🌻 Bab 7 🌻

3.8K 660 47
                                    

"Bisakah kalian tidak mengasarinya seperti ini?!"

Semua mulut dibungkam, amarah yang berkobar kini menyusut seperti tersiram air yang mendidih. Agam melihat bahwa warga cukup terkejut dengan kedatangannya, seperti tidak menyangka lelaki terhormat seperti dirinya akan turun tangan membela wanita ini. 

Membuat Jenar langsung terkejut, lelaki itu, lelaki yang melakukan sebuah kesalahan denganya kini ada untuk menyelamatkannya dari kebrutalan warga di desa ini.

“Mas Agam, wanita ini sudah menodai desa kami. Dia hamil tanpa suami. Entah siapa yang menghamilnya dia tetap tidak mau ngaku. Saya takut jika dia tetap berada di sini maka suami-suami kita akan kena jebakannya. Karena tidak ada yang mau menikahinya bisa saja dia menjebak lelaki dengan menghamilinya agar bisa meminta pertanggung jawaban dan bisa dinikahi. Wanita ini kan licik!”

Agam menghempaskan tangan ibu-ibu itu dengan kasar. Dia meraih tubuh Jenar membawa wanita itu berdiri. Air mata semakin berjatuhan mengenaskan di kedua pipi wanita itu.

“Berapa usia kandungan kamu?” Agam bertanya sambil menatap wajah malang Jenar. 

Wanita itu melirik Agam takut-takut. Mulutnya tidak langsung menjawab. Jenar tidak ingin membuat lelaki ini merasa terbebani dengan kehamilannya.

“Katakan karena aku berhak tau.” sekali lagi Agam bersuara. Ia mengerti dengan apa yang sedang wanita ini lakukan. Tetapi jika tetap bungkam maka semua akan tidak terkendali lagi. 

Semua warga terkejut mendengar ucapan Agam cucu Tuan Handoko pria paling kaya dan terpandang di desa ini. Menanyakan usia kehamilan Jenar. Membuat semua orang mulai berbisik-bisik mencurigai sesuatu.

Walaupun ragu namun melihat tatapan Agam menyiratkan tanda tanya yang besar mau tak mau Jenar menjawab pertanyaan tersebut. Seperti yang telah lelaki itu katakan. Dia juga berhak tahu.

“U-usiannya sudah menginjak 4 bulan Tuan,” ucap Jenar bagai cicitan. 

Mendengar pengakuan Jenar hati Agam terasa teriris. Jadi selama ini dia sudah hamil dan tidak berniat meminta pertanggung jawaban sedikit pun padanya. 

Helaan napas Agam terdengar, menatap semua warga dengan sorot mata penuh kekuasaan.

“Dengar, anak yang sedang wanita ini kandung adalah anak saya. Kami tidak sengaja melakukannya 5 bulan yang lalu.”

Keterkejutan warga tidak menyurutkan Agam untuk mengakui semua kesalahannya. Ia tidak bisa membiarkan Jenar menanggung konsekuensi ini sendirian. Bagaimanapun dia juga bersalah.

“Jika dia berniat menjebak saya, maka tidak perlu selama ini dia menutupi siapa ayah anaknya. Kesimpulannya wanita ini adalah wanita baik, dia tidak seperti yang kalian pikirkan. Semua atas kesalahan saya. Jadi jangan memperlakukannya seperti ini.”

Agam meraih jemari Jenar dan menyeret gadis itu melewati kerumunan warga.

“Ikut aku.”

“Tuan Agam.”

Ketika Agam menghempaskan Jenar di dalam mobilnya, tiba-tiba lelaki paruh baya menghampirinya, lelaki yang tadi membela Jenar.

“Jika itu benar. Saya ingin anda segera bertanggung jawab atas kehamilan keponakan saya.”

Agam refleks terdiam. Mendengar ucapan pakde Ahmad dengan tatapan bingung. 

Menikahi wanita ini?

***

Agam tidak tahu bahwa kesalahan malam itu akan berbuntut panjang seperti ini. Semuanya terasa salah dalam otaknya. Ia bahkan merencanakan pernikahan minggu depan dengan Mesya. Meskipun wanita itu sedikit egois namun Agam tetap tidak bisa marah berlama-lama dengan Mesya. Ia akan bersabar sampai wanita itu resmi menjadi istrinya. Tetapi sebelumnya ia tidak pernah mengalikannya dengan kejadian ini, sekarang di depannya terdapat wanita yang sedang mengandung darah dagingnya. Wanita yang sudah mendapatkan penderitaan dan ia malah menambah penderitaan wanita ini lebih banyak.

“Saya tidak setuju jika kalian menggugurkan kandungannya. Kalian tidak berpikir bahwa janin itu adalah darah daging kalian kenapa kalian tega akan melenyapkannya seperti ini!”

“Mas, kita harus mengerti posisi Mas Agam. Beliau tidak sengaja meniduri Jenar, lelaki sempurna seperti Mas Agam tidak mungkin lah bertanggung jawab dengan menikahi wanita seperti Jenar. Nanti akan di kemanakan muka Mas Agam. Terlebih Tuan Handoko juga pasti tidak akan setuju.”

Mengerti dengan kerusuhan ini Agam mencoba melerai perdebatan suami istri tersebut. Kini Agam tengah terduduk di ruang tamu rumah pakde Jenar untuk membicarakan perihal kehamilan ini. Ia menjelaskan bahwa ia tidak bisa menikahi Jenar. Salah satu jalan yang terbaik adalah dengan melenyapkan bayi mereka.

“Bukan kerena itu masalahnya, saya tidak bisa menikahi Jenar karena saya sudah mempunyai tunangan, kami berencana menikah minggu depan namun karena ada suatu kendala pernikahan itu akan kami undur kembali. Jadi saya tidak bisa menikahi Jenar. Karena saya sudah memiliki wanita yang sangat saya cintai. Saya tidak mau membuat tunangan saya kecewa.”

Meskipun begitu, tidak kah Agam mengecewakan wanita lainnya. Jenar menunduk meremas tangannya di pangkuan, ia memang tidak mengharapkan apapun pada pertemuannya kali ini. Memang ini semua salahnya, jika lelaki ini memilih untuk menikahinya, Jenar sama saja membuat hidup Agam menderita. Dan melukai hati kekasihnya.

Suara Agam terdengar kembali. “Saya harap kejadian ini tidak sampai pada telinga kakek saya. Untuk tanggung jawab, saya akan membayar berapapun yang kalian minta. Untuk menikahi Jenar saya benar-benar tidak bisa.”

Kepalan tangan Pakde Ahmad mengerat,  lelaki paruh baya itu jelas merasa sangat kecewa dengan keputusan Agam. Tetepi Pakde Ahmad juga mengerti posisi Agam di sini. Lelaki ini tidak sepenuhnya bersalah. Hanya saja di sini yang sangat di rugikan adalah Jenar. Dia hamil, lalu di usir warga dan sekarang kehamilannya tidak diinginkan oleh ayah biologis anaknya. Kenapa hidup Jenar begitu sulit dan memprihatinkan. Sekali saja ia ingin melihat Jenar bahagia, dicintai dan diinginkan seorang lelaki. 

Helaan napas pakde Ahmad terdengar. “Jika ini keputusan kalian saya tidak punya hak untuk ikut campur. Namun saya harap keputusan kalian adalah jalan terbaik, jangan sampai hanya karena ego semata kalian malah akan menyesal pada akhirnya. Bayi kalian juga layak untuk hidup.” 

Agam terdiam mendengar ucapan pakde Ahmad, ia melirik ke arah samping tubuhnya, Jenar tengah menunduk sedang meremas tangan di pangkuan, dari sini juga Agam melihat sedikit tonjolan di perut Jenar yang membuat Agam sedikit ragu untuk memilih keputusan ini.

Apakah dengan melenyapkannya maka semuanya akan baik-baik saja? 

Agam tidak mungkin menghancurkan pernikahannya sendiri. Mesya pasti akan sangat kecewa jika ia tetap mempertahankan janin ini. Keputusan terbaik adalah membuat semuanya menghilang, dan ia tidak akan bersangkutan lagi dengan warga di desa ini. Termasuk Jenar wanita yang saat ini tengah ia hamili. 

"Saya yakin keputusan ini adalah yang terbaik."

Bersambung...

Follow ig irieasri untuk melihat spoiler part selanjutnya.

Stay With MeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora