🌻 Bab 8 🌻

3.9K 652 42
                                    

Kenyataannya keyakinan itu tidak cukup besar. Agam dilema dengan keputusan untuk mengakhiri janin tak berdosa dalam rahim Jenar, dan lebih parah janin itu adalah darah dagingnya sendiri. Meskipun bukan terlahir dari anak ia dan Mesya bukankah anak ini juga layak untuk hidup. Agam rasa keputusan ini bukan akhir yang terbaik karena nantinya penyesalan akan tertanam abadi dalam hidupnya.

Satu helaan napas Agam keluarkan dari mulutnya ia memutuskan untuk membelokan setir mobilnya melewati bangunan yang terdapat di depan. Membuat Jenar yang sedati tadi hanya diam refleks terkejut ketika Agam melewati klinik desa dengan mobil mewahnya.

"Loh Tuan kliniknya sudah terlewati," ucap Jenar bingung. Ia melirik wajah lelaki ini yang nampak sekali frustrasi. Jenar tahu hati Agam pasti sangat bingung dengan situasi ini. Tetapi Jenar sudah berusaha untuk melenyapkan bayi ini dari awal ia tahu tengah mengandung. Meminum jamu, memakan buah-buahan yang bisa mengakibatkan keguguran tetapi nihil bayi ini tetap kuat hidup di dalam perutnya. Jika mengingat hal itu Jenar akan selalu merasa bersalah pada janinnya. Begitu tega ia sebagai seorang ibu berniat melenyapkan darah dagingnya sendiri.

Namun Jenar tak punya pilihan lain. Kejadian 5 bulan lalu adalah kesalahan. Ia tidak mungkin membuat Agam bertanggung jawab karena mereka melakukannya atas ketidak sengajaan. Bukan karena suka sama suka.

Dibalik lamunan Jenar. Suara Agam kemudian terdengar. Mengatakan hal yang tak bisa Jenar cerna dengan baik saat ini.

"Aku memutuskan untuk mempertahankannya. Dia layak untuk hidup."

Maksudnya, Tuan tidak jadi melenyapkan bayi ini?

Tidak percaya Jenar kembali melirik Agam yang masih fokus dengan stir mobilnya. Entah apa yang harus Jenar katakan bukankah lelaki ini akan menikah dengan kekasihnya. Bagaimana jika kehamilan ini di ketahui oleh tunangannya. Jenar tidak mau keburukan terjadi pada hubungan mereka dan itu hasil dari kesalahannya.

"Tapi T-tuan..."

Lirikan mata Agam membuat Jenar tak berani meneruskan kata-katanya.

"Hari ini kita pulang ke rumah pakdemu. Lalu kita menikah secara agama di sana. Setelah itu. Aku akan langsung membawa kamu ke Jakarta dan kita akan membicarakan masalah ini lebih lanjut di rumahku. Yang terpenting. Semua warga di desa ini jangan sampai mengadu pada kakekku. Aku akan memerintahkan beberapa orang untuk menyogok mulut mereka dengan sumpalan uang agar masalah kita tidak bocor sedikit pun pada kakekku."

Jenar tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia tidak pernah berpikir bahwa dampak dari kesalahan satu malamnya akan membawa ia pada pernikahan yang rumit seperti ini.

Pernikahan yang sama sekali tak ada sedikitpun dalam impiannya.

***

"Tolong jangan sakiti Jenar."

Sudah berapa kali kata-kata itu terus Ahmad lontarkan pada Agam. Pria paruh baya itu terlempar dalam kesedihan karena beberapa jam lalu ia telah menjadi wali atas pernikahan keponakannya. Jenar adalah gadis baik, yang sangat ia sayangi. Melepasnya dengan cara seperti ini benar-benar membuat Ahmad tidak bisa menerimanya. Ia ingin melihat pernikahan yang layak seperti wanita pada umumnya untuk Jenar tetapi malah pernikahan secara terpaksa ini yang Jenar dapatkan.

Agam menepuk pundak pria paruh baya itu dan meyakinkan bahwa ia tidak berniat sedikit pun untuk menyakiti Jenar. Jika ia tidak memilih rencana ini maka semua akan lebih sulit untuk Jenar lewati.

"Saya tidak akan menyakiti Jenar. Kami akan tinggal seatap. Dan Jenar akan saya perlakukan selayaknya seorang istri. Hanya saja pakde tau saya punya tunangan, saya melakukan ini untuk membatu agar Jenar tidak diperlakukan seperti kemarin oleh warga. Saya harap pakde mengerti dengan keputusan saya."

Ya, Ahmad mengerti. Lelaki ini mengatakan ia akan bertanggung jawab sebagai ayah dari bayi yang tengah Jenar kandung. Tetapi untuk menjadi seorang suami yang mencintai istrinya Agam menegaskan bahwa ia tidak bisa memberikan hal itu. Pernikahan mereka hanya berjalan selama Jenar masih mengandung ketika bayi itu lahir maka Jenar harus siap untuk pulang kembali ke desa ini tanpa Agam ataupun bayi mereka. Bukakah itu sangat tidak adil untuk wanita sebaik Jenar. Dia tidak layak diperlakukan seperti ini.

"Tapi ini tidak adil untuk Jenar." Ahmad masih bernegosiasi agar masalah ini tidak merugikan sebelah pihak.

Jenar yang melihat pakdenya tak menyetujui hal ini. Buru-buru meraih tangan keriputnya. Meminta sebuah restu Agar pakde mengizinkan ia memilih jalan ini untuk menyelesaikan masalah. Lagi pula apa yang berhak ia harapkan dengan dinikahi seperti ini saja Jenar sudah sangat bersyukur Agam masih memikirkan nasibnya. Meskipun hal yang paling menyakitkan dalam keputusan ini ia harus rela memberikan anaknya untuk menjadi anak dari wanita lain. Wanita yang sangat dicintai suaminya.

"Jenar tidak keberatan Pakde. Sepenuhnya ini bukan kesalahan Tuan Agam. Saya yang teledor salah masuk rumah saat itu. Jadi Jenar minta pakde tidak terlalu memikirkan hal ini."

Helaan napas pakde Jenar terdengar. Pria paruh baya itu tidak bisa menghentikan keputusan mereka. Yang ia harapkan suatu saat akan datang sebuah keajaiban untuk pernikahan ini.

"Yasudah, pakde tidak bisa mencampuri keputusan kalian. Yang terpenting kamu baik-baik di sana. Jangan lupa terus kirim kabar sama pakde."

"Tentu pakde. Jenar sangat sayang sama Pakde. Pakde juga baik-baik di sini sama keluarga. Nanti Jenar sms pakde pake hp mayang ya."

Ponsel itu Jenar gerakan, ponsel jadul yang sudah tidak layak pakai. Tetapi masih bisa dipakai untuk mengirim pesan. Mayang memberikan ponsel ini sebagai kenang-kenangan katanya. Hanya saja Jenar merasa tak enak karena ponsel ini satu-satunya yang mayang miliki.

"Ingat Jenar jangan lupa nanti ponsel Mayang diganti. Dasar tak tahu diri!"

Suara Sumi menyahut kesal sambil menggendong bayi Lasmi. Wanita paruh baya itu tidak sedikit pun terharu atau pun sedih dengan keadaan Jenar seperti ini. Malah wanita itu tak sungkan menghina Jenar karena sudah memalukan nama baik keluarga karena kehamilannya.

Jenar mengangguk pelan. "Insyaallah nanti Jenar ganti Bude kalau Jenar dapat kerjaan di kota."

"Tidak perlu." Agam menyahut tegas. Lalu merogoh dompet mengeluarkan lembaran uang pecahan seratus ribu dan memberikannya pada Mayang yang sedang berdiri di samping ayahnya. "Uang 3 juta untuk membeli hp baru."

Kini tatapan Agam mengarah pada bude  Sumi yang tengah melirik buas pada uang yang ada dalam genggaman putrinya. Sedangkan Mayang hanya terlihat membeku melihat di tangannya banyak sekali tumpukan uang yang tidak pernah ia liat sebelumnya.

"Dan perlu saya ingatkan Bude. Jenar saya bawa ke kota bukan untuk bekerja, tetapi untuk menjadi istri saya. Kalau gitu kami pamit."

Setelah mengatakan hal itu Agam memutuskan membawa Jenar memasuki mobil mewahnya. Menaruh perlengkapan Jenar di dalam bagasi mobil. Lalu mengikuti Jenar masuk. Ia harus segera membawa Jenar pergi dari sini sebelum kakeknya melihat keberadaannya.

Jika Tuan Handoko mengetahui hal ini maka rencana yang Agam susun akan hancur. Dan dipastikan ia akan dipaksa menuruti semua kemauan pria tua itu untuk meninggalkan Mesya dan mempertahankan Jenar sebagai istrinya.

Agam tidak mau hal itu terjadi pada hidupnya. Ia menikahi Jenar saat ini tidak lain hanya berniat untuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Bertanggung jawab atas anak yang tengah di kandangnya. Bukan karena ia menyerah terhadap Mesya.

Selagi Mesya dan kakeknya tidak tahu tentang masalah ini. Semuanya akan berjalan sesuai dengan rencananya.

Bersambung...

Cerita ini terinspirasi dari drama You Are my destiny. Jadi ada beberapa kesamaan namun aku coba untuk mengolahnya menjadi cerita yang berbeda. Initinya alur nya sama. Kisah Cinta karena kesalahan satu malam.

Tetap dukung cerita ini dengan vote dan komentar yang banyak.

Follow ig irieasri untuk melihat spoiler part selanjutnya.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang