9

1.3K 212 92
                                    


"Terima kasih untuk bantuanmu selama ini." Jiwoo duduk di ruang depan bersama seorang pria yang datang sejak dua jam lalu. "Pastikan putramu tidak datang lagi atau aku akan memperkarakannya."

"Aku sudah mengirim psikolog untuk membantu Yoongi membenahi emosinya. Setelah itu, dia akan ditugaskan ke Afganistan dan bergabung di cabang investigasi khusus."

Jiwoo tersenyum tipis, pandangannya lurus pada Min Sungjae. Pria yang menikahinya empat tahun lalu, seorang tentara Angkatan darat, ketua dikesatuan tim khusus kepresidenan. Keduanya bertemu pertama kali di ruang kepala sekolah, memenuhi panggilan karena anak mereka terlibat masalah.

Di masa remaja Yoongi adalah murid yang acap kali terlibat masalah, sialnya Yoongi menjadi teman pertama Sera di sekolah. Lambat laun keduanya semakin dekat, tidak bisa dipisahkan meski Jiwoo mencoba berbagai cara. Sampai akhirnya terbersit dalam pikiran Jiwoo sebuah ide tidak masuk akal, lalu dengan keyakinan seadaanya Jiwoo meminta bantuan Sungjae dan mereka sepakat menikah di atas kertas perjanjian.

Di sepanjang pernikahan, mereka jarang bertemu, hanya dua sampai tiga kali dalam setahun, jika beruntung mereka bertemu di perayaan Chuseok atau Seollal. Selain karena tuntutan pekerjaan, Sungjae lebih sering berada di kediamannya di pulau Jeju sementara Jiwoo pindah ke kota Sokcho di provinsi Gangwon. Keduanya memang sepakat menjalani pernikahan seganjil itu.

"Bagaimana keadaan Sera?"

"Jauh lebih baik, pernikahannya akan segera dilangsungkan."

"Aku turut berbahagia, sampaikan salamku pada Sera," ucap Sungjae, tulus. "Setelah Sera resmi menikah, aku akan segera mengurus surat-surat penceraiannya. Jangan sungkan untuk mengubungiku jika kau butuh bantuan lagi."

"Aku harap tidak."

Jiwoo menutup harinya setelah pertemuan itu dengan secangkir teh madu, duduk tenang di teras belakang menatap hujan gerimis yang membahasi birai beranda. Delapan belas tahun berlalu semenjak dia kembali ke Korea dan mengambil alih hak asuh Sera dan Beomgyu, meminta Honggi mendaftarkan dirinya secara sah sebagai wali meski tanpa ikatan pernikahan.

Dia membutuhkan pengakuan legal itu saat yakin kalau Honggi-lah yang punya masalah kejiwaan bukan Sera. Dia juga menyetujui Cho Sera menjadi bagian dari penelitian psikologi anak paska trauma berat bersama tim dokter Arin, sehingga dia harus terus mengurus kedua anak temannya itu setelah Honggi dirawat di rumah sakit jiwa.

Akan tetapi semua kesepakatan yang sudah dibuat lamat-lamat menjadi kabur, ketika Minjung tiba-tiba datang dan mengutarakan niat membawa Sera dan Beomgyu darinya.

"Kau yakin ingin mengundurkan diri dari penelitian ini?" tanya Arin waktu itu, dia yang tiba-tiba tidak rela Sera dibawa Minjung mengangguk yakin.

"Kami akan pindah, Sera butuh tempat baru untuk kesembuhannya."

Hujan sore itu masih terus turun, Jiwoo teringat sesuatu lalu segera menelepon, di dering kedua panggilannya sudah diangkat.

"Halo, Ibu—"

Jiwoo tersenyum samar tanpa membalas sapaan di ujung sambungan.

"Apa di sana hujan?—" Ya, di masa kecil, Sera sering menangis tiap kali hujan datang.

"Sudah reda, Ibu di mana?"

"Di rumah."

"Ibu, apa aku boleh pulang sebentar?"

"Tidak. Tinggallah di sana sampai hari pernikahan dan jangan membantahku," tambah Jiwoo sebelum Sera sempat menyela.

Jeda sebentar, tetapi Jiwoo tahu kalau Sera tidak akan pernah membantah ucapannya.

Love Is Not OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang