🌻 Bab 3 🌻

4K 560 11
                                    

Malam ini tidak seperti biasanya. Terasa cukup ramai karena Tuan Handoko menggelar pesta kecil-kecilan untuk menyambut kedatangan cucunya. Lapangan luas ini di sulap menjadi tempat pesta yang di mana banyak jamuan makanan dan berbagai minuman.

Membuat Jenar semakin semangat mengikuti acara pesta ini. Di sisi lain gadis desa di sini sedang berbondong-bondong mempercantik diri untuk bisa menaklukkan hati sang pria tampan. Cucu dari Tuan Handoko.

"Lihat itu si Jenar. Buset kaya buntelan kentut gitu pake acara dandan segala."

Tertawaan, cemoohan dan hinaan lagi-lagi Jenar dapatkan. Padahal Jenar hanya memakai pakaian yang sedikit lebih bagus berpadu dengan bedak sedikit lebih tebal apa itu salah? Wanita itu mencoba untuk tidak berpengaruh. Ia meraih beberapa makanan lain untuk dicicipi. Di sini banyak sekali makanan untuk apa ia mendengar ocehan mereka yang tak bermutu sama sekali. Yang lebih menyenangkan semua makanan di sini gratis. Jenar tidak boleh mengabaikan kesempatan ini hanya karena omongan pedas mereka. 

"Mungkin dia mau nyaingi kamu Indah. Mau rebut hati Mas Agam." Desi, teman Indah terlihat semakin memprovokasi wanita itu. Mereka seperti menemukan bahan olokan yang pas untuk dihina oleh mulut-mulut beracun mereka.

"Wkwk mimpi aja kali. Mana mungkin Mas Agam ngelirik wajah jelek Jenar yang ada dia malah muntah."

Gelak tawa saling bersahutan. Menertawakan Jenar yang kini semakin menunduk dalam. Meskipun diabaikan. Hinaan mereka benar-benar memberikan denyutan sakit untuk hati Jenar. Terlebih lagi semua mata kini sedang tertuju ke arahnya. Menatap Jenar penuh penghinaan.

Dengan sedih Jenar meletakan piring makannya di atas meja. Bertahan lebih lama pun malah membuat hatinya semakin sakit. Ia berniat pergi saja dari sini karena semua orang seolah tidak pernah menyukai keberadaannya.

Belum sempat kakinya melangkah. Tiba-tiba suara berat seseorang menggema. Membuat para wanita tengil itu bungkam tanpa kata mendengar ucapan tajam lelaki tersebut.

"Kalian pikir, kalian cantik? Berpikir dulu sebelum menghina seseorang. Karena belum tentu yang kalian hina itu adalah yang terburuk."

Semua mulut di bungkam. Mereka tidak berani membalas ucapan lelaki itu. Mereka malah berbalik merasa begitu malu lelaki tampan itu malah mengatai mereka dengan balasan yang setimpal.

Agam menghela napas. Menatap kepergian para wanita centil tersebut. Tadi siang ia menemukan wanita bernama Indah itu begitu anggun dan penuh sopan santun ternyata hanya topeng saja. Agam mendengus, bagaimana bisa kakeknya menjodohkan ia pada gadis seperti itu. Dibandingkan, paras, harta dan kedudukan Indah, Mesya lebih unggul dari wanita itu karena selama ia bersama dengan Mesya Agam tidak pernah mendengar Mesya menghina seseorang secara menjijikkan seperti apa yang wanita di desa ini lakukan.

Berbalik menatap Jenar yang sedari tadi hanya menundukan kepala. Agam menatap gadis pendek ini dengan tatapan tidak seperti orang-orang yang sering menatapnya kebanyakan. Membuat Jenar merasa sangat dihormati dengan sikap Agam yang tidak pandang fisik. Sebelumnya tidak ada yang memperlakukan Jenar seperti ini kecuali Pakdenya.

"Terima kasih," ucap Jenar.

Agam hanya mengangguk menanggapi ucapan terima kasih dari wanita ini.

"Lain kali kalau ada yang menghinamu jangan diam saja. Untuk perlawanan kamu bisa membalas mereka."

Jenar tesenyum. Ia tidak menjawab hanya bisa menatap terpesona ke arah Agam yang kini sudah berlalu meninggalkannya. Menghampiri Tuan Handoko dan berbaur dengan para penghuni desa.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang