14. Diktair Chapter Empat Belas : Futsal vs Basket

17.1K 1.7K 48
                                    

Tawa Dikta terhenti, ketika melihat Agas dan seregombolan temannya masuk ke dalam ruangan Eskul futsal.

"Mulai sekarang, ruangan ini milik gue!" tegas Agas.

Dikta berdiri dari tempat duduknya, "Apa gue gak salah denger?"

Juno, Gerri dan teman-teman futsalnya langsung tertawa.

"Kalau lo dan kalian semua gak percaya, lo boleh tanya sama kepala sekolah!" bukan Agas yang menjawab, tapi bagjo yang berada disebelah Agas.

Dikta menaruh kedua tangannya di saku celanannya, "Jun, Ger, ikut gue!"

Dengan ditemani Juno dan Gerri, Dikta menemui kepala sekolah. Dikta tidak terima jika ruangan grup ekskul Futsalnya di rampas begitu saja oleh Agas dan teman-teman basketnya.

"Itu bukan urusan saya," kata pak Rahmat, selaku kepala sekolah SMA Gunadarma, setelah Dikta menjelaskan semuanya.

"Tapi, pa—" ucapan Dikta terpotong.

"Kalian boleh keluar dari ruangan saya," perintah pak Rahmat.

Dikta mengepalkan tagannya, untung saja Gerri dan Juno menahan Dikta, kalau tidak mungkin pak Rahmat sudah babak belur oleh Dikta.

Lagipula bagaimana Dikta tidak marah terhadap pak Rahmat, Dikta sudah cape-cape menjelaskan secara detail permasalahannya, tetapi respon pak Rahmat jauh dari ekspektasinya. Mungkin, karena Agas pemilik Yayasan SMA Gunadarma, jadi Agas bisa seenaknya seperti ini dan pak Rahmat tidak bisa berbuat apa-apa.

Dikta membuka pintu ruangan pak Rahmat, kemudian ketiganya keluar dari ruangan pak Rahmat.

Gerri, "Dik, jangan maen tampol si rahmat. Lo tahu sendiri, dia orangnya tegaan. Nanti yang ada lo langsung di Drop out."

"Bodo amat gue! lagian gak pantes dia jadi kepala sekolah, lembek gak ada tegas-tegasnya!" Ketus Dikta.

"Takut di pecat kali sama bapaknya Agas!" timpal Juno yang juga ikut emosi.

Gerri merangkul Dikta dan Juno, "Kita harus buktiin, kalau futsal lebih berhak atas ruangan itu."

Dikta tersenyum dengan sinis, "Gak guna! Agas pasti gunain posisi bapaknya!"

"Apa gue harus bilang bokap biar beli sekolahan ini?" tanya Juno dengan wajah yang serius.

Seketika Dikta dan Gerri tertawa.

"Anak orang kaya mah beda ya, Ger? Apa-apa langsung beli," kata Dikta meledek Juno.

"Tapi, bagus juga sih ide lo? Jadi, kapan lo beli sekolah ini, Jun?" tanya Gerri, diiringi tawaan Dikta.

Juno berdecak kesal, "Tadi lo pada kesal ruangan di ambil si Agas, gue mau bantuin dengan cara instan, lo malah ngeledek gue."

"Jun, gue gamau apa-apa bawa kekuasaan bokap. Kalau Agas mau kayak gitu, yaudah biarin. Tapi, kita mah jangan," ujar Dikta.

"Tapi, kan lo juga anak orang kaya?" tanya Juno bingung.

Dikta terkekeh, "Jun, yang kaya itu bokap gue, bukan gue."

Juno menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Iya, juga sih. Berati gue juga bukan orang kaya, ya?"

Dikta dan Gerri saling lempar pandangan, lalu tertawa tak berhenti. Hingga, mereka berpapasan dengan Agas dan Bagjo.

Agas melipat kedua tangannya di dada, "Gimana? Udah lo tanyain sama kepala sekolah?"

Dikta tersenyum dengan sinis, "Lo bisa ambil ruangan futsal, asalkan lo mau ngelawan gue maen futsal."

DIKTAIR Where stories live. Discover now