4

1.2K 200 70
                                    


Pukul enam pagi di hari berikutnya Taehyung bangun dan langsung mandi, dia memang selalu bangun sepagi itu—kecuali hari minggu—kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil. Dia keluar dari walk in closet seraya bersenandung ringan, menyisir rambut panjangnya yang belum sempat dipangkas dengan jari lalu berhenti di depan ranjang.

Otomatis dia tersenyum mendapati Sera masih tidur, tenang dan damai di bawah selimut tebal. Taehyung duduk di pinggir ranjang, menempelkan punggung tangan pada kening Sera untuk mengecek suhu badan, lalu dia menertawakan kegiatan anehnya itu.

Memang Sera sakit? Pikirnya, lagi-lagi menertawakan dirinya sendiri.

Andai Sera tidak mengidap anxiety disorder, mungkin masalah mereka cepat selesai. Bagi Taehyung Lena cuma masalah sepele, namun tidak bagi orang-orang yang punya kecemasan berlebih seperti Sera. Jika Taehyung salah mengambil penyelesaian, maka bisa berdampak buruk untuk kelanjutan psikis Sera di kemudian hari. Taehyung tidak ingin salah langkah seperti yang Jiwoo lakukan di masa lalu, seperti apa yang dokter Arin jelaskan padanya.

Selama ini Sera sangat bergantung pada Jiwoo meski hidup dalam asumsi; bahwa Jiwoo membencinya, bahwa Jiwoo tidak suka suaranya, bahwa Jiwoo tidak menginginkan dia hidup sejak ayahnya masuk rumah sakit jiwa. Meski pada akhirnya dunia tahu, Lee Jiwoo menyayangi Sera meski caranya tidak biasa.

Jadi, sebelum dia menemui Lena tempo hari, Taehyung datang ke rumah Jiwoo. Dengan keyakinan Jiwoo akan luluh, dia mengetuk pintu. Tanpa kata wanita itu mempersilahkannya masuk, mereka duduk di antara meja kaca yang kosong.

"Apa yang ingin kau bicarakan, Kim Taehyung?"

"Tolong temui Sera?" kata Taehyung. "Sera butuh klarifikasi langsung darimu, kalau dia tidak dibenci seperti apa yang dia pikirkan."

Jiwoo tidak berkata apa-apa, pandangannya lurus ke depan, melewati Taehyung yang duduk di depannya. Lalu berhenti pada senja musim panas saat Sera masih berusia delapan tahun, dia membawa Sera dan Beomgyu ke taman hiburan, menghadiahi keduanya permen kapas besar untuk perayaan Chuseok.

"Sera sangat menghormatimu sebagai ibunya, jadi, bisakah Ibu menemuinya?"

Garis mata Jiwoo yang lancip tanpa lipatan bergerak saat Taehyung mengucapkan kata ibu, dia menatap sosok pemuda yang diyakininya bisa menjaga Sera ketika dia sudah tidak ada.

"Aku tahu apa yang harus kulakukan," jawab Jiwoo. "Aku akan menemuinya besok," tukasnya, sebelum mengakhiri pertemuan singkat itu.

Karena Lee Jiwoo, Cho Sera tumbuh menjadi pribadi yang tidak berani mengungkapkan apa yang dia rasakan, efek tindak pembungkaman selama bertahun-tahun. Di pikiran Sera, dia tidak diperbolehkan membagi beban hidup kepada orang lain, dituntut mandiri dan berani menghadapi semua hal termasuk perundungan di sepanjang masa remajanya yang suram.

Sera hanya boleh mengandalkan dirinya sendiri, sehingga dia bisa mengalahkan kecemasan yang menyiksanya bertahun-tahun.

Itulah yang selama ini Jiwoo katakan kepada Sera dan Sera percaya itu.

"Apa saja yang sudah orang-orang itu lakukan padamu?"

Taehyung menelusuri wajah Sera yang pucat, mengingat jika Sera mengalami perundungan saat remaja. Sementara dia hidup tenang dengan segala fasilitas nyaman, menyelesaikan pendidikan tepat waktu dan bekerja, bahkan saat itu dia punya kekasih hati yang dia kasihi.

"Seharusnya aku menemukanmu lebih cepat—" Taehyung mencium kening Sera, turun ke hidung dan menjeda untuk mencium lagi karena Sera mendadak membuka kedua mata.

Love Is Not OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang