🌻 Bab 6 🌻

3.6K 690 34
                                    

Lima bulan telah berlalu. Agam tidak terlalu memikirkan masalah yang sudah terjadi. Selama wanita itu belum menghubunginya maka semuanya akan baik-baik saja. Tidak perlu ada yang dicemaskan.

Agam merenggangkan otot-otot tangannya yang mulai kebas, menyandarkan punggung kelelahannya pada sandaran kursi kantor, hari ini cukup melelahkan namun hati Agam tetap bersorak mengingat satu minggu lagi kepulangan Mesya. Banyak sekali hal yang ingin ia lakukan dengan wanita itu. Salah satu hal yang sangat ia tunggu-tunggu adalah menikahi Mesya dan menjadikan wanita itu sebagai istrinya. Hanya membayangkannya saja sudah membuat Agam terseyum penuh kebahagiaan.

Drett drett

Suara getar ponsel membuyarkan lamunan Agam lelaki itu menatap benda pipih di atas meja kemudian keningnya mengerut mendapati nama kakeknya tertera di sana. Sedikit ragu akhirnya Agam memutuskan untuk menerima panggilan itu dengan nada malas.

"Halo."

"Kamu benar-benar ingin membuat kakek mati!"

Baru saja Agam menerima panggilan tersebut ia sudah mendapatkan muntahan tak menyenangkan. Refleks Agam menjauhkan ponselnya dari telinga saat teriakan sang kakek terasa merobek indra pendengarannya. Sudah ia tebak kakeknya akan bereaksi seperti ini setelah mengetahui keputusannya.

"Aku tidak akan mundur lagi. Aku mencintai Mesya, satu minggu lagi Mesya pulang dan aku akan langsung menikahinya tanpa pertimbangan lagi. Aku harap kakek mengerti."

"KAMU..."

"Waktuku sibuk. Jangan mengangguku lagi."

Tut

Tidak mau mendengar penolakan lebih banyak Agam segera mematikan panggilan lalu menghempaskan ponselnya ke arah meja.

Setiap kali kakeknya menentang hubungan mereka Agam selalu pusing bukan main. Harus dengan cara apa ia mengatakan pada kakeknya bahwa Mesya adalah wanita baik-baik. Dia tidak seperti ibunya. Mesya sangat pantas menjadi istrinya kenapa kakeknya tidak pernah mau mengerti.

Drett drett

Getar ponsel itu terdengar tidak menyerah. Agam menghela napas jengah. Kenapa kakeknya tidak menyerah saja dan biarkan ia bahagia dengan Mesya. Seminggu lagi mereka akan menikah, Meisya sudah janji akan pulang dan bersedia menikah dengannya. Ia tidak mau rencana ini kembali berantakan seperti dulu.

Agam sudah siap mematikan panggilan itu namun tangannya terhenti, matanya meneliti nomor yang tertera. Dan si penelpon ternyata adalah kekasihnya. Dengan cepat Agam menyentuh ikon hijau di ponselnya dengan wajah berseri.

"Halo Sayang."

"Agam."

Kening Agam mengernyit mendengar nada yang berbeda dari suara wanitanya.

"Kenapa?"

"Sepertinya aku tidak bisa pulang minggu depan."

Dan terjadi lagi. Punggung Agam langsung terhempas kasar di kursi kebesarannya. Mengapa setiap mereka akan menggapai sebuah kebahagiaan selalu berantakan.

"Pasti ini karena kakek kan?"

"Tidak bukan karena kakek."

"Aku tahu Mesya jangan terus menutupi kebusukan kakek karena aku tau setiap kita akan menikah lelaki tua itu terus berusaha menghancurkannya."

Helaan napas wanitanya terdengar di seberang sana. "Menegerku melakukan kesalahan. Dia mendatangani surat kontrak yang mengaharuskan aku ikut pemotretan minggu depan, jika aku batalkan maka karierku akan hancur."

"Jadi kamu memilih membatalkan pernikahan demi mempertahankan karier?"

"Agam ku harap kamu mengerti."

"Apa kamu juga pernah mengerti posisiku?" Wajah Agam terlihat mengantungi kekecewaan yang dalam. "Terserah kamu lah. Aku sibuk aku akan tutup teleponnya."

"Agam jangan tutup dulu a-"

Tanpa memberi kesempatan kekasihnya berbicara Agam segera mematikan sambungan telepon tersebut. Ia tidak ingin mendengar lagi hal yang menyakitkan. Sudah tak terhitung Mesya membatalkan acara penting mereka dan sekarang yang lebih sakral menuju pernikahan yang mereka inginkan Mesya masih tetap dengan egonya sendiri. Agam yakin batalnya Mesya pulang ke sini bukan hanya sekedar ketidak sengajaan semata. Meneger itu pasti telah dibayar kakeknya untuk melakukan sesuatu.

Agam memutuskan bediri dari duduknya. Menyambar kunci mobil. Ia akan menemui kakeknya dan menanyakan perihal ini. Tega sekali jika itu benar di lakukan oleh kakeknya hanya untuk menghancurkan pernikahan ia dan Mesya.

***

Perjalanan yang ditempuh selama berjam-jam semakin membuat Agam kelelahan. Waktu sudah berubah menjadi gelap dan ia baru sampai di desa. Agam masih melajukan kendaraan roda empatnya namun tiba-tiba ia dikagetkan dengan segerombolan warga yang tengah membawa obor, bukan itu yang membuat Agam terkejut tapi wanita yang tengah diseret paksa sambil menangis itu lah yang membuat Agam tertegun di buatnya.

Bukankah wanita itu pernah terlibat kesalahan satu malam dengannya? Kenapa wanita itu di seret bersama warga yang terlihat penuh amarah?

Agam buru-buru membelokan stir mobilnya mengikuti arah gerombolan warga tersebut, sampai di dekat gapura desa Agam melihat sendiri wanita itu di hempaskan kasar di sana. Terlihat seorang pria paruh baya memeluk wanita itu dan meminta agar para warga tidak melakukan hal kejam ini. Dari sana Agam mendengar jelas bagaimana lelaki paruh baya itu berteriak dan membela si wanita tanpa henti.

"Jangan sakiti Jenar, saya tau keponakan saya tidak mungkin melakukan hal itu. Dia korban. Dia pasti di perkosa sampai hamil begini. Saya mohon jangan usir Jenar dari kampung ini. Dia tidak punya siapa-siapa selain saya."

"Heh Pakde! Jelas-jelas di desa ini tidak ada yang mau sama Jenar bagaimana Pakde menyimpulkan bahwa Jenar di perkosa. Yang ada malah wanita jelek ini yang memerkosa lelaki di sini. Sampai hamil begini. Sudah membuat aib dan kami tidak mau kena getahnya. Wanita yang hamil di luar nikah harus di usir dari desa ini!"

Agam terlihat kaku di tempat saat mendengar saut-sautan garang dari beberapa warga. Tangannya mulai terasa berkeringat dingin mendengar bahwa wanita itu tengah hamil. Agam kira selama ini tidak ada kabar apapun darinya semuanya berjalan baik-baik saja. Ternyata dia benar-benar tidak menuntut pertanggung jawaban dan rela menanggung konsekuensi separah ini seorang diri.

"Sekarang kami bertanya sekali lagi sama kamu Jenar. Siapa ayah dari bayi yang ada di kandungan kamu? Kami gak ridho jika salah satu suami di desa ini kamu goda sampai menghamili kamu seperti ini!"

Tidak ada jawaban, Agam melihat wanita itu hanya menunduk sambil terisak menahan tangis. Agam mengepalkan tangannya di stir kemudi.

"Aghhh."

Tiba-tiba suara Jenar menjerit penuh kesakitan saat rambutnya di jambak kasar oleh salah satu ibu-ibu di sana.

"Kalau kamu terus diam. Kami gak akan segan memukulmu Jenar. Berani sekali kamu merayu suami-suami kami hah! Dasar wanita sialan tak tahu malu!"

Agam mencoba menulikan gendang telinganya. Ia ingin sekali pergi dari sini dan menutup mata akan masalah yang menimpa wanita itu tetapi sekali lagi hatinya seolah menolak. Agam melihat dia diperlakukan seperti itu amarahnya terasa tersulut. Ia sangat tidak menyukai hal kasar semacam ini tetapi di sisi lain ia terlalu pengecut untuk megakui bahwa anak yang sedang wanita itu kandung adalah darah dagingnya sendiri.

"Kamu masih belum mau ngaku hah! Baiklah kamu memang harus dikasari!"

Sebelum tangan kasar ibu-ibu itu siap melayangkan satu tamparan keras di pipi Jenar tangan seseorang lebih dulu mencekal pergerakan ibu-ibu yang berkobar penuh rasa benci itu.

Sontak saja perbuatan Agam berhasil membuat wanita paruh baya yang ingin menyakiti Jenar langsung tersentak kaget melihat lelaki jangkung penuh kekuasaan itu tengah menatapnya dengan tatapan tajam.

"Bisakah kalian tidak mengasarinya seperti ini?!"

Bersambung..

Biar semangat nulisnya dukung dengan vote & komen yg banyak 🥰

Follow ig irieasri untuk liat spoiler part selanjutnya.

Stay With MeWhere stories live. Discover now