8

1.4K 255 134
                                    

Pukul sembilan pagi di hari berikutnya sesuai dengan apa yang telah disepakati, Lena duduk tidak nyaman di depan Seokjin, sesi wawancara ala-ala itu sejak awal terasa agak canggung. Bukan karena dia tidak kenal Seokjin, sebaliknya, keduanya sudah saling kenal selama Lena mengenal Taehyung.

"Kenapa kau bersikap seolah-olah kita tidak saling kenal, Lena?" Seokjin melipat lengannya di depan dada. "Kita memang jarang sekali bertemu semenjak kalian putus, tapi bukan berarti pertemanan kita juga putus 'kan? Jadi tolong santai saja."

"Aku sedang berusaha," sahut Lena, "tapi ternyata sulit juga mengubah cara pandangku terhadapmu. Dari oppa narsis yang sok tahu, menjadi bos yang membayar gajiku."

"Sialan," kata Seokjin, dia terkekeh geli sebelum melanjutkan. "Kau akan jadi asistenku, ikut kemana pun aku pergi. Paham, 'kan?"

"Ya, kau sudah menjelaskannya tiga kali."

"Benar juga." Seokjin mengusap ujung dagunya yang kasar, pagi ini dia belum sempat bercukur. "Mengatur jadwal bisnisku dan membantuku berpikir—"

"Memangnya otakmu rusak sampai perlu aku bantu?"

"Yak!" Seokjin kesal.

Lena malah tertawa, entah kenapa ekspresi Seokjin yang sedang marah justru terlihat lucu di matanya.

"Dimengerti," ucap Lena kemudian.

Ada jeda sebentar di obrolan mereka.

"Omong-omong apa kau memberi tahu Taehyung aku kerja di sini?" tanya Lena, ragu-ragu.

"Yups! Memastikan saja, takutnya dia terkejut melihatmu mengikutiku."

"Oh..., tapi kau menerimaku bekerja bukan karena dia, 'kan?"

"Memangnya kenapa?"

"Oppa, jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan."

Seokjin tertawa, sementara Lena cemberut.

"Tidak juga, aku memang butuh asisten yang tidak akan dicurigai istriku."

"Oh, memangnya dengan asisten sebelumnya, Jiyeon cemburu?"

"Sedikit. Kau tahu 'kan, kalau aku ini sangat tampan?" Senyum Seokjin merekah.

"Tidak, aku tidak tahu," jawab Lena tak acuh.

Seokjin mendengus sebal, dia memberi Lena sederet daftar agenda kegiatan yang harus disusun ulang.

"Skandal bosmu itu menaikkan pamor hotel ini, aku antara mau berterima kasih dan jijik dengan aktor sialan itu."

"Mantan bos—" Lena mengoreksi cepat-cepat. "Aku bahkan dipecat secara tidak hormat."

"Syukurlah kasusnya sudah diselesaikan dengan baik oleh mantan pacarmu," Seokjin terkekeh geli saat memberi tekanan dipengucapan kata mantan. "Aku pusing, para wartawan itu mengotori lobi hotel."

"Oh... beritanya masih belum selesai?"

"Yah, kau bisa mengecek berita pagi ini kalau penasaran." Ponsel Seokjin berdering. "Sebentar—kalau kau mau langsung kerja juga boleh, mejamu di sebelah sana," tukasnya seraya menunjuk meja di sisi kiri samping lemari pembatas besar dengan rak-rak tanpa dinding.

Lena menjauh saat Seokjin sudah berada di sambungan telepon, dia berdiam diri sejenak sebelum duduk di meja kerja dan menyalakan komputer. Mengecek email dan membuka agenda kegiataan, dia perlu mengatur ulang kegiataan Seokjin menjadi seperti apa yang sudah dijelaskan di awal.

"Lena, tolong lihat jadwal checkup Reeya ke rumah sakit," kata Seokjin, berdiri di depan meja kerja Lena dengan ponsel masih menempel di telinga.

Love Is Not OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang