🌻 Bab 9 🌻

3.7K 621 21
                                    

Mereka sampai di kediaman Agam ketika waktu memasuki larut malam. Dengan wajah penuh kekaguman Jenar tanpa henti menatap seluruh interior rumah megah milik Agam dengan tatapan setengah tak percaya. Selama ia hidup di dunia ia baru kali ini melihat pahatan rumah semewah dan semegah ini. Sangat jauh dengan rumah yang ada di desanya. Rumah ini bahkan berkali-kali lipat lebih besar dari milik Tuan Handoko. 

Agam yang melihat ekspresi kampungan Jenar hanya terseyum kecil. Tidak berniat menghentikan ulah memalukan wanita yang kini resmi menjadi istrinya. Agam membawakan barang-barang Jenar dan mengajak wanita itu untuk ikut ke lantai atas. Sampai kemudian Agam berhenti dan membuka pintu kamar baru lah Jenar sadar jika ia sudah terlalu kelewatan mengagumi kekayaan lelaki ini sampai tak menyadari kakinya melangkah mengikuti Agam hingga tiba di kamar yang terlihat seperti pembaringan istana. 

"Kamu tidur di sini. Dan di sebelah kamarmu itu adalah kamarku. Jika kamu ingin sesuatu dariku kamu tinggal ketuk saja pintunya," ucap Agam menjelaskan membuat Tatapan Jenar mengerjap, lalu mengangguk dengan canggung. 

"Ba-baik Tuan. Maaf karena saya, Tuan harus menanggung semua ini."

"Tidak perlu minta maaf, sedikitpun itu bukan salahmu."

Jika Agam sudah berkata seperti ini. Rasa bersalah Jenar semakin menjadi. Lelaki ini begitu baik hati. Juga tak memandang seseorang dari fisik. Ketika di desa Jenar diperlakukan layaknya binatang, di sini ia benar-benar di anggap seperti manusia. Agam bahkan memberikannya kamar yang begitu luas sedangkan Jenar malah memperkeruh suasana dengan menjadi istrinya. Seharusnya lelaki ini bahagia dan menikah dengan wanita yang dicintainya. 

"Sebelumnya aku tidak bermaksud untuk menyakitimu. Tapi aku pikir kita lebih baik tidur terpisah. Besok sekretarisku akan datang ke sini untuk membicarakan kontrak pernikahan kita. Tidak masalah kan?"

Mendengar hal itu Jenar tentu saja langsung menggeleng. Ia mencoba memperlihatkan aura tak terjadi apapun pada hatinya. Jenar juga sadar diri dengan keadaannya. Di perlakukan dengan baik seperti ini saja Jenar benar-benar sudah sangat berterima kasih. 

"Tidak apa-apa Tuan. Saya bahkan berterima kasih karena Tuan sudah membantu saya." 

Ucapan Jenar lagi-lagi menerbitkan senyuman tampan dari lelaki itu membuat Jenar seketika terdiam. Kenapa jantungnya semakin berdetak kencang saat melihat bibir sedikit tebal itu tertarik ke atas. Wajah kalem Agam dan tingkahnya yang begitu lembut sedikit mengusik hati Jenar. Namun ia segera menampik perasaan itu. Jenar harus sadar siapa dirinya, sangat tidak layak untuk mempunyai perasaan bodoh semacam ini untuk lelaki sesempurna Agam. 

"Itu memang tanggung jawabku. Kalau begitu. Kamu silahkan istirahat. Aku akan mengajarkan perkerjaan dulu. Ingat, jika butuh sesuatu kamu tinggal ketuk saja pintunya."

Jenar ikut tersenyum dan mengangguk walau kecanggungan masih melekat di dalam obrolan mereka. Mungkin malam ini ia akan mencoba beradaptasi tinggal di rumah yang sangat berbeda dengan rumah yang selama ini ia tinggali di desa. 

***

Agam menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memijat keningnya yang berdenyut. Sudah dua hari ia mengabaikan panggilan Mesya maupun pesan yang dikirim wanita itu padanya. Bukan hanya karena ia masih kecewa atas keputusan wanita itu namun Agam terlalu bingung untuk menjelaskan semua ini pada Mesya. Jika Mesya membatalkan pernikahan ini karena tuntutan karier modelingnya itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan kesalahan Agam. Ia menghamili wanita lain dan itu benar-benar masalah serius. 

Drett drett

Suara getar ponsel berhasil mengalihkan perhatian Agam. Lelaki itu membaca nama pemanggil setelah itu ia langsung menegakan tubuhnya sambil menerima telepon tesebut. 

Stay With MeWhere stories live. Discover now