannya tidak nyaman dengan keberadaannya.

Bagi Mai, yang hanya melihatnya sekilas, merasa amat penasaran. Dia masih saja menciumi bau badannya untuk memastikan diri. Kenapa Axel terdengar tidak suka saat saat berpapasan dengannya? Lantas apa yang dimaksud dengan cupcake itu? Kenapa dia menyebut nama kue manis dengan ekspresi ingin muntah?

Hingga hari ketiga, akhirnya Axel kembali masuk ke sekolah. Ketika sudah masuk kelas, dia langsung duduk di kursi terdepan dekat jendela, yang berhadapan langsung dengan meja guru.

Kursi-kursi kayu di ruang kelas ini berjumlah tiga puluh. Semuanya berjenis kombinasi, kursi dan mejanya menyatu. Hal ini cukup efektif untuk menghemat tempat, mengurangi jumlah kegiatan rumpi saat pelajaran ataupun menyontek dalam ujian.

Axel selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Iya, ketimbang mendengarkan guru mengajar di depan kelas, dia memilih menggambar. Gambarannya pun mengerikan, terkadang berbentuk kepala serigala, kadang hanya gambar tidak jelas yang intinya terlihat seperti makhluk aneh. Meskipun demikian, goresan penanya cukup bernilai seni, seperti seorang yang sudah ahli.

Dia memang kelihatan tidak peduli pada pelajaran apapun. Namun, setiap kali ditegur oleh guru dan ditanyai berbagai pertanyaan, dia bisa menjawabnya. Itu membuktikan bahwa telinganya tetap bekerja meskipun fokusnya pada hal lain. Karena sikapnya ini, dia mendapat label "sombong dan aneh" dari teman-teman barunya. Dia pun tidak peduli karena sepertinya datang ke sekolah bukan untuk berteman.

Mai duduk di deretan kursi tengah. Ia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Axel dari situ. Dia sempat mengalihkan fokus dari pak guru yang menulis papan ke Axel yang menggambar. Hanya karena dipandang selama dua detik saja, Axel langsung berhenti menggambar dan menoleh ke arahnya. Sontak saja Mai kaget dan buru-buru menunduk ke buku tulisnya. Dadanya berdebar-debar, jelas bukan karena tertarik, melainkan panik.

Keyla, yang duduk di belakangnya, tanpa sengaja memperhatikan mereka berdua. Penasaran, dia menyeret kursinya ke depan sedikit, lalu berbisik kepada Mai, “kenapa, sih?”

Alih-alih menjawab, Mai hanya menggelengkan kepala. Dia tidak mau mengganggu pelajaran ini dengan suara berisik.

Axel kembali menggambar, sedangkan Mai menyalin pelajaran yang ada di papan tulis. Keduanya sudah tidak saling melihat hingga bel pulang berbunyi.

Daripada hari-hari sebelumnya, Axel kelihatan sangat geram hari ini. Suasana hatinya sedang memburuk. Begitu guru meninggalkan kelas, dia langsung menyambar ransel, lalu pergi dengan langkah cepat— sampai menabrak punggung, bahu, lengan murid lain.

Salah seorang siswa lelaki yang dia tabrak bahunya langsung mengomel, “Hei, pakai mata lo ka—” terhenti ketika sadar dipelototi Axel. Takut, dia mengalihkan pandangan. Aura Axel lebih seram ketimbang kakak kelas berandalan.

Axel lantas keluar kelas.

“Kenapa dia itu? Udah jarang bicara, kasar lagi,” komentar Keyla dengan kening mengerut.

Salah seorang siswa bertubuh jangkung dengan nama dada berbunyi Keenan menambahkan, “songong juga.”

“Padahal masih baru udah kek gitu— aneh,” timpal seorang siswi berkaca mata dengan nama dada berbunyi: Mareta.

KELABU (Werewolf Story) [END]Where stories live. Discover now