11

969 183 42
                                    


Pagi di hari berikutnya dengan penuh tujuan, Lena menuju ke tempat kerjanya. Semua berjalan lancar, tinggal menunggu hasilnya saja.

Kau pantas mendapatkannya, Cho Sera—batin Lena.

Dia mencibir jijik tiap kali mengingat air mata Sera kemarin, muak melihat sandiwara Sera yang tampak terlalu sempurna, ditambah kebodohan Taehyung yang membuatnya ingin memukuli pria itu sampai sadar kalau sudah dibohongi. Namun luapan bahagia disadari Lena muncul di antara kebencian yang membuncah, dia berhasil menyelamatkan Taehyung dari jeratan gadis gila seperti Sera.

Semua bermula ketika Lena bertemu Sera di rumah sakit Moonchild setelah mengantar Jiyeon tempo hari. Seketika dunia terasa sangat kecil, ternyata dokter pribadi Jiyeon adalah dokter Arin, psikiater senior di pusat kejiwaan yang merawat Sera sejak kecil.

"Dia mengidap anxiety disorder selama anak-anak sampai remaja, trauma berat paska ibunya meninggal. Kabar yang aku dapat ibunya kecelakaan, tapi aku tidak tercaya, aku rasa ibunya bunuh diri karena ayahnya gila."

Lena tidak tahu bagaimana Jiyeon mendapatkan informasi itu dari dokter Arin, tetapi bila melihat bagaimana Sera gemetar saat mereka bertemu di kafe, agaknya perkataan Jiyeon bisa dipercaya.

"Delusi... orang-orang seperti Sera bisa membuat dunianya sendiri, mereka tidak bisa membedakan mana nyata mana ilusi. Ayahnya masuk rumah sakit jiwa lalu akhirnya bunuh diri, aku yakin sudah banyak cerita fiksi karangan Sera untuk menaklukan Taehyung," Jiyeon memaki di seberang telepon. "Kau tahu 'kan, Taehyung punya toleransi pada orang-orang pengidap mental illness dan Sera pasti memanfaatkan kebaikan itu."

"Sial, kenapa Taehyung harus sebaik itu, sih?"

"Astaga, kau harus segera bertindak, Lena, selamatkan Taehyung dari gadis gila itu."

Langkah Lena berhenti di depan pintu lobi, saat Hyundai palisade hitam muncul di ambang pagar gedung kantor. Seorang pria keluar dari pintu mobil tergesa-gesa, menjeda langkah saat keduanya bersitatap.

"Lena, apa yang kau lakukan di rumah Taehyung kemarin?" tanya pria itu tanpa prolog, antara heran dan kesal.

"Astaga, kau mematai-mataiku?" Lena tersenyum miring, menatap Seokjin jengah.

"Kau memberitahu Taehyung?"

"Memang apa lagi yang bisa kulakukan selain memberitahu siapa Sera sebenarnya, kenapa, tidak terima?" dagu Lena terangkat, "jangan bilang kau juga ke rumah Taehyung karena kasihan pada Sera."

"Lantas apa yang kau dapatkan?" Seokjin menghela napas rendah berkali-kali, mulai muak pada semua hal yang terjadi. "Aku sudah bilang, biar aku yang menyelesaikannya."

"Tidak perlu, aku bisa menyelesaikannya sendiri—"

"Dengan memanfaatkan kecemasan gadis itu?"

"Kecemasan? Siapa yang kau bicarakan?"

Seokjin tertawa jengkel, bola matanya berputar ke langit-langit.

"Kau sudah tahu Sera punya gangguan kecemasan, 'kan? Kau juga tahu dia takut kehilangan Taehyung karena berpikir kau akan merebutnya. Seharusnya kau memberi tahu Taehyung, bukan justru mengikut sertakan dirimu sendiri dalam rencana amatir itu.

"Aku tahu kau tidak sebodoh itu, Ahn Lena."

"Itu bukan urusanmu," Lena mendengus kasar, "dia pantas ditinggalkan, aku melakukan yang seharusnya kulakukan."

"Memangnya apa salah Sera padamu?"

"Oh, Oppa, ayolah, kau juga membantunya?" Lena mulai jengkel. "Sekarang kau bersikap seolah-olah hanya aku yang salah, begitu?"

Love Is Not OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang